"Makasih, Estaaaaa !" Gina tersenyum ike arahku dan membuka pintu gerbang rumah itu. Aku hendak masuk mobil, tetapi Gina membuka gerbang lagi. '' Xarel Abense Bradesta, abang aku pulang, ketemu dia yuk !" Gina bersemangat. Aku tidak menolak..
Δ^Δ
Aku memasuki rumah besar itu, rumah dengan empat lantai, lima jika termasuk loteng dan ruang bawah tanah.
Rumah bergaya 'Eropa ' clasik moderen ini membuatku terkagum. Meski di luar aku berusaha bersikap biasa saja, tapi aku di dalam, sangat takjub.
Gina berjalan menuju ke sebuah kamar di lantai satu, membuka pintunya dan melihat seorang cowok yang terbaring dikasur, cowok itu aku harus akui dia tampan, dan rambutnya yang agak berantakan itu tidak membuat ketampanannya itu luntur.
"Ahmad Reuson, aku pulang, aku bawa temen, namanya Esta! Xarel Abense Bradesta !" Kata Gina pada cowok yang tak sadarkan diri itu.
Ahmad Reuson, Reu nama panggilannya, cowok yang sepertinya dari parasnya, berdarahkan campuran IndoJapan ini, masih terbaring. Dia memang sudah pulang, tapi masih terbaring, tak lama kemudian dia mulai membuka mata perlahan -lahan.
"Abang, aku kangen tau ngak!" Gina seperti menahan tangisnya, tapi sepertinya dia tak tahan untuk menangis, hingga akhirnya air mata itupun mengalir dari mata menuju pipinya.
Entah apa yang merasuki diriku, aku malah mengusap air mata Gina. Gina tersenyum dan memegang tanganku. " Eh...sorry, gu..gue" Aku refleks? Apa mau bilang gitu? Sama aja merusak citra sendiri dong. Mending pura -pura gagap, pura -pura gak sadar.
"Ngak papa! Makasih!" Gina memandangku.
Dan jlep, tangan Reu memegang jariku, perlahan, tapi aku tahu, dia berkata "Makasih!" Aku pun mengangguk dan tersenyum.
"Cepet sembuh, adek lo butuhin abangnya !" Kataku tenang.
Gina tersenyum.
Δ^Δ
Setelah itu akupun berpamitan pulang, aku antara hati dan tidak bisa mengendalikan jantungku sendiri saat berada di dekat Gina. Kamu tahu? Senyumnya, aromanya, tatapannya, kadang membuat aku tak bisa bernafas. Plisss Xarel sadar, mulai lebay.
Oke lanjut..
Aku memasuki mobil dan menghembuskan nafas panjang, melegakan dan menenangkan pikiranku sendiri. Om Gion baru masuk ke mobil, setelah dia berbincang dengan satpam Gina. Melihat Om Gion masuk ke dalam mobil, aku pangsung buru-buru bersikap biasa saja.
"Kita pulang om? " Kataku dengan nada bertanya. "Iyalah Tuan muda,atau Tuan muda ingin menginap?" What ? Ini punya sopir, selalu berhasil bikin diam seribu bahasa, karena malu. Tapi dia adalah orang penting bagiku, sopir sejati yang sudah seperti ayah sendiri bisa di bilang, dia ayah asuh buatku.
Δ^Δ
Kami sampai di rumah orang tuaku, yang sejak dulu sudah di turunkan dari zaman kakeknya kakekku, yang berarti dari zaman leluhurku. Rumah bernuansa kuno ini berlantaikan dua, berada di tengah-tengah area ini di dampingi rumah besar di sisi satu lagi, dan di kelilingi bangunan selanjutnya yang lebih rendah hingga yang paling kecil adalah sebuah rumah kayu.
Untuk sampai dari gerbang menuju halaman rumah saja membutuhkan waktu kurang lebih 5 menit dengan motor atau mobil. Area ini besar, dan ada angkutan untuk para penghuni area, tempat ini lumayan dengan segala fasilitasnya, ada juga mini market dan toko elektronik yang baru-baru ini buka.
Tempat ini, bagaikan terisolasi dari dunia luar. Atau lebih tepatnya, ini seperti area surga pribadi. Tapi, terkurung disini, kamu tidak akan bahagia.
"Esta pulang !" Kataku menyapa isi rumah.
