Diary Bryan IV

68 19 0
                                    

"Apa! Kau benar-benar masuk ke dalam kastil itu?"Ucapku Gabriel terkejut mendengar ceritaku.
"Jika kau masuk ke dalam akan terkejut dengan perabotannya di dalamnya yang sungguh mewah" ucapku memberi secangkir susu kepada Gabriel yang berada di rumahku.
"Kau benar-benar berani sekali, sudah ku bilang kan kalau itu adalah kastil angker, walaupun ada pesta di sana setelah pestanya selesai kastil itu akan sepi kembali, tetapi mendengar ceritamu tidak heran jika terlihat mewah di dalamnya, kastil itu kan milik seorang duda tua yang merupakan seorang bangsawan, pernah kudengar dari cerita bibiku katanya laki-laki tua itu diusir oleh keluarganya karena perilakunya yang tidak mencerminkan seorang darah biru, kastil itu satu-satunya rumah yang diberikan kepadanya, dan ia sekarang bertambah kaya setelah ia sering sekali ikut judi dan memenangkannya, orang bila dia seorang raja judi, tetapi aku sebenarnya tidak tau rumor itu benar atau tidak" ucap Gabriel
"Benar atau tidaknya yang Kutau dia ayah yang kejam!"ucapku kesal.
"Kejam? Bagaimana kau tau?" Tanya Gabriel penasaran.
"Ahh tidak lupakan, minumlah Susu ini, aku tidak akan memberimu lagi yang hangat jika susu itu dingin" ucapku mengalihkan topik. Aku hampir saja akan menceritakan kejadian waktu kemarin. Menurutku seharusnya aku tidak boleh mengumbar privasi orang lain. Pasti gadis itu Sunrise juga akan marah.

.
.
.
Pukul 15.00 aku berpamitan untuk pergi kepada nenekku. Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki dari luar pintu rumah.
"Hellooo, im comingg! Do you Miss me (apakah kau merindukanku?)" ucap seorang wanita yang tidak lain adalah ibuku.
"Ibu? Apa yang ibu lakukan disini?" Ucapku kaget dengan kedatangan ibuku secara tiba-tiba.
"Kenapa ekspresimu seperti itu Bryan? Apa kamu nggak senang ibu berkunjung? Dan lagi ibu punya kabar bahagia yang pasti membuatmu senang"
"Bukan seperti itu hanya saja aku terkejut, lagi pula ada kabar apa?" Tanyaku
"Apa kamu tidak membiarkan ibu duduk terlebih dahulu? Lagi pula kemana kamu sore-sore seperti iki? Dimana nenek?"
"A-a-ku mau pergi melukis, nenek ada di kamar, ibu bisa menemui nenek, aku harus segera pergi" ucapku bergegas meninggalkan ibuku.
"Tunggu, setelah pulang rapikan semua bajumu! Besok lusa kita kembali ke New York" ucap ibuku sambil mengambil minuman.
"New-New York? Kenapa tiba-tiba?"
"Why? Kupikir kamu akan senang ibu mengajak mu pulang, kamu bilang nggak akan betah di sini, ibu tidak tega jika kamu nggak nyaman dengan lingkungan kamu, dan untuk nenek di sini ada Mrs Betty yang akan menjaganya" ucap ibuku menghampiriku.
"Tidak, aku tidak akan kembali, lagi pula aku baru beberapa hari masuk sekolah di sini, dan lagi aku akhir-akhir ini cukup senang berada di sini" ucapku menolak ajakan ibuku.
"Benarkah tapi kamu.."
"Sudahlah...putramu nyaman berada di sini, lagi pula ia sudah memiliki banyak teman di sini, benarkan Bryan?" Ucap nenekku tiba-tiba datang.
" iya-iya benar, ibu ku mohon...bukankan sesuai kesepakatan awal?" Ucapku memohon.
"Hmmm baiklah...sia-sia ibu datang kemari, tapiii hari ini kamu jangan pergi ke tempat lain, bukankah ibu sudah jauh-jauh ke sini? Apakah tega kamu akan pergi walaupun ibu berkunjung?"
"Baiklah.. aku tidak jadi pergi"ucapku menurunkan egoku.
Aku memilih untuk mengalah karena memang seharusnya aku tidak pergi ditengah ibuku yang datang jauh-jauh untuk menjemputku tetapi aku menolaknya untuk pergi. Aku meletakkan semua barangku kembali ke kamar. Untuk pertama kali setelah aku pindah ke sini, aku tidak berkunjung ke kasti tua itu. Sore iti rasanya sangat aneh ketika aku hanya menghabiskan waktuku membaca buku dan minum teh di halaman depan dengan ibuku. Pemandangan sore yang berbeda dengan hari-hari sebelumnya yang selalu aku habiskan di atas dahan pohon dekat jendela kastil tersebut. Tidak ada sungai ataupun gunung dengan matahari yang tenggelam di sela gunung tersebut. Hanya satu hari aku sudah merindukan pemandangan itu. Sebenarnya yang kurindukan pemandangan itu ataukah Sunrise?

