Last Dance

took

Ada rasa bahagia dan panik dalam hatiku saat menyadari fisikku yang kembali ke kondisi puluhan tahun yang lalu.

Tempat yang awalnya berwarna putih pucat ini berubah menjadi tempat yang asing.

Tempat yang kurasa adalah tempat orang-orang kaya berdansa pada jaman aku muda.

Jaman-jaman yang membahagiakan sekaligus menyakitkan.

Jaman dimana aku menemukan duniaku dan kehilangannya dalam waktu sekejap.

"Nona Hanna, selamat datang."

Kulihat seorang pria muda yang berdiri dengan tegap tidak jauh dariku.

Ia tengah mengenakan baju formal berwarna hitam dan putih.

Dan wajahnya tertutup dengan topeng hitam yang hanya separuh.

Ia terlihat tampan.

Sepertinya penjaga gerbang kematian dipenuhi dengan ketampanan dan kecantikan yang luar biasa.

"Hari ini adalah dansa terakhirmu dengan wujud ini dan aku adalah pasanganmu hari ini. Apa kau berkenan?"

Siapa yang tidak berkenan diajak berdansa dengan lelaki muda yang tampan?

Kuraih tangannya yang terlihat bersedia untuk menyambutku sejak tadi.

Tangan besar yang terasa sedikit kasar, pertanda tangan yang sering digunakan untuk bekerja keras. 

Mirip sekali dengannya.

"Apa ada seseorang yang sedang kau pikirkan saat ini?"

Sosok didepanku bertanya sambil berusaha memposisikan dirinya denganku.

Dia cukup tinggi, setinggi cucu lelakiku yang tak kalah tampan.

Aku tidak merasa pantas berdansa dengan pria yang mungkin seumuran dengan cucuku yang paling muda.

"Ada."

"Siapa? Kalau aku boleh tahu."

"Suamiku."

Kupandang wajahnya yang disinari cahaya yang datangnya entah darimana.

Tapi ia terlihat bersinar.

Rahangnya terlihat sangat tegas, ditambah dengan posisinya sedikit mendongak.

Pemandangan yang indah setelah meninggal.

Pemilik wajah indah itu tidak terlalu banyak menatapku, mungkin karena sulit untuk menundukkan kepalanya untuk menatap mataku.

"Kau terlihat cantik malam ini."

-cont-