Setelah ayah nya meninggal, [name] terpaksa menggantikan jabatan ayah nya. Saat ini gadis itu merupakan seorang duchess, bahkan pekerjaan nya sudah berlangsung selama 3 bulan.
Meja tak pernah kosong, setiap hari berganti, meja itu selalu berisi kertas yang menggunung. Otak nya sibuk menggeluti pekerjaan seumur hidup itu.
Kalau orang bilang menjadi seorang duchess itu mudah, maka anggapan nya salah besar. Kenyataan nya [name] sampai begadang saat ada banyak permasalahan, dan baru bisa tidur 3 jam ketika tugas nya normal.
Tok ... tok ... tok
"Permisi nona [name]." Dari luar terdengar suara ketukan. Dapat di simpulkan bahwa pelayan yang di percaya [name], yaitu Belle, tengah menunggu jawaban sang empu.
"Masuk saja Belle," Ujar [name] dengan masih fokus pada setumpuk kertas.
Cklek.
Belle membawa sepucuk surat dengan cap merah yang bertulisan nama seseorang.
"Nona, ini ada surat ...." Belle menaruh surat tersebut di meja [name].
"Dari siapa?" Tanya [name] sambil menatap surat itu dari jauh.
"Nona zenith Magritha."
"Bawakan kemari."
"Baik nona." Belle mengambil surat itu lagi, kemudian ia berikan pada [name].
"Kau boleh keluar, Belle" Belle mengangguk patuh, dia berjalan keluar dari ruangan kerja [name]. Tak lupa pintu nya di tutup kembali.
Setelah Belle keluar, [name] tersenyum sumringah. Rasa senang sekaligus khawatir menjadi satu.
Zenith merupakan anak yang sering dia temui sewaktu [name] masih sering ke kerajaan bersama ayah nya. Tak hanya Zenith, [name] bahkan mengenali putri Athanasia.
"Kira-kira apa yang di tulis oleh nya ya?" Sebelum di buka, beberapa saat ia menatap surat dengan cap merah itu.
Jari jemari nya membuka gulungan surat itu secara perlahan.
Dari Zenith Magritha
Hi, nona [name].
Mungkin saja anda terkejut sebab saya tiba-tiba mengirimkan surat. Sebenarnya alasan saya yang pertama karena saya merindukan anda, yang kedua saya ingin memberitahu bahwa saya dan ayah saya sudah tak lagi tinggal di istana.Kami saat ini tinggal di kota, dimana kediaman kami lumayan dekat dengan kediaman nona. Jadi kalau nona ke istana, nona jangan mencari saya, karena saya sudah tidak tinggal di sana. Akan tetapi kalau nona mau bertemu, nona bisa datang ke kediaman saya.
Terima kasih, saya harap nona berkenan membalas surat saya ^^
Untuk [Name] Barienth.
Sesudah membaca seluruh isi dari surat, [name] tersenyum sumringah. Anak kecil yang bahkan dahulu malu-malu saat bertemu dengan nya, tak di sangka dapat menulis surat formal yang terkesan menggemaskan.
"Baiklah aku akan datang saja."
. . .
"Nonaaaa, bagaimana mungkin nona mengotori tangan nona dengan bumbu dapur!" Kepala koki keluarga Barienth terkejut melihat kegiatan [name] di dapur.
"Louise, kau tenang saja. Aku sudah terbiasa memasak kok." Lengkungan tipis pada bibir [name] memberi isyarat bahwa hal itu bukanlah hal yang perlu di besar-besarkan.
"Ta-tapi nona, kalau anda mau anda kan bisa bilang pada saya! Kalau tangan anda terluka bagaimana?" [Name] mengambil beberapa daun rosemary yang telah di keringkan, guna menghias hidangan buatan nya.
"Kalau kau berkata sekarang, maka sudah terlambat Louise, ini bahkan sudah selesai. Lagi pula aku sudah sering memegang pisau (pedang) kok, kau tidak perlu khawatir!" [Name] tersenyum kecil melihat tingkah Louise yang mengkhawatirkan diri nya.
"Baiklah nona, kalau memang ini hobi anda, apa boleh buat. Tapi apa saya boleh membantu memasukan hidangan itu pada kotak makanan?" [Name] mengangguk.
Louise pun membawa hidangan buatan [name] untuk segera di tempatkan ke kotak makanan.
. . .
Ting.
Baru sekali menekan bel, Zenith sudah langsung berlari menuju gerbang untuk melihat siapa gerangan orang itu.
"Nona [name]!!!" Gadis itu segera membuka kan pintu gerbang dengan tergesa-gesa.
[Name] merentangkan tangan, wajah dari duchess cantik itu menunjukan senyuman tulus pada bibir nya. Begitu pula dengan Zenith yang langsung memeluk [name] erat.
Walau Zenith sudah berumur 15 tahun saat ini, akan tetapi setelah bertemu dengan [name], dia nampak seperti anak kecil yang menginginkan kasih sayang.
"Kau terlihat kurusan, apa makan mu sedikit?" Tanya [name] sembari memegang kedua pipi Zenith.
[Name] menyanyakan banyak hal pada Zenith, sampai-sampai tak sadar bahwa sosok lelaki tengah mengawasi percakapan itu.
"Kau bocah yang sering ke istana kan?"
Rasa nya saat ini [name] ingin bilang, "bocah ndas mu!" Tapi karena ada Zenith, dia jadi menahan amarah nya itu.
Baru ketemu sudah ngajak war saja.
"Bocah siapa yang anda maksud ya? Usia saya sudah 29 tahun, bagaimana bisa anda memanggil saya dengan sebutan itu, huft." Berusaha sabar dan anggap saja kalau dia sedang mengobrol dengan angin, dan hanya ada Zenith di situ.
"Oh sudah tua ternyata, ku kira kau sepantaran dengan Zenith." Perkataan dan tindakan Anastacius yang menatap [name] dari atas sampai bawah secara tidak langsung mengatakan bahwa [name] yang hanya setinggi 166 cm, nampak pendek bagi nya
Demi kerang ajaib, [name] ingin memaki dan menjambak rambut hitam milik Anastacius. Namun semua nya hanya terluap melalui garis imajiner pada dahi sang gadis.
Sambil tersenyum [name] menjawab, "Bukan kah anda lebih tua ya, Anastacius?💢"
"Seperti nya kau terlihat tidak senang." Begitu pula dengan Anas yang semakin menjadi-jadi.
"Menurut mu?"
Zenith melihat kedua nya secara bergiliran.
"Bisa-bisa nya mereka ribut di luar. Kalau ada yang lihat bisa gawat," batin Zenith.
Kemudian seperti nya Zenith memiliki ide lain. Yaitu mengajak kedua nya masuk ke dalam terlebih dahulu.
"Um ayah, nona [name]. Bagaimana kalau kita masuk dahulu. Nona [name] juga baru sampai kan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hold Me Tight | Anastacius x reader
RomanceAnastacius x reader Setelah Anastacius dan Zenith pindah ke kota meninggalkan kerajaan. [Name] jadi lebih sering mengunjungi rumah mereka, sebab rumah mereka sendiri memang berada dekat dengan tempat tinggal duchess [name]. [Name] selalu membawakan...