9. Yang tak bersalah dihakimi

5 0 0
                                    

Kami semua sibuk para Mahiji semakin brutal. Jalanan raya benar-benar dilumpuri oleh darah mereka, aku menengok ke arah Pramana berada. Salah satu Mahiji ingin menyerangnya dari belakang dengan gerakan cepat aku menembaknya. Pramana menengok ke arah belakang terkejut. "Hati-hati Pram! Mereka ada di mana-mana jangan sampe lengah!" Pramana mengangguk memberi jempol padaku.

Bhadrika membanting Mahiji yang menyerangnya dari belakang. Lalu Gradapati menancapkan panah pada para Mahiji yang mencoba berlari ke arahnya, sedangkan Miko mematahkan leher Mahiji dengan pedangnya. Mereka bergerak sangat cepat penuh energi, tidak ada kata ampun mereka terus menghajar para monster habis-habisan.

Mahiji di depanku ialah seorang wanita dia menatapku kosong. Darah menutupi setengah wajahnya, lengan kirinya patah. Jiwa manusianya sudah tak ada lagi di dalam dirinya.

Lalu apakah mereka mati dengan keadaan seperti ini, kesadaraanya telah diambil alih oleh virus itu. Sempat berpikir apakah rohnya sudah berada bersama para malaikat atau justru rohnya masih terjebak oleh virus itu.

Sedikit tak tega ketika aku ingin menembaknya tatapan tak berdosa itu menusuk ke dalam hatiku. Dia diam saja tak menyerangku, dengan rasa tak tega aki menarik pelatuk sampai pada akhirnya benar-benar membunuhnya. Ya tuhan maafkanlah aku.

"Ayo pergi."

Suara Bhadrika menyadarkanku, menatap keliling jalan penuh kengerian. Bangkai jasad Mahiji yang telah kami habisi begitu banyaknya. Sebenarnya siapa yang monster, mereka yang tak berdosa namun dihakimi atau kami yang justru berdosa telah menghakimi mereka.

Aku mengekor di belakang teman-temanku. Berjalan dengan penuh waspada. Tiba-tiba seseorang memelukku, tangan kecil itu melingkar di bagian perutku.
Manusia jalanan itu yang aku selamatkan menyambut dengan pelukan, dia menetaskan air mata. Aku mengusap rambutnya yang kasar, "Hei kenapa kau menangis bocah?"

Dia mengusap air matanya, "Terima kasih karena telah menyelamatkanku." Dia berdiri tak tegap.

"Bagaimana lukamu?" kataku melihat kakinya yang sudah dibalut kain.

"Lukaku tak parah hanya tergores, temanku membantuku membalutnya."

Aku mengangguk, "Terima kasih juga karena kau memberitahu temanku."

Teman-temanku duduk melihat interaksi kami berdua. Mereka kelelahan.

"Kau terluka," kata manusia jalanan itu.

Aku mengernyit, lalu melihat lenganku dan benar darah keluar menetes. Bhadrika bangkit menarik lenganku raut kekhawatiran terlihat jelas pada wajahnya. "Ini hanya luka kecil jadi kalian tak usah khawatir," kataku.

Tapi tanggapan Bhadrika justru membuatku terkejut dia menarik lenganku paksa menyuruhku untuk duduk. Aku hanya diam ketika dia menggulung lengan kemejaku ke atas.

"Ini bukan gigitan atau cakaran, hanya goresan dari benda tajam." Dia mengambil kotak P3K di ranselnya, menumpahkan alkohol pada kapas lalu ditempelkan pada lukaku. Aku meringis ketika alkohol itu bersentuhan dengan kulitku, dia menatapku aku justru memalingkan wajah dengan menahan rasa nyeri membiarkan dia untuk membalut perban pada lenganku yang terluka.

"Terima kasih," kataku. Dia diam tak membalasnya sibuk membereskan kotak P3K. Aku bergeser duduk di samping Miko, dia melirikku sebentar lalu kembali dengan kegiatannya.

"Kita harus segera pergi," ucap Pramana menunjukkan arlojinya.

"Tapi Gandes masih lelah," kata Miko.

Aku menepuk pundaknya dengan menggeleng lalu bangkit, "Aku masih berenergi Mik."

Pemimpin manusia jalanan mendekatiku, dia terdiam dengan menunduk.

"Ada apa?" tanyaku yang sedang memasukkan peluru pada pistol.

"Kami minta maaf sudah mengganggu kalian." Dia mengangkat kepala menatapku merasa bersalah.

"Tidak apa-apa justru bagus kalian menjaga tempat ini." Aku tersenyum tipis, aku tahu tujuan mereka. Menjaga tempatnya dari orang asing yang ingin menghancurkan. Tapi pada akhirnya kami memang benar-benar membuat semuanya hancur.

"Dan terima kasih telah menyelamatkan adikku."

"Rupanya dia adikmu," aku melambai pada anak kecil yang ku selamatkan itu menyuruhnya untuk mendekat. "Hidup atau mati kau harus tetap menjaga adikmu, karena walaupun dia terlihat dewasa akan tetapi pada dasarnya dia masih anak kecil seumurannya, kau tak boleh meninggalkannya seperti tadi."

Aku menatapnya dia menunduk, mengambil satu kantong plastik dari ransel menyerahnya pada anak kecil itu. Dia kebingungan, aku menyuruhnya untuk melihat isi di dalam kantong plastik itu.

Kedua matanya berbinar. "Roti," lirihnya.

"Makanlah... Dan bagikan ke yang lainnya juga," kataku mengusap rambutnya.

Dia memelukku lagi dengan berterima kasih. Aku mengambil dompet lalu menyerahkan 3 lembar ratusan pada pemimpin itu. Dia menolak, dia tak mau uang lagi karena aku sudah menyelamatkan adiknya. Tapi tetap saja dia butuh itu, aku memaksanya untuk menerima sampai akhirnya dia menerima uang pemberianku. "Terima kasih, Nona. Kalian sangat baik. Semoga kalian selalu dilindungi."

Aku mengangguk bersiap untuk pergi kembali pada tujuan. Berjalan menjauhi mereka para manusia jalanan, dengan membalas lambaian tangan yang mereka berikan sebagai salam perpisahan.

Jalanan yang kami lalui terasa sepi hanya ada rongsokan mobil dan motor yang berada di kedua sisi jalan. Tak ada tanda-tanda adanya bahaya dan ancaman kali ini, bernafas dengan lega setidaknya kami bisa memulihkan energi walaupun hanya berjalan dengan santai.

Aku tak habis pikir ternyata jalanan raya sangat rawan. Mahiji berkeliaran lebih banyak daripada di hutan. Mungkin mereka adalah para pengendara yang terjebak di jalanan sehingga mereka berakhir menjadi Mahiji.

Lalu para ilmuwan dan orang-orang yang mendukung proyek ini berjalan apakah mereka semua juga berubah menjadi Mahiji. Atau justru mereka malah mengisolasi diri. Sungguh kejam mereka yang berdosa tanpa bertanggung jawab membiarkan seseorang menjadi kelinci percobaan virus itu dan akibat ulah mereka seluruh dunia terkena imbasnya.

Kami kelelahan berhenti sebentar untuk minum lalu kembali berjalan. Sampai menemukan tempat untuk bisa beristirahat sebentar. Perjalanan kami masih sangat panjang, kami harus bergerak cepat sebelum serum itu hilang. Terambil alih oleh mereka yang mempunyai wewenang.

"Mereka yang tak bersalah dihakimi, mereka yang bersalah terlindungi."

Underground Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang