Dua

752 35 0
                                    

New Character Unlock
(Risa Elsbeth Craigh)

New Character Unlock(Risa Elsbeth Craigh)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

New Character Unlock
(Oliver Craigh)

New Character Unlock(Sebastian Craigh)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

New Character Unlock
(Sebastian Craigh)

New Character Unlock(Sebastian Craigh)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

New Character Unlock
(Karin Craigh)

New Character Unlock(Killian Craigh)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

New Character Unlock
(Killian Craigh)

New Character Unlock(Killian Craigh)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*٬ ۫ ֢ ᛃ ࣪˖ Chapter 2 ٬ ۫ ֢ ᛃ ࣪˖*

"Kalo boleh tau, Risa itu siapa ya?" tanya Esther ketika tadi mendengar perkataan dokter yang menyebut nama Risa yang sepertinya ditunjukkan untuk dirinya.
"Itu kamu sayang, nama kamu Risa Elsbeth Craigh," jawab si wanita paruh baya sambil berusaha tegar ketika mendengar fakta bahwa anak perempuan satu-satunya itu mengalami amnesia.

Esther mengerutkan keningnya bingung ketika menyadari bahwa nama yang disebut kan oleh wanita paruh baya di depannya ini adalah nama antagonis di novel yang dia baca sebelum kecelakaan.
"Bentar-bentar, Risa Elsbeth Craigh?" ulang Esther dengan raut wajah bertanya.
"Iya sayang itu nama kamu," jawab wanita paruh baya di depannya.

Seketika itu Esther menyadari ada keanehan dengan tubuhnya, sejak kapan rambutnya yang berwarna coklat berubah menjadi hitam legam? Sejak kapan juga kakinya menjadi sangat panjang?.

"Nama tante Karin Craigh?" tanya Esther sambil menunjuk wanita paruh baya di depannya.
"Iya sayang," jawabnya.
"Jangan bilang nama om Killian Craigh?" tanya Esther lagi sambil menunjuk si pria paruh baya.
"Iya sayang, akhirnya kamu ingat juga," jawab Karin.
"Mereka, Oliver dan Sebastian Craigh?" tanya Esther memastikan.
"Benar sayang, mereka berdua itu kakak laki-laki mu," jawab Karin senang ketika anaknya mulai mengingat keluarganya.

Esther melotot lalu menatap mereka semua tidak percaya.
"Cermin, aku butuh cermin!" bentak Esther panik.

Melihat anaknya yang panik, Karin langsung mengambil cermin yang berada di nakas di sebelah ranjang Esther. Dengan cepat Esther langsung merebut cermin itu dan terkejut ketika melihat wajahnya sekarang. Saking terkejutnya dia sampai melempar cermin yang berada di tangannya hingga pecah menjadi kepingan-kepingan kecil.

"Astaga sayang kamu kenapa?" tanya Karin kaget dengan tindakan putri kesayangannya itu.
"Ini bukan wajahku," batin Esther sambil memegang wajahnya.

Menyadari situasi yang sudah melewati batas, Esther berusaha membuat dirinya tetap tenang agar tidak memancing banyak kecurigaan dari keluarga Risa.

"Ma, aku pusing," kata Esther sambil memegangi kepalanya.

Dia sedikit mencuri pandang ke keluarga Risa yang berdiri di depan nya.

"Yaudah Mama, Papa, Oliver sama Seb keluar dulu sekalian mama mau ngambil baju kamu di rumah, kamu istirahat aja ya sayang," kata Karin sambil mengusap rambut anaknya dengan sayang.
"Okay ma," balas Esther lalu berpura-pura memejamkan matanya sampai terdengar suara pintu ditutup yang membuatnya langsung membuka mata kembali, lantas dia langsung bangun dari tidurnya dan memposisikan dirinya untuk duduk.

"Sinting, gue ngapa bisa nyasar ke tubuhnya Risa?! Meski dia karakter favorit gue di novel tapi lebih baik gue mati ketabrak truk daripada mati perlahan-lahan gara gara di siksa sama pemeran utama di ending," kata Esther frustasi.
"Okay tenang Esther tenang, lu harus nyusun rencana buat keluar dari takdir buruk yang menimpa tubuh ini," lanjutnya sambil menarik napasnya dalam-dalam dan menghembuskan nya dengan tenang.

"Pertama-tama gue harus menjauh dari plot ceritanya, tapi gimana caranya?" tanya Esther sambil memegang dagunya menggunakan sebelah tangan.
"Gue tau, gue harus pindah sekolah terus pindah ke apartemen dan jangan lupa juga gue harus batalin pertunangan gue sama si pemeran utama," jawab Esther.
"Sampai hari gue batalin pertunangan dan pindah ke apartemen baru gue harus tetep bersikap layaknya Risa, gue harus tetep ngejar-ngejar pemeran utama dan kasih sayang kakak-kakak Risa. Setelah hari itu tiba gue bakal aduin semua kelakuan buruk mereka di hadapan ortu mereka semua, tentu saja dengan sedikit bumbu akting dan air mata agar rencana gue berhasil, meski ini bukan raga gue namun gue tetep benci sama karakter yang nyakitin karakter favorit gue ini, sebelum gue menjauh tentu saja gue harus memberikan sebuah salam perpisahan yang akan membekas di ingatan mereka, ya kan?" kata Esther sambil tersenyum meremehkan.

"Untuk kedepannya gue mau ngapain ya?" pikir Esther sambil mengetuk-ngetuk jari telunjuknya ke pelipisnya.
"Ah iya gue lupa, Risa kan termasuk anak yang hmm... bukan bermaksud menjelekkan nih ya, Risa kan termasuk anak yang bodoh tapi gak terlalu bodoh juga sih, kayaknya selama di sekolah lama gue harus menahan diri buat gak nonjolin kemampuan gue di bidang akademis, akh padahal gue mau nyalonin diri jadi perwakilan sekolah kalo ada olimpiade," kata Esther kesal.
"Okay tahan kesengsaraan yang menimpa hidup gue ini, ini cuma sebentar doang kok, setelah itu gue bakal sepuasnya ngewakilin sekolah baru di olimpiade-olimpiade yang akan datang, ah gue jadi gak sabar menanti perasaan saat gue mendapatkan posisi teratas di setiap olimpiade yang bakal gue ikutin," kata Esther girang.

"Gue kok jadi kesel ya kalo nginget protagonis cewek, definisi beban banget sih itu cewek, plis lah masa cuma modal nangis doang dah bisa mikat banyak laki-laki ke pihak dia. Nggak masuk akal banget, mana penggambaran tokoh protagonis cewek jauh dari kata buruk, dosa, dan kesalahan. Dia tuh digambarin sebagai cewek sempurna yang gak pernah buat kesalahan, konyol gak sih. Meski dia cuma karakter novel tapi tetap aja semua orang itu nggak ada yang sempurna dan pasti punya kesalahan meski cuma 1 doang, karena yang namanya kesempurnaan itu cuma milik Tuhan doang, gue sebagai salah satu pembaca novel ini pengen protes sama penulis nya," geram Esther mengeluarkan semua isi hatinya mengenai karakter novel yang tidak masuk di akal.
"Yah namanya juga novel gue bisa apa, ini cuma fiksi, karangan manusia," lanjutnya berusaha meredakan rasa kesal di hatinya.

Esther lalu meraih smartphone yang berada di atas nakas samping ranjang nya untuk melihat wajah gadis yang ia tempati raganya.
"Kalo gue jadi cowok udah gue kejar-kejar ini cewek, cantik banget sumpah ini si Risa. Rela gue jadi belok kalo buat Risa, gak bisa berkata-kata lagi gue sama ini cewek, tampang nya cakep bener," kata Esther sambil mengagumi wajah Risa.

"Kalo dibandingin sama muka gue yang asli beuh beda jauh bor, ini cewek cantik nya jauh diatas gue," lanjut nya masih sambil bercermin dan menggangumi kecantikan Risa.

"Ini Risa kok bisa ada dirumah sakit ya? Terus kepalanya kok diperban? Ini habis kecelakaan apa? Perasaan di novel gak pernah tuh ada scene Risa kecelakaan, adanya sih cuma scene penyiksaan yang dilakuin geng Ferocious ke Risa," monolog Esther dengan wajah kebingungan.

"Ya udahlah daripada mumet mikirin itu mending gue tidur aja, capek bor abis transmigrasi. Gue juga berharap kalo ini semua cuma mimpi doang, semoga pas gue udah buka mata lagi gue kembali ke kehidupan asli gue. Kayak gak bersyukur banget ya gue, udah minta dihidupin tapi malah minta balik ke dunia asli lagi, belum tentu kan gue selamat pas ketabrak truk itu, syukuri aja lah kehidupan kedua ini meski harus terjebak di raganya Risa yang terpenting gue idup lagi," kata Esther lalu berbaring dan memejamkan matanya.

When The Antagonist Wants To Live In PeaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang