5. Mahiji x-1

13 2 0
                                    


"Jangan lupakan mereka juga bagian dari kita."

Gardapati menyadarkanku dengan menepuk pundakku secara kasar. Aku sempat linglung apalagi ketika kisaran 10 Mahiji tergeletak tak berdaya. Aku menatap semua rekanku memastikan bahwa mereka baik-baik saja mereka semua berdiri dengan nafas yang tersengal dengan menatapku. Ini baru permulaan.

"Kalian baik-baik saja?" tanyaku sangat mengkhawatirkan mereka.

Semuanya mengangguk membuat diriku bernafas dengan lega, temanku masih lengkap dan tanpa cidera.

"Kita berkemas, tempat ini tak aman!" Bhadrika berucap memerintahkan.

Aku hanya bisa mengikuti perintahnya, kembali ke dalam tenda mengemasi semua barang-barangku.

Menulusuri hutan kembali dengan posisi sama seperti awal memasuki hutan. Bhadrika mengacungkan pedangnya untuk menebas semak-semak yang menghalangi jalan. Aku tak habis pikir, bagaimana bisa mereka para Mahiji memasuki hutan.

"Kenapa mereka bisa sampai sini?" aku bertanya pada semuanya memecahkan keheningan di jalanan.

"Mungkin mereka adalah pemburu? Lihat saja dari pakaian mereka." Pramana menjawab dengan santai. Selain dijuluki si yang adil ingatan Pramana terjamin bahkan hal sekecil pun ia dapat mengingatnya dengan detail.

Aku hanya mengangguk tanpa bertanya lagi.

"Apakah masih banyak lagi?" Kali ini Miko yang bertanya.

Namun belum sempat menjawab pertanyaan Miko, Bhadrika lebih dulu berucap. "Ya, dan sekarang waktunya." Dia berhenti, menoleh ke belakang memberi tapapan peringatan pada kami lalu menunjuk ke depan sana.

Kembali dikejutkan depan sana banyak sekali Mahiji yang sedang bergerak-gerak tak tahu arah, ada yang mencakari pohon ada juga yang memukuli kepalanya sendiri. Sangat mengenaskan dan tak manusiawi. