Eight : Cinta itu hal gila

100 13 4
                                    


"Kau harus menempatkan pandanganmu tepat pada apel itu. Mengerti?"

"Baik, aku mengerti."

Salah satu diantaranya mulai mengambil posisi siap, dan mengarahkan bidikan panahnya pada salah satu buah apel yang masih berada di pohon dengan sungguh-sungguh.

Mata sebelah kanannya ia pejamkan, berusaha memfokuskan ujung panahnya untuk membidik buah itu.

Saat dirasa itu sudah tepat pada titik incaran, dengan yakin ia lepaskan bidikannya.

Slak!

Panahnya melesat cepat dari kejauhan, dan berlomba-lomba bersama terbangan angin. Namun sayang, ternyata panah itu tidak tepat pada sasarannya.

Pemuda yang awalnya nampak yakin dan antusias itu kini menunjukkan raut kecewa pada dirinya sendiri.

"Tidak apa-apa, Sungchan ...."

Tepukan pada pundak ia terima, dari sosok pemuda lain disisi kanan tempatnya berdiri. Dirinya lalu tersenyum lebar, saat memandang wajah sosok itu.

"Kenapa kau tersenyum seperti itu?"

Pangeran Sungchan masih saja tersenyum lebar, dan semakin lebar saat sosok pemuda dihadapannya kini menampilkan raut wajah kebingungan yang sangat menggemaskan.

"Sepertinya ... kau sudah gila," ujar sosok itu.

"Aku memang sudah gila."

'Karena dirimu ....'

"Bagaimana seorang pangeran sepertimu bisa menjadi gila, hm?" sosok itu seolah menantang pangeran Sungchan yang kini justru malah menunjukkan senyum miringnya.

"Seorang pangeran juga manusia ... kau tahu?"

"A-apa yang kau lakukan?" sosok itu terlihat panik saat salah satu pangeran yang ia ajari memanah tadi perlahan mendekati dirinya.

Sedangkan pangeran Sungchan tak memberikan respon apapun, dan masih mempertahankan senyum miring khasnya.

"Kau juga pangeran jika kau lupa," kata pangeran Sungchan. Dirinya berusaha untuk lebih mendekat pada sosok itu, dan merengkuh pinggangnya dengan sebelah tangan, setelah mengalungkan busur pada bahunya.

"Aku tahu. T-tapi, apa yang akan kau lakukan?!" sosok itu tanpa sadar menaikkan nada bicaranya. Kedua tangannya mencoba untuk menahan dada bidang pangeran muda didepannya, namun ternyata tenaganya tak jauh lebih kuat untuk melawan.

"Lihatlah dirimu ini. Bagaimana bisa seorang pangeran sepertimu mempunyai tubuh mungil, hm?" tanya pangeran Sungchan tepat disamping telinga sosok yang tadi ia rengkuh pinggangnya.

Hal itu rupanya membuat sosok itu memejamkan mata dan menahan nafas; gugup.

"Tubuhmu ini benar-benar mungil, dan sangat serasi dengan tubuhku. Pinggang milikmu begitu ramping, dan ... wajahmu ini nyaris seperti wanita. Apa kau tahu itu?" sosok dihadapannya sedikit menggeliat, saat tangannya mengelus pinggang itu dengan pelan. Dirinya tersenyum puas, ketika bibir sosok itu terbuka lalu mengeluarkan alunan merdunya.

"Ugh ... j-jangan lakukan ini ...."

"PANGERAN HAECHAN!"

Keduanya sama-sama menoleh dan mendapati seseorang yang tadi berseru ditengah kegiatan mereka.

"Ada apa, pangeran Soobin?"

"T-tidak! em ... maksudku, iya!" pangeran Sungchan menaikkan alisnya, pertanda bingung.

"A-aku kesini ... hanya ingin memanggil pangeran Haechan. A-ada beberapa surat untuk pangeran Haechan dari kerajaannya," jelas pangeran Soobin.

"Benarkah?!" sosok itu; pangeran Haechan, bertanya dengan nada antusias mendengar penjelasan dari teman asramanya.

"I-iya pangeran ...."

"Jika begitu, tunggu apalagi? ayo kita pergi!" pangeran Haechan kembali berseru semangat dan menggandeng tangan temannya, meninggalkan hutan itu untuk kembali ke asrama.

Melupakan satu pangeran lagi yang memandang salah satu dari keduanya dengan tatapan memuja.

"Hari ini, mungkin aku belum bisa untuk mencuri bibirmu. Tapi ... kita lihat besok." gumam pangeran Sungchan. Dirinya lantas meninggalkan hutan itu, dan berjalan berlainan arah untuk kembali ke asrama juga.

Sedangkan, sesosok pria yang sedari tadi mengamati kegiatan dua pangeran itu, perlahan keluar dari persembunyiannya.

Lantas ia berucap lirih, "Dia benar-benar seperti dirimu ...."

'Anakmu sama persis denganmu, gendut ....'
_____

Dua pemuda manis dengan perbedaan tinggi yang tidak begitu jauh itu terlihat sedang tertawa bersama, ditepi kolam kecil dekat dengan kebun bunga milik mereka.

Sepasang kakak adik itu, nampak membicarakan hal menyenangkan dan terdengar seperti lelucon bagi keduanya.

Jari-jari mereka menari handal, memilah bunga-bunga harum dari dalam keranjang masing-masing.

Mengabaikan tatapan-tatapan kagum dari dua sosok lain didekat aula, yang sama-sama sedang memandang mereka berdua.

"Hyung ... kau tahu? pemuda manis yang memangku keranjang berisi bunga teratai itu adalah sosok yang aku maksudkan."

"...."

"Dia yang membuatku jatuh cinta untuk pertama kalinya, sejak diriku lahir dan hidup di dunia ini. Tidak pernah aku merasakan perasaan ini sebelumnya ... tapi, saat aku menginjakkan kakiku pertama kali disini, aku langsung merasakan perasaan itu. Jantungku berdegup kencang, ketika melihat sosoknya."

Masih tak ada jawaban, hingga ....

"Jangan sampai kau menyesal, pangeran Jeno ...."

Pangeran Jeno hanya terkekeh pelan, dan melirik sosok yang lebih tua disampingnya.

"Katakan itu pada orang yang juga merasakannya, hyung ...."

"Apa maksudmu?" tanya pangeran Minhyung yang masih bertahan dengan raut wajah tenang miliknya.

Pangeran Jeno tak menjawab, dan hanya tersenyum kecil sembari memandang sosok pujaan hatinya disana.

'Lagi-lagi ... anakmu memang sama persis, seperti dirimu. Gendut ....' ucap sesosok pria dalam hatinya, yang sedari tadi menyimak percakapan dua pangeran dilatar aula miliknya.

Lalu pandangan sosok itu beralih, menatap kedua putranya yang masih asik berurusan dengan bunga-bunga hasil panen keduanya.

To be continue

Always love you {Markren}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang