TARIK TAMBANG

468 3 0
                                    

Hari ini adalah perayaan ulang tahun sekolahku. Para siswa begitu semarak mengikuti perlombaan di lapangan sekolah. Ingar-bingar mereka dapat kutangkap dari dalam kelas.

"Yes, buyah!" Betapa girangnya aku karena berhasil menumpas lawanku dalam gim ponsel.

Saat berniat menyambung rute gim selanjutnya, aku dikejutkan dengan suara panggilan Diana. Napasnya masih satu-satu.

"Eh, Du. Kok di kelas aja, sih?" ujarnya.
"Ya kan soalnya aku enggak disuruh ikut lomba apa-apa. Cuma jaga kelas," balasku.
"Kata siapa kamu enggak ikut lomba, Du? Sana temenin Andre lomba tarik tambang!"
"Lha, tapi kan...." Aku melirik badanku yang memakai seragam putih abu-abu.
"Udah, udah. Enggak perlu kuatir," tandas Diana.

Diana merangsek masuk kelas. Membuka isi tasnya, lalu mengambil sebuah barang dari tasnya. Sejurus dia menyergap badanku sembari menyodorkan barang itu.

"Nih, pakai punyaku dulu. Nanti kalau udah selesai lombanya, jangan langsung dibalikin ke aku, ya?" Diana berbicara tanpa jeda.

Alhasil, aku terima-terima saja tawaran percuma dari gadis itu. Secepat ia menghilang dari lorong kelas.

Mulanya aku terperangah melihat seragam olahraganya yang kugenggam. Betapa berbulu setelan atasnya. Sablonannya, sangat-sangat sempurna. Ditambah aroma minyak wangi mahal di sekujur seragam.

"Beda banget ya sama seragam olahragaku," batinku.

Aku pun bergegas ke kamar mandi untuk berganti kostum. Cukup lama. Aku sempat bermasalah di bagian ketiak dan lutut. Kupikir, karena badanku yang kebesaran dibanding Diana.

Betapa terkejutnya aku ketika melihat cermin di kamar mandi. Sungguh sangat menyatu padu, seragam olahraganya Diana di badanku. Beginikah rasa memakai seragam olahraga yang "sesungguhnya"?

Aku terjebak dalam halusinasi di kamar mandi sekolah.

*-*-*

"Du, Du. Darimana saja, sih?" Aku mendengar sahutan Andre dari kejauhan.

Aku sebenarnya tidak yakin untuk turun ke lapangan. Melihat betapa sesaknya pakaian olahraga yang aku kenakan. Bahkan bajuku sempat tidak cukup menutup punggung. Membuat aku harus menaikkan pinggang celana.

Selain itu, aku malah membayangkan Andre dan Mita bakal menginterogasi diriku. Apakah dia curiga dengan seragamku? Apakah mereka tahu ini seragamnya Diana?

"Woi.... Cepetan!"

Sontak kakiku menuruni anak tangga. Menuju tempat Andre berada.

Aku melangkah cepat. Menerobos barisan siswi yang antusias menonton. Sempat kudapati pandangan aneh dari arah mereka. Seolah menghakimiku atas seragam yang kukenakan.

Tali tambang sudah kupegang. Aku berdiri persis di belakang Mita. Dari kejauhan, Pak Irfan mengangkat bendera merah.

Lomba pun dimulai!

Teriakan dukungan begitu kencang kudengar. Baik buat kelasku, maupun XII MIA 2, lawanku. Silih berganti tarikan dan dorongan aku rasakan di sekujur badan. Menggoyang naluri mudaku.

"Terus! Terus!" Andre tak henti menyemangati anggotanya.

Kami menarik tali kencang-kencang. Rupanya mereka tak pantang semangat. Tubuhku sempat terseret ke depan. Dan keringat mulai membanjiri wajah.

Aku berikan segenap tenagaku. Tenaga untuk memenangkan lomba ini. Supaya naluriku bisa terobati.

Tapi yang kuharap tidak berjalan mulus. Bukannya dorongan semangat, malah dorongan nikmat yang kuraih. Bagaimana tidak? Mita sedari tadi mengangkat pinggang celananya. Ditambah punggung bajunya yang mulai kuyup dengan keringat.

"Jangan loyo! Tarik terus!" ujarku dalam hati.

Ku terus menahan nikmat sesaat. Kututup mata supaya fokus. Yang ada malah aku jatuh tersungkur.

Tali terlepas. Disambung dengan tepukan meriah untuk siswa XII MIA 2.

"Kamu enggak apa, Du?" Mita menjemputku.
"Ti-tidak apa-apa, Mit."

Aku balikkan siku kiri dan kananku. Beruntunglah tidak ada sobek ataupun noda.

Karena kelasku sudah gugur di perlombaan, waktunya aku kembali ke markas. Bagai seorang paskibra, aku menaiki anak tangga dengan satu langkah perlahan. Ini karena selangkanganku kian sesak akibat gesekan celana olahraga.

Kutengok, kelasnya masih sepi. Berhubung Diana tak kunjung tiba, jadilah setelan olahraga ini kubawa hingga ke ranjang.

+++
Bersambung
+++

DUHANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang