"Nanti di sekolah Sika aku gak turun ya," ucap Felisha tiba-tiba.
Sagara menoleh sekilas. "Kenapa?"
"Ya gila aja aku turun pake baju begini."
Sagara mengemati pakaian yang saat ini dikenakan oleh Felisha. Sweater berwarna hijau yang memiliki panjang sebatas siku. Pakaianya memang ngepas badan sehingga mampu menunjukkan lekuk tubuh dari Felisha.
"Kamu pake baju gitu dari kampus?" tanya Sagara.
"Ya nggaklah," jawab Felisha. "Aku kan bilang kalo habis dari apartemennya Julio."
Sagara menyipit curiga. "Kamu sering ya main ke apartemennya Julio?" tanyanya. "Aku aduin ke Om Ferdi baru tau rasa," tambahnya.
Felisha berdecak kesal mendengar tuduhan yang dilontarkan Sagara. "Aku cuma beberapa kali ke apartemen Julio. Itu juga cuma jemput dia doang. Gak pernah sampe lama."
"Awas sampe macem-macem!" ucap Sagara penuh peringatan.
Felisha hanya menggerutu mendengar ancaman Sagara.
Saat mobil memasuki kawasan sekolah Sika, Felisha menunjuk palang yang berada di dekat pos satpam. "Lihat tuh tulisan di palangnya, kawasan wajib berjilbab."
"Kalo kamu keluar mobil, langsung gak dibolehin masuk ke sekolahnya," sahut Sagara dengan terkekeh.
"Lagian, Sika ngapain sekolah di sekolah swasta islam?" keluh Felisha.
"Biar agamanya baguslah," balas Sagara. "Sika kan anak tunggal. Pasti harapannya Aunty Luna sama Uncle Abas, Sika jadi anak yang membanggakan."
Felisha hanya manggut-manggut mendengar penjelasan dari Sagara.
Sagara memarkirkan mobilnya tepat di depan gedung SMP sekolah Sika. Dalam satu kawasan, sekolah ini terdiri dari KB (Kelompok Bermain) sampai dengan SMA. Sika yang saat SD berasal dari sekolah internasional, cukup banyak mengeluh karena di SMP swasta islam kali ini ia menemui palajaran agama yang lebih kompleks. Bahkan ada mata pelajaran Bahasa Arab yang membuat kepalanya hampir pecah. Begitu kata Sika saat itu.
Dari jauh, Sagara bisa melihat Sika berjalan menuju ke arah mobilnya. Hari ini bukan pertama kalinya Sagara menjemput Sika di sekolah. Sagara sudah beberapa kali menjemput Sika di sekolahnya.
"Dia pasti kesel lihat aku ikut jemput," gumam Felisha menahan senyumnya.
Sagara terkekeh. "Kesel banget pasti."
Benar saja, saat Sika membuka pintu depan, ia menemukan Felisha duduk manis dengan melambaikan tangan padanya.
"Kok Kak Feli ikut?" tanya Sika kesal.
"Ya gimana dong, aku tadi lagi sama Sagara," balas Felisha dengan tersenyum senang.
Sika menghentakkan kakinya dengan kesal lalu membanting pintu depan membuat Felisha dan Sagara terkejut. Ia lantas membuka pintu belakang dan melempar tasnya dengan asal kemudian menutupnya dan berjalan menjauhi mobil Sagara.
"Lah, dia mau kemana?" tanya Felisha heran.
"Masa tasnya doang yang ikut di mobil," sahut Sagara.
"Mau beli jajan dulu mungkin," ucap Felisha asal lalu mulai membuka ponselnya dan mengecek notifikasi yang masuk.
Beberapa menit kemudian Sika masuk kembali ke dalam mobil dan duduk di kursi tengah.
Sagara menoleh ke belakang. "Dari mana?"
"Habis ketemu sopir antar jemputku. Tadi ijin kalo gak naik mobil antar jemput. Takutnya nanti dicari," jawab Sika menyandarkan tubuhnya pada kursi.
"Aunty Luna udah tau kan kalo kamu gak ikut antar jemput?" tanya Sagara lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Love and Friendship
Teen FictionPersahabatan antara satu lelaki dan dua perempuan. Sagara (18) yang akan memasuki bangku perkuliahan, bersahabat baik dengan Felisha (18) dan Sika (13). Dilematis antara mempertahankan pertemanan, atau merelekannya demi cinta yang belum pernah ia ra...