Gone

6.9K 538 34
                                    

Sudah tiga hari tanpa telepon dan SMS dari Daniel. BBM dan LINE pun tak ada.

Terkadang aku hanya melihatnya sekilas di Path. Jalan-jalan, makan, mendengar musik, atau baru bangun pagi. Yang paling sering adalah update location, di mana dia selalu men-tag teman-teman main futsalnya di tempat biasa dia main futsal.

Ada sebuah nama yang menempel di Path Daniel akhir-akhir ini : Mala.

Aku terlalu takut untuk menekan nama itu dan melihat siapa dia. Dan menemukan fakta tentang dia bisa membuat aku semakin tertekan dan semakin sulit melupakan Daniel. Jadi aku membiarkan nama itu dan nama Daniel terus berdampingan dan muncul berkali-kali di Path-ku.

Kini aku mulai mengecilkan volume ringtone dan kekuatan vibrate HP. Mulai jarang menengok HP dan aku mencoba fokus dengan kegiatanku dengan Eriska, Mila dan Rerey. Aku sibuk dengan tugas kuliah, makalah, dan segala macamnya.

Aku lebih sering membantu Mama di dapur, tidak pernah membiarkan diriku bengong seharipun di kamar dengan sibuk melipat origami sambil nonton dan menulis cerpen iseng-iseng.

Pokoknya aku sibukkan diriku dengan hal-hal yang positif. Aku memperbanyak pertemanan, aku berjalan-jalan keliling kompleks di waktu senggang, dan mencoba makanan-makanan baru bersama ketiga teman-temanku. 

Kelihatannya sejauh ini baik. Aku tidak lagi terpaku pada ponsel, tidak lagi menunggui kabar dari Daniel. Karena, memang itu tidak etis. Kami kan sudah putus. Buat apa?

Intinya, aku memang sejak awal tak harus berhubungan lagi dengan Daniel. Mungkin memang berbaikan dengan mantan bukan hal yang cocok dan work-out untuk setiap hubungan.

Ah, berarti sekarang saatnya aku untuk masa bodo dan melepaskan semuanya.

"Jess, lo gak mau telepon Daniel?"

Tap. Langkahku terhenti.

Hari ini aku sedang jogging di Monas bersama Rerey dan Mila. Dan aku tidak menyangka pertanyaan itu akan meluncur dari mulut Rerey. Kami sudah merencanakan ini setelah sekian lama, setelah kunjungan rutin kami ke berbagai wisata kuliner dan food truck. Sekarang saatnya kami membakar lemak.

Namun pagi ini aku tidak menyangka pertanyaan itu akan meluncur dari mulut Rerey yang sejak kemarin paling kontra soal hubungan setelah putus-ku dengan Daniel.

Aku menatap Rerey yang balik menatapku dengan sedih dan iba. Aku memegang kedua ujung handuk yang tergantung di leherku dan mengenggamnya erat. Jelas mau. Gue mau telepon Daniel. Dari kemarin gue pengen. Tapi gue bisa apa, Rey?

Cepat-cepat kukibas kepalaku untuk menghilangkan benak bodoh itu. Aku berputar dan tersenyum pada Rerey. "Udahlah, Rey. Lagian gak normal kalau mantan masih komunikasi terus-terusan. Apalagi, gue lagi proses healing. Yah, gak lucu aja kalau gue masih berhubungan sama sesuatu yang ingin gue coba hindari!" jawabku akhirnya. Aku pun kembali berlari santai.

Dalam beberapa langkah, aku baru sadar kalau kedua temanku itu tidak menyusulku berlari. Aku berbalik dan melihat ke arah mereka berdua yang menatapku dari kejauhan. Haduh, mereka itu kenapa lagi coba? Aku mendengus dan berlari kecil ke arah mereka. "Kok bengong? Ayok, kita lanjut!" ajakku.

Mereka berdua masih memperhatikanku dengan tatapan sedih.

Aku mendengus. "Guys, come on... gue udah gede. Kenapa sih kalian harus mikir kalau gue gak bisa move on? Setiap hari, gue nyari kegiatan positif, gue lakuin berbagai kesibukan, semua karena menurut gue... kalau Daniel bilang 'kita udah beda', ya berarti emang kita udah beda! Gak ada yang bisa diubah, gak ada yang bisa kembali seperti dulu. Dan... udah, gitu. Gue masih punya jalan panjang!" aku mencoba menenangkan mereka. Menekankan bahwa Jessica Aurelia ini baik-baik saja.

Breakeven: A Sad Opening StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang