Aku dan Miko terduduk di kursi masing-masing, rupanya di ruangan ini bukan hanya kita berdua melainkan ada beberapa lagi yang bukan dari divisiku. Di pojok sana lelaki dengan duduk tegap menatap lurus yang mempunyai julukan; si tangguh Bhadrika Wicaksono, lalu di depan Bhadrika ialah si pemanah handal tak lain ialah Gardapati dan di samping Bhadrika ialah si yang adil dalam membuat keputusan siapa lagi kalau bukan Pramana Poetra Wirana.Ketiga lelaki itu memang terkenal, namun aku tak pernah bercengkrama hanya sekedar menyapa. Tentu saja aku selalu bersama Djatmiko karena dia adalah teman kecilku.
"Rupanya kalian sudah kumpul, baiklah sebelum aku kasih tahu misi apa yang akan kalian kerjakan kalian harus lihat ini dulu."
Batara sebagai kepala divisi agen intelijen itu menekan tonbol remot pada layar putih di depan kita semua. Aku terkejut ketika layar putih itu berubah menjadi layar yang penuh darah.
Apa-apaan ini, Batara ingin mengajak kita menonton film yang akhir-akhir ini trending di kalangan masyarakat? Atau apakah Batara ingin aku menjadi salah satu dari mereka.
"Apa yang Anda maksud, Tuan?" Aku bertanya, jelas karena aku sangat bingung apa maksud dari dia yang memperlihatkan pada kita tentang itu.
"Tunggu sebentar Nona lakeswara, " katanya dengan tenang.
"Lalu apa maksud Anda, memperlihatkan seperti itu pada kita? Atau apa Anda menyuruh kita untuk berpura-pura menjadi seperti mereka? Itu konyo-"
"Benar! Tapi bukan menjadi seperti mereka, tapi atau bisa jadi salah satu dari kalian akan menjadi seperti mereka."
Sangat konyol bukan, apa Batara itu sudah tak waras. Bagaimana mungkin dia berkata seperti itu, aku muak ingin pergi saja dari sini.
Seolah mengerti pikiranku Batara berkata, "Semua kota telah dilanda wabah, namun kita bersyukur wabah itu belum sampai pada kota Jakarta."
Aku diam, semuanya pun diam kebingungan.
"Zombie?" ujar Pramana membuatku menoleh.
Batara mengangguk, "Seperti Zombie namun lebih berbahaya."
Tidak. Aku tidak percaya ini semua, mungkin ini hanya sebuah lelucon yang dilemparkan Batara agar kita semua tak merasa tegang untuk menjalankan misi.
"Ini laporan dari berbagai sumber kota-kota lain, banyak sekali korban berjatuhan. Dan banyak juga virus itu merusak kewarasan manusia." Batara melanjutkan menggeser-geser layar itu, memberitahu pada kami tentang kondisi-kondisi di kota lain.
"Apa penyebabnya?" Kali ini Bhadrika yang bertanya. Aku hanya diam menunggu jawaban dan penjelasan dari Batara.
Batara mengangguk lalu dia mengubah layar itu ke dokumen medis. "Para peneliti yang tak bertanggung jawab mencoba mencari penemuan baru, namun biadabnya malah manusia yang menjadi korban percobaannya."
Layar itu menampilkan profil seorang laki-laki dengan identitasnya. "Dia adalah Dr. Herman berasal dari Bandung yang berstatus menikah mempunyai seorang Putri yamg baru berusia 6 bulan. Dia adalah korban kekejaman para peneliti itu, setelah mereka menyuntikkan cairan yang mengandung bahan berbahaya pada tubuh Herman mereka tidak mengisolasinya. Bahkan para peneliti membiarkan dia pulang ke rumah, awalnya Herman mendapatkan gejala ringan seperti kepala pusing namun lambat laun kepalanya semakin sakit dan hidungnya mengeluarkan darah demi tak membuat anak dan istrinya celaka dia mengisolasi diri di sebuah tempat, akan tetapi salah satu petani yang pulang dari lahan pertaniannya dikejutkan dengan munculnya Herman yang sudah kehilangan akalnya. Herman mengigit dan mengoyak petani itu."
Mendengar itu aku mendadak lemas, tidak mungkin. Sempat berpikir bahwa itu semua hanya terjadi di film dan fiktif belaka tapi ternyata ada di kehidupan nyata, sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Underground
HorrorSeluruh dunia dilanda wabah yang sangat mengerikan sehingga mengakibatkan populasi manusia di dunia terancam nyawa serta akal pikirannya. Gandes poetry lakeswara ditemani ke-empat rekannya, mendapatkan misi untuk mencari serum yang telah disembunyik...