"Seratus enam puluh empat... seratus enam puluh lima..."
Chanyeol melirik Baekhyun yang tengah menghitung sambil bergumam. Ujung bibirnya tertarik sedikit, sebelum akhirnya ia posisikan seperti semula.
Di sisi lain, Baekhyun tak menyadari akan atensi Chanyeol yang berpusat padanya. Laki-laki cantik itu masih fokus menghitung berdasarkan bangunan yang mereka lewati sejak masuk ke dalam mobil.
Tentunya pandangan Chanyeol yang beberapa kali menatap secara terang-terangan pada Baekhyun tak terlihat. Karena si empunya tengah asyik menatap bangunan dan menghitung.
Ah, Baekhyun juga tak cukup peka dengan hal semacam ini.
"Sudah hitungan yang ke berapa?"
"Seratus delapan puluh delapan, ugh..."
Baekhyun tiba-tiba saja mengatupkan mulutnya. Ia menggigit bibir bawahnya dan memejamkan matanya paksa.
"Aish!" Umpatnya dengan pelan. "Apa suaraku mengganggumu?" Tanya Baekhyun dengan hati-hati. Laki-laki itu segera mengubah posisi duduknya. Begktu tegap dan tegang.
Mungkin begitulah gambaran Baekhyun kala suatu saat bisa saja dipanggil oleh guru konseling. Secara, laki-laki cantik itu adalah salah satu murid yang tak pernah menyentuh ruangan konseling selama bersekolah.
"Aku cukup menikmatinya," balas Chanyeol dengan pelan dan tatapannya yang datar.
Dalam hati Baekhyun bertanya-tanya. Apakah pernyataan tadi adalah sebuah gurauan atau sindiran?
"Maaf," kata Baekhyun sembari meringis. Laki-laki itu akhirnya hanya diam dengan kedua tangannya uang saling terjalin erat.
Sedangkan Chanyeol malah dibuat kebingungan. Apakah perkataannya ada yang salah? Bukankah tadi Chanyeol baru saja bersikap ramah dan tidak keberatan?
"Apa yang—"
"Ah! Belok kiri, rumahku belok kiri!"
Chanyeol tergagap. Perkataannya langsung dipotong. Ia dengan terbata menjawab iya dan langsung membelokkan stir kemudinya.
"Kau bisa menurunkanku di depan gang sana," tunjuk Baekhyun dengan sedikit memaksa.
Kening Chanyeol berkerut. Sang dominan tentu tidak setuju dengan keputusan Baekhyun. Kenapa harus di depan gang seperti ini? Padahal Chanyeol berniat baik ingin mengantarkan Baekhyun pulang dan setidaknya sebagai permintaan maafnya.
"Gangmu tidak terlihat kecil sama sekali. Ini masih bisa dilewati dengan mobil. Tunjukkan saja jalannya," kata Chanyeol yang masih terus menjalankan mobilnya tanpa mau berhenti. Ia kemudian melirik Baekhyun yang sepertinya mulai resah. "Atau aku akan mencarinya lewat maps saja. Apa nama kedai mie orang tuamu?"
Baekhyun menggeleng kuat. Ia bahkan meneguk ludahnya dengan kasar.
"T-tidak perlu. A-aku akan menunjukkannya," ujarnya dengan terbata dan juga tawa hambarnya.Chanyeol tentu mengangguk senang. Berbeda dengan Baekhyun yang terus merapalkan doa.
Semoga saja tidak ada yang aneh-aneh saat Chanyeol datang ke sana.
"Apa ini?" Tanya Chanyeol yang menghentikan mobilnya di depan sebuah kedai mie yang lumayan ramai di siang hari ini.
Belum sempat Baekhyun menjawab, Chanyeol lebih dulu memotongnya.
"Sepertinya iya," lanjutnya sembari menunjukkan senyum miringnya. Dengan mata yang tertuju pada sebuah plang dan banner di sana.
Mata Baekhyun melotot, ia seperti tahu apa yang dilihat Chanyeol. Dan benar sekali, pemuda tampan itu melihat fotonya dan keluarganya yang terpampang nyata di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRAGMA [CHANBAEK]
FanfictionSejak masuk sekolah dasar pada usia tujuh tahun hingga beranjak remaja seperti sekarang, Baekhyun merasa dia adalah murid biasa saja. Menurutnya tak ada yang spesial, ia bahkan tak mengikuti kegiatan ekstrakulikuler yang di buat oleh pihak sekolah...