Seorang wanita berbaju biru muda melihat lurus ke arahku, wanita itu bermata sedang, dengan warna matanya yang hijau ke kuningan dan rambut coklatnya yang diikat rapi.
"Fino siapkan makan malam untuk Tuan muda Esta !" Dia adalah ibu tiriku, wanita bermata hijau ke kuningan ini memang wanita baik, hanya saja dia selalu bersikap dingin.
Aku tidak menolak, karena wanita ini tidak suka di tolak. Dia adalah wanita yang melahirkan adik perempuan untukku. Ibu tiriku yang sebetulnya baik, sebetulnya sikapnya kepadaku jauh lebih lembut ketimbang kepada adikku Mon Agner Abense. Aku melihat seorang anak perempuan berusia 13 tahun melihat ke arahku dan tersenyum padaku. Hubunganku dengan Mon bisa dikatakan sangat baik. Tata krama, tata krama yang dingin, kalau boleh memilih, aku lebih memilih menjadi anak Om Gion, karena kehangatan itu nyata.
Kami makan dan hampir tidak ada suara, hanya dentingan garpu dan sendok yang sesekali terdengar pelan hampir tak ada.
Setelah selesai makan, seorang asisten membersihkan meja. Dulu aku sering membantu asisten melakukan pekerjaan, tapi itu dulu, saat ibuku masih hidup. Sekarang, duni kami abu-abu. Sepi, dingin dan penuh keangkuhan. Keluarga macam apa ini? Bahkan aku yang masih SMA, ayahku mulai membicarakan tentang pernikahanku saat menhobrol di kamar rehat. Aku selalu kesal saat dia menanyakan tentang seleraku. Dia bahkan bertanya apa status yang kumau, kamu harus tahu, ini adalah salah satu penyebab, kenapa Klara pergi dari hidupku.
"Pa..! "
Papa memintaku duduk dan aku pun duduk. Papa melihatku, dia tidak pernah menungguku berbicara sebelumnya.
"Bicaralah..!" Ibu tiriku, aku memanggil dia Mama, berbeda dengan ibu kandungku yang aku panggil dengan sebutan Bunda. Sebelum Bunda meninggal aku menyebut Papa dengan sebutan Ayah.
"Esta suka sekolah yang sekarang, ada anak menarik!" Kataku berterus terang kepadanya.
"Udah ketemu Klara?" Ayah balik bertanya. Karena selama ini, aku sering mencaru gadis itu.
"Sudah!" Kataku menunduk lalu tersenyum "Dia berubah!" Kataku lagi.
Papa terkejut dengan apa yang aku katakan, dia tidak menyangka responku terhadap Klara yang datar, berbeda dengan perasaanku pada Klara sebelumnya. Aku yang sekarang, aku ingin menjaga jarak dengan Klara.
"Lagian, dulu kamu hanya kasihan sama dia, kamu ngedeketin dia pun gak seperti sekarang, kamu selalu ada buat dia dan dia gak pernah ada buat kamu....Ikhalasin!" Kata Papa, aku mengangguk, mengiyakan kata -kata Papa, beberapa tahun lalu, Klara meninggalkan tempat ini, dia mengira aku anak Om Gion, dan saat sekarang aku melihat dia dengan cowok lain yang lebih kaya dari Om Gion, haha aku bisa bilang apa ?
Dan sekarang, Papa suruh aku untuk menjauhi Klara. Mungkin Papa tak ingin jika anaknya terus mengejar Klara yang jelas tidak pernah peduli dengan keberadaanku. Aku yang dulu adalah anak polos asuhan panti setempat. Karena aku yang dulu, papa sengaja menaruhku di Panti, agar aku belajar akan pentingnya orang disekitarku. Aku pikir Klara berbeda, ternyata Gina, gadis itu. Dia yang dulu juga sama polosnya denganku Gina yang dulu aku menemuinya di masa kecilku.
Meski Gina melupakanku.
Aku akan membuat Gina ingat tentangku. Dan Gina, meski dia berubah. Dia masih Gina yang tulus, Gina yang selalu ada buatku.
Ahh Amnesia, kamu menyiksaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mon nouveau meilleur ami
FanfictionSinopsis: Bagaimana perasaanmu kalau dia melupakanmu? Disatu sisi ingin dia ingat padaku, tetapi di sisi lain ada orang yang membuka tabir buatmu agar tak terjerumus. Dia saja enggan melihat kepadaku, padahal dulu kami bagaikan magnet yang tak pern...