Satu Hari di Bulan Juni

6 2 0
                                    

♪ tulus - satu hari di bulan Juni ♫

Pernah kapan itu satu hari di bulan Juni tepat lima bulan setelah kamu pulang,kamu berkata bahwa kamu ingin mendengar detak jantungku.
Lantas aku bertanya tentang sikapnya seharian yang manja.Lalu kamu menjawab tak apa hanya ingin.

"San,kamu cantik meski tanpa bedak." katamu tiba-tiba membuatku lagi-lagi dibuat tak mengerti.

"San,aku juga bahagia meski tak punya banyak uang,meski tak kemana-mana."

Sepanjang hari kamu terus menerus mengatakan bahwa kamu ingin dipeluk.

Malamnya,kamu mengajakku makan di angkringan dekat stasiun.Namun, seakan tak diberi restu,seisi bumantara sepakat menjebak kita di tengah-tengah kemacetan.Aku selalu suka saat kita terjebak di kemacetan kota,karena saat itu kamu akan lebih cerewet bercerita.

Kamu memarkirkan motormu di sebelah angkringan.

"San, setelah ini saya mau ajak kamu ke alun-alun."

Aku mensejajarkan langkah, menggiring tapak kaki menyusuri trotoar kota menuju alun-alun.Jangan tanya dimana motor Harsa tentu saja dititipkan pada akang parkir di sana.

Di bawah angkasa bertabur bintang ada banyak hal yang sebelumnya kita sembunyikan namun akhirnya kita utarakan.Di antara gemerlap pijar lampu jalan,ada banyak harap yang digantungkan namun belum sempat terealisasi.Ada pula janji yang di sanggupi namun belum tentu di tepati.

Kamu tahu,Harsa?Hampir di dunia ini punya alasan untuk menyukai sesuatu.Tapi kenapa aku tidak bisa menemukan alasan untuk jatuh cinta denganmu?

"San,kalau nanti saya pergi lagi saya engga bisa lihat kamu setiap hari."

"Harsa,kan bisa telepon atau video call."

Kamu menggeleng.

"Kalau saya akhirnya di tempatkan di daerah yang jauh dimana,saya engga bisa berbuat apa-apa."

Aku diam,bingung.

"San,saya takut akhirnya kamu terluka."

Suaramu kembali memecah hening setelah sebelumnya diisi berisik hembusan bayu.

"Gak papa."

"San,maafkan saya ya."

Saat itu,di depan Harsa saya memaksa senyum.Tak apa biar aku saja,jangan Harsa.

"Harsa,aku mau pulang."

Tuan Harsa Wirunaga,katamu kala itu ingin hidup seribu tahun lamanya,aku pun begitu.Nyatanya kita memang berada pada frekuensi rasa yang sama.Namun,apakah kita berada pada waktu yang tepat?

- terimakasih akang teteh telah singgah -

(1) Tuan mari pulang | LucasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang