06. Penyelesaian

1.1K 182 6
                                    

Sekarang [name] baru tersadar akan ucapan berlebihan yang selalu ia ucap ketika sedang mengobrol dengan kerabat  menyebalkan.

Dia selalu menjawab enteng tentang mengadopsi anak dan menjadikan mereka penerus, padahal anak itu belum tentu menginginkan jalan hidup seperti apa yang seorang bangsawan lakukan. Seperti di dalam sangkar dan tak bebas.

[Name] merasakan sendiri bagaimana rasa pedih dan sakit ketika menjalani semua itu. Anak yang terbuang, kemudian di adopsi dan di tentukan nasib nya sejak masih belum bisa bicara, sungguh menyedihkan.

[Name] tidak mau berfikir untuk mengadopsi seorang anak lagi hanya untuk penerus Barienth.

"Kau tahu kalau aku bukan anak kandung duke Eiros Barienth, tapi mengapa diam saja! Apa ini yang kau sebut panti asuhan? Panti yang sengaja menawarkan anak-anak kepada bangsawan? Dasar biadab!" [Name] memaki pengurus panti.

Penjualan anak berkedok panti asuhan ini membuat diri nya geram.

"Kenapa, duchess [name]? Bukankah anda dapat menjadi orang besar seperti  sekarang sebab ada nya campur tangan dari pihak panti asuhan? Kami hanya mendapat uang dari hasil penjualan anak, kami bahkan tidak meminta lagi ketika anak itu sudah sukses kan!?" Bentak pengurus panti.

Tidak dapat di tahan, tangan nya bergetar hebat, perasaan menyakitkan ketika pengurus panti mengatakan perkataan kejam dengan santai.

[Name] mangangkat tangan setinggi wajah wanita itu, kemudian menampar  pengurus panti hingga membekas.

"Kau bilang menyembunyikan dan menjual anak itu termasuk membantu? Kau kira aku tidak tahu kalau kau juga melakukan penculikan anak secara paksa?" Tanya [name] berkala.

Sebelum mengunjungi panti asuhan, [name] sudah memastikan kalau panti itu merupakan panti dimana ia di adopsi—atau lebih tepat nya di beli oleh duke. Panti berani tutup mulut karena selama ini para bangsawan membayar dengan harga tinggi.

Selain itu panti ini juga melakukan penculikan. Penculikan itu hanya di lakukan terhadap anak yang terlihat cantik atau tampan.

Ini tempat penculikan anak, bukan panti asuhan. Itulah kesimpulan [name].

"Bedebah seperti mu menyusahkan saja ya, apa lebih baik kau ku bunuh di sini saja?" [Name] menarik pedang dari dalam sarung pedang milik nya.

Dapat di lihat dengan jelas kalau pengurus panti merasa takut melihat sosok [name]. Dingin, seperti orang yang benar-benar akan membunuh nya.

"Ka-kalau saya di bunuh, bagaimana dengan anak-anak di panti? Mereka pasti akan sedih!" Sudah di beri waktu untuk mengakui kesalahan nya, dia malah dengan seenak nya mengoceh tidak jelas.

"Rupa nya ingin mati beneran ya ..... baiklah kalau itu pilihan mu." Ujar [name] sembari bersiap mengangkat pedang milik nya.

Namun pedang itu bukan di gunakan untuk menusuk atau membunuh, melainkan ia hanya memukul kepala belakang pemgurus itu hingga terjatuh pingsan.

"Kalian keluar, dan bawa dia ke istana sekarang juga!"

"Baik nona!"

Penjaga yang semula bersembunyi, kini berhamburan keluar untuk mengikat pengurus sesat itu. Sedangkan [name] membawa data-data dan bukti kuat bahwa orang ini layak mendapat hukuman seumur hidup. Kalau pun istana memberikan perintah untuk hukuman mati, [name] sudah siap membunuh orang sialan itu di tangan nya sendiri.

[Name] membebaskan anak-anak pada panti itu untuk segera menemui orang tua mereka, walau proses nya memakan waktu lama, [name] sama sekali tidak merasa keberatan.

Kemudian beberapa dari mereka yang sudah tidak memiliki orang tua, [name] berinisiatif membawa mereka ke rumah besar yang semula mau di jadikan tempat ia tinggal di masa depan. [Name] menugaskan Belle di rumah itu, sebab hanya Belle lah yang ia percaya untuk saat ini. Selain Belle,  pelayan lain yang berada di kediaman Barienth masih asing untuk nya.

[Name] sendiri justru senang sebab kedepan nya dia memiliki kesibukan lain, dan uang dari hasil ia bekerja keras selama ini tidak sia-sia, bisa di gunakan untuk mengurus anak yang sudah tidak memiliki ayah maupun ibu.

. . .

"Zenith, sebelum Barienth kesini, bagaimana kalau kita saja yang ke sana?" Tanya Anastacius pada sang anak.

Zenith mengangguk setuju, lagi pula tidak adil rasa nya kalau hanya [name] saja yang setiap minggu datang ke kediaman Anastacius.

Dan satu hal lagi, rupa nya Anastacius mengakui bahwa dia membutuhkan [name], namun perasaan nya belum jelas, dia membutuhkan [name] untuk berada di sisi nya dalam artian apa.

Apakah itu sekedar teman mengobrol yang baik?

Atau kah pendengar yang dapat di andalkan?

Seseorang yang berada di sisi anak nya dengan tulus?

Atau perasaan aneh yang membuat jantung nya kian meronta seperti akan keluar, namun bisa di atasi apabila berada di dekat sang gadis.

Yang jelas Anastacius sadar akan keberadaan [name] yang mengisi kekosongan setelah ada nya Zenith.

"Kenapa ayah sangat antusias? Apa ayah menyukai nona [name]?" Batin Zenith, gadis berusia 15 tahun ini tak sedar telah tersenyum lebar.

. . .

"Nona [name], apa anda akan kembali lagi ke kediaman utama?" Tanya Belle.

Belle memberikan makanan dan ikut serta juga ketika makan bersama anak-anak.

"Ya, bagaimana pun itu, aku harus kembali bekerja." [Name] tersenyum lebar, ini seperti sebagian beban nya menghilang di telan bumi.

Sungguh perasaan senang tiada tara.

Tik tak tik tak ....

"Kereta kuda?" Suara kereta kuda dari depan rumah, terdengar cukup jelas.

Tanpa berlama-lama [name] menyuruh Belle untuk mengawasi anak-anak.

"Nona, Ada yang ingin menemui anda." Penjaga tempat tinggal anak-anak itu masuk dan memberitahukan pada [name].

"Baiklah, aku akan segera keluar," Balas [name] masih dengan tersenyum.

[Name] melambaikan tangan kepada anak-anak, begitu pula sebalik nya.

"Dada nona [name], sampai jumpa lagi!" Teriak mereka kompak.

[Name] membuka knop pintu, kemudian berjalan jauh menuju gerbang kediaman nya. Gerbang itu di buka kan oleh penjaga.

"Anastacius?" Tentu kaget, bagaimana bisa Anastacius tahu tempat nya menampung anak-anak.



Hold Me Tight | Anastacius x readerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang