...
Aku nangis sesegukan didalam pelukan Jaemin. Rasanya sedih, marah, malu—semua menjadi satu. Jaemin hanya diam sedaritadi. Dia tidak berhenti mengelus punggungku sambil sesekali menepuknya pelan.
"Aish"- desisku mendorong tubuh Jaemin. Aku mengelap wajahku yang berair dengan telapak tanganku.
"Udah puas nangisnya?"- tanya Jaemin.
Aku menatapnya dengan bahu yang masih naik turun tak beraturan. Jaemin merapatkan lagi dirinya padaku. Air mataku tidak juga mau berhenti. Sudah hampir satu jam aku menangis sejak kejadian tadi. Jaemin membawaku pulang ke kosku. Aku sempat mengamuk karena kesal luar biasa. Bingkai fotoku dengan Sera yang kupajang di dinding kamar, kini sudah hancur berkeping-keping dan masih tergeletak dilantai.
"Udah udah. Kenapa nangis terus sih, hmm?"- Jaemin mengelap wajahku dengan telapak tangannya.
"Lo nggak akan ngerti perasaan gue, brengsek!"- balasku memakinya.
Jaemin terkekeh. "Ngapain harus ditangisin sih? Kan, kita memang pernah tidur bareng. Semalem juga aku tidur disini,kan? Jadi—"-
~Bug!
Aku memukul kepala Jaemin dengan bantal.
"Jangan sampe mulut lo gue robek ya, Jaemin!"-
Alih-alih marah, Jaemin hanya tertawa menanggapiku. Aku ingin memukulnya lagi, tapi Jaemin menahan pergerakan bantal ditanganku.
"Astaga! Gue kan cuma ngasih tau fakta! Kenapa gue dipukul sih,?"-
"Emang faktanya kita cuma tidur bareng Jaemin. Tapi orang lain mengartikan kata 'tidur' itu bukan gitu! Mereka semua mikir gue udah ngelakuin hal yang nggak-nggak sama lo!"-
"Yaudah sih. Bodo amat sama pemikiran orang. Toh, kan kitanya memang nggak ngapa-ngapain."- ujarnya enteng.
Aku menatap Jaemin dengan tatapan tajam.
"Percuma ngomong sama lo! Kepala batu!"-
"Yaudah! Kalau gitu, ayo kita beneran tidur kayak yang mereka pikirin, biar—"- Jaemin belum selesai menyelesaikan kalimatnya, tapi harus terhenti karena aku menutup mulutnya dengan telapak tanganku.
"MULUT LO MEMANG MINTA DIROBEK YA NA JAEMIN!"- teriakku. Menekan-nekan mulutnya kuat.
"An—jhing..,"- Jaemin berusaha menarik tanganku. "Sakit, anjing!"- umpatnya saat berhasil melempar tanganku. Jaemin mendesis berulang kali memegang rahangnya.
"Mampus! Mati aja lo sekalian!"- gerutuku turun dari kasur.
Aku pergi menuju lemari—membuka lemariku, berdiam sebentar memerhatikan isi lemari.
Aku mengambil satu pakaian random. Lalu pergi menuju kamar mandi—untuk mengganti pakaianku sembari membasuh wajahku.
"Mau kemana?"- tanya Jaemin saat aku keluar dari kamar mandi.
Aku tak menyahutinya dan berjalan menuju meja riasku. Aku mulai berdandan sekaligus merapikan rambutku.
"Mau kemana?"- tanya Jaemin lagi dan kini sudah berdiri dibelakangku. "Nggak punya baju lain lo? Masuk angin baru tau rasa."- lanjutnya mengomentari pakaianku.
"Bukan urusan lo!"- sahutku ketus.
"Urusan gue lah! Gue nggak akan biarin lo keluar dengan pakaian begini!"-
Aku memutar kepalaku kebelakang—menatap Jaemin dengan sorot mata tak suka.
"Lo siapa ngatur-ngatur gue?"-
KAMU SEDANG MEMBACA
The PAIN of Love ✔️ [END]
Fanfiction-It's not about romance! but chill, if you're not hot! [⚠️🔞⚠️] Trigger warning [⚠️🔞⚠️] Cerita ini tidak diperuntukkan bagi kaum 17 tahun kebawah! Harsh Word // Mature Scene // Abuse // Manipulation // Stupid Scene, etc. ;Bahasa campuran.