.
.
Pagi hari ibuku langsung pulang karena padatnya pekerjaannya di New York. "Time is money" kalimat yang tepat jika aku gambarkan kedua orang tuaku. Sebenarnya itu bukanlah hal buruk mengingat uang itu juga untuk membiayai hidupku, jadi tidak ada yang salah mengenai hal itu.
Aku pergi lebih awal ke kastil itu dikarenakan sekolahku yang libur. Aku datang ke kastil melihat dari kejauhan selambu jendelanya yang masih tertutup. "Mungkinkah ia sedang tidur?" Ucapku dalam hati. Aku langsung memanjat pohon dan duduk ditempat seperti biasanya, di ranting pohon besar dekat jendela kastil. Aku mencoba untuk mengintip jika saja selambu itu tidak tertutup rapat, namun hanya selambu penuh yang kulihat di dalam jendela. Tidak ada pilihan lain aku hanya duduk menunggu gadis itu Sunrise keluar. Setelah beberapa lama menunggu terdengar suara tangisan dari dalam. Aku mendekat ke jendela untuk mendengar lebih jelas, suara tangisan itu lebih keras dari sebelumnya. Aku mengetuk pelan-pelan kaca jendela bermaksud memberitahu keberadaanku di luar. Aku mengetuk pertama kali namun tidak ada respon dari dalam. Setelah aku mengetuk lagi jendela terbuka dan muncul gadis pirang yang tidak lain adalah Sunrise.
"Pergilah! Cepat pergi!" Ucap Sunrise dengan berbisik.
"Ada apa? Apa kau baik-baik saja?"jawabku khawatir.
"Baikk aku baik, sekarang cepat pergi!" Ucapnya memohon.
Dari balik pintu terdengar suara yang tidak asing di telingaku. Seperti suara wanita kejam yang dulu menampar Sunrise.
"Hee gadis kecill! Berhentilah menangis! Jika tidak akan kuberitahu kepada ayahmu bahwa kau membuat keributan" ucap wanita kejam dari balik pintu.
Terlihat bahwa pintu itu tertutup rapat dan dikunci oleh wanita kejam itu. Mengurung Sunrise di kamar sendirian dan tidak diberi makanan. Aku melihat Sunrise yang bajunya terlihat kusut, mungkinkah ia sudah lama dikurung di kamarnya, namun mengapa ia tidak lari ditengah jendelanya bisa dibuka.
"Tidak, kamu tidak baik-baik saja,"ucapku memaksa masuk ke jendela.
Terlihat kamar yang berantakan dari biasanya, menunjukkan pernah ada kekacauan di kamar ini. Melihat mata Sunrise yang sembab aku tau jika gadis yang menangis tadi adalah dirinya.
"Ikutlah aku!" Ucapku menarik tangannya.
"Tidakk! Apa yang kau lakukan! Jika aku meninggalkan kamar ini, aku akan mendapat masalah lebih besar" ucap Sunrise ketakutan.
"Tidak mungkin wanita kejam itu akan memberitahu ayahmu jika kau keluar, bukankah ia juga akan dihukum?"
"Sorry! I can't" ucap Sunrise menarik tangannya dari genggamanku.
Tiba-tiba terbesit ide gila dari kepalaku. Aku langsung meletakkan sebuah boneka besar di kamar tersebut dan memakaikannya dengan gaun Sunrise yang ku temukan berserakan. Setelah itu aku meletakkan boneka tersebut di kamar tidur Sunrise dan menutupinya dengan selimut.
"Lihat! Ia mungkin mengira dirimu sedang tertidur, ikutlah aku, aku tidak akan memaksa lagi,jika memang kau tidak mau pergi,aku akan keluar sendiri" ucapku
"Taapii jika keta.."
"Apa kau tidak mau keluar?"
Sunrise terdiam, kemudian ia berjalan maju perlahan-lahan dan keluar dari jendela. Akupun menyusulnya keluar.
"Tunggu aku akan turun terlebih dahulu" ucapku.
Kemudian aku turun dari pohon, Sunrisepun mulai turun dari pohon dengan perlahan-lahan.aku memegangi kakinya yang mulai dekat dengan tanah. Tiba-tiba kaki Sunrise tergelincir dan kami pun terjatuh "gubrak"
" siapa di sana?" Ucap wanita kejam yang ternyata mendengar suara.
Akupun menarik tangan Sunrise dan bersembunyi di sebuah hutan di belakang kastil,
"Apa kau baik-baik saja?"tanyaku.
"Tunggu...tempat ini..."
Sunrise berlari lebih jauh ke dalam hutan, aku terkejut dan langsung menyusul Sunrise dan berlari mengikuti . Semakin dalam aku pergi semakin takjub dengan pemandangannya. Pohon-pohon besar dengan daun yang berguguran, sungguh ciptaan Tuhan yang sangat indah. Terlena dengan pemandangan hutan, aku kehilangan jejak Sunrise, ia telah pergi lebih jauh. Akupun berteriak memanggil namanya dan terus berlari.
"Sunrise! Where are you?"
Tiba-tiba terlihat jauh di depan tampak sebuah danau besar dengan dikelilingi bukit-bukit tang indah. Aku berlari menuju arah danau itu, semakin dekat semakin tampak keindahanya. Setelah sampai aku hanya terdiam dengan mata yang menelusuri setiap celah pemandangan indah yang aku pandang. Perpaduan antara danau dengan bukit dan terdapat perahu di atasnya. Ditambah sebuah jembatan kayu besar di atas danau yang ditutupi daun merambat di atasnya. Ditengah tenang jembatan ada sebuah pondok kosong dengan teras yang menjorok ke depan.Sunrise pasti akan menyukai tempat ini. teringat akan Sunrise aku langsung kembali berteriak memanggilnya, Dimana dia?

"Bryan! Kau sudah sampai lebih dahulu ternyata" ucap Sunrise tiba-tiba datang.
"Sunrise? Kukira kau tadi tersesat" ucapku lega.
"Bagaimana aku bisa tersesat, tempat ini adalah tempat bermain ku saat kecil, aku dan ibuku menghabiskan hari disini dahulu, masa-masa hanya ada kebahagiaan pada waktu itu"
Aku melihat dengan jelas bahwa Sunrise terlihat gembira datang di tempat ini. Ia tiba tiba pergi ke jembatan itu dan duduk di tepinya dengan kaki yang masuk ke air, akupun mengikutinya dan duduk di sampingnya.
"Bryan! Aku memiliki satu permintaan untukmu, bolehkah?" Ucap Sunrise tiba-tiba.
"Sebuah permintaan? Permintaan apa? Jangan bilang untuk menjauh darimu?" tanyaku
"Hmmm bukann, karena dirimu aku bisa pergi tempat ini lagi, pergi keluar dari kastil dan menghirup udara segar diluar, bisakah aku meminta mu untuk selalu mengajak ku bermain, seperti sekarang, awalnya aku takut saat tadi mencoba kabur, namun ternyata sekarang menyenangkan, jika tidak karenamu mungkin hari ini aku akan tetap berada di kastil itu, jika kau tidak kembali menemuiku mungkin aku tidak berani memberontak seperti ini, aku akan terus tetap berada di kamar dalam kastil tersebut"ucap Sunrise
"Lalu bagaimana nanti? Jika kamu pulang ternyata bibi jahat itu tau kalau kau telah kabur"tanyaku khawatir.
"Tenang saja, seperti katamu di kastil tadi, dia tidak akan memberitahu ayahku mengenai ini, dia juga akan kena marah nanti" ucap Sunrise meyakinkanku.
"Lalu jika bibi itu menyakitimu?"
"Tenang saja ia mungkin hanya berani menampar ku, ia tidak akan berani melakukan seperti ayahku yang berani..." Sunrise tiba-tiba menghentikan ucapannya.
"Ayahmu yang berani apa?" Tanyaku penasaran.
"Ahhh tidak, Hmm sepertinya kita harus segera kembali, lihatlah langit terlihat mendung, mungkin hujan agar segera turun"ucap Sunrise langsung berdiri meniggalkanku.
Aku yang awalnya penasaran tetapi menurunkan keingintahuan ku tentang hal tersebut. Sunrise juga mempunyai privasi pikirku. Kami pun datang dan segera memanjat pohon. Aku naik terlebih dahulu dengan Sunrise dibawah ku yang memegang i tanganku. Aku sampai di dahak lebih dahulu dan tangan Sunrise Kutarik hingga ia bisa duduk di sampingku. Sunrise kemudian langsung memasuki jendela dan berbalik menatapku.
"See you tomorrow!" Ucap Sunrise langsung menutup jendelanya.
Tanganku yang tidak sadar melambai langsung ku turunkan. Berarti apakah ia menerima kau sebagai temannya? Setelah hari itu aku setiap hari pergi mengajak Sunrise untuk keluar dikala ia dikurung.

Akankah ini berlangsung hingga aku dewasa? Apakah kami akan tumbuh dewasa bersama?

Gone For Love || TaeroseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang