DS |27 •Janji•

10.9K 1.5K 74
                                    

Dalam renungan pagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dalam renungan pagi. Dia telah selesai sholat subuh berjamaah. Ada kajian ceramah pagi ini di masjid. Khadafi sampai kerumah tepat  matahari terbit setelah ia sholat Dhuha.

Setiap langkahnya tidak pernah tertinggal untuk berzikir. Sudah lebih dari 1.000 langkah berarti dia juga sudah lebih dari 1.000 berzikir di pagi hari ini. Bibirnya mulai tertarik secara tidak sadar, saat melihat sepasang keluarga yang sedang jalan-jalan pagi untuk menyuapi bayinya.

Berbagai hal Khadafi lewati pagi ini. Dengan senyum ramahnya dia menyapa setiap tetangga yang lewat. Kebetulan rumah Khadafi dan masjid tidak berjarak jauh, hanya saja dia memutari komplek untuk menikmati udara segar di pagi ini.

“Assalamualaikum. Kakak pulang.”

Khadafi masuk dengan penuh ceria. Dia bahkan sudah mengambil cuti selama 2 Minggu untuk acara pernikahannya.

Setiap hewan yang berada di rumahnya dia sapa. Dari mulai kucing, kelinci, cicak, bahkan semut yang sedang berjalan di jendela rumahnya. Sepertinya hati Khadafi sangat bahagia pada hari ini. Sampai dirinya tidak menyadari bahwa ponselnya berdering sudah lebih dari 3 kali.

“Assalamualaikum. Ustadz Khadafi.”

“Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh. Afwan, ada apa kyai?”

“Ustadz, hari ini sibuk tidak?”

“Alhamdulillah sedang tidak sibuk. Ada yang perlu saya bantu?”

"Hehehe kamu ini peka sekali, ustadz. Afwan, saya ingin mengudang anda untuk mengisi kajian siang ini di pondok. Kira-kira ustadz bisa hadir mengisi kajian tidak? Soalnya banyak yang minta ustadz untuk ngisi kajiannya.”

“Ah baik Kyai, saya bisa ngisi kajian siang ini. Ada keperluan yang lain lagi Kyai?”

“Ada. Kamu ajak Gus Damar sama Gus Akhtar juga ya. Adik kamu juga ajak, kita ngisi kajian untuk gabungan.”

“Baik Kyai, akan saya sampaikan pada Gus Damar dan Gus Akhtar.”

“Yowes kalau begitu, sampai bertemu di pondok ya, ustadz. Syukron, assalamualaikum.”

“Wa'alaikumussalam.”

Mobil itu berhenti tepat di depan rumah sang istri. Dia berjalan masuk dengan tergesa-gesa. Sesampainya dia di hadapan gadis yang telah menjadi istrinya ini, dia tersenyum, lalu mengecup kening Xaula dengan penuh kasih sayang. Menggenggam kedua tangan Xaula dengan mengecup setiap punggung tangan gadis itu berkali-kali. Xaula hanya bisa menatap bingung pada lelaki ini.

“Lo kenapa?”

“Mau izin ngisi kajian di pondok, boleh tidak?”

“Ada ceweknya?”

“Kajian gabungan.”

“Oh ya udah pergi aja sana, gue juga ada urusan hari ini.”

“Mau kemana? Sama siapa? Aku temenin ya.”

“Rahasia. Udah deh, ustadz ada acara sana pergi, nanti telat aja,” usir Xaula mendorong Khadafi keluar rumah.

Namun, laki-laki itu langsung berbalik dan menanyakan kembali padanya, “Kamu beneran tidak mau aku temenin? Aku bisa batalin kajiannya. Biar teman aku saja yang ngisi kajian.”

“Ustadz, pahala loh ini, sayang banget kalau di tolak. Gue cuma mau ketemu temen-temen kok. Udah sana pergi.”

Khadafi menurut. Dia langsung pergi, tapi sebelum itu ia mengecup kening Xaula untuk berpamitan. Entah mengapa hatinya tidak rela untuk pergi meninggalkan istrinya. Dia seakan ingin terus di samping istrinya, dan ada rasa tidak enak di hati kalau istrinya akan pergi meninggalkannya. Dia menatap manik mata Xaula dengan penuh seduh, senyumnya ia keluarkan dengan penuh keraguan.

“Kamu tau, kan, kalau aku sangat mencintai kamu.”

“Iya aku tau. Tanpa ustadz kasih tau, Ula juga udah tau sendiri.”

“Maka dari itu, jangan pergi ya. Aku bisa gila kalau kehilangan kamu.”

Sebisa mungkin Xaula menahan air matanya agar tidak terjatuh di hadapan Khadafi. Dadanya pun sudah terasa sangat sesak mendengar ucapan Khadafi. Hati Khadafi seakan sudah tahu kalau dirinya akan pergi meninggalkannya. Tetapi Xaula juga tidak tahu harus bagaimana sekarang, jika dirinya tetap bersama Khadafi pasti Adit akan melakukan sesuatu di luar nalar. Hatinya sangat hancur sekarang, dia tidak tahu apa pilihannya ini benar atau tidak. Xaula hanya ingin melindungi orang-orang yang ia sayangi dari berbagai macam bahaya.

“Aku nggak kemana-mana kok. Aku akan tetap di sini, bersama kamu, suamiku,” balas Xaula dengan tersenyum paksa.

Khadafi menarik napasnya gusar sambil menatap langit, “Entah kenapa hati aku tidak mau jauh dari kamu. aku seakan merasa kalau kamu akan pergi jauh dengan seseorang untuk meninggalkan aku.”

Xaula berjinjit, dan mengecup kening Khadafi. Lalu mengelus pucuk kepala Khadafi dengan sangat lembut, “Jangan khawatir, aku pasti pulang kok. Janji.” Xaula mengeluarkan jari kelingkingnya. Dia mnautkan jari tersebut dengan jari Khadafi. Merekapun tersenyum melihat tingkah mereka ini.

“Ya sudah, aku brangkat ya, Assalammualaikum,” pamit Khadafi.

“Wa’alaikummussalam.”

Melihat kepergian Khadafi, air mata Xaula langsung terjun begitu saja. Dia menangis melihat kepergian Khadafi, dengan firasat laki-laki itu benar. Dia akan pergi meninggalkan Khadafi dengan seseorang. Dia berjanji akan pulang, namun tidak tahu kapan waktunya itu.

“Gue janji bakal pulang. Iya pulang. Tapi nggak tau kapan gue harus pulang. Do’ain aja semoga masalah ini cepat selesai, biar kita bisa hidup bahagia,” gumam Xaula menatap sendu ke arah langit.

 Do’ain aja semoga masalah ini cepat selesai, biar kita bisa hidup bahagia,” gumam Xaula menatap sendu ke arah langit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🥀🥀

Yuk ah di follow, vote dan komen sebanyak-banyaknya

Follow Instagram:
@melati_dipr
@ale.rgnrx
@ale.zwienarx
@pouridiper

Skian terima Khadafi jadi suami aku

DISKUSI SEMESTA [TERBIT DI SNOWBALL PUBLISHING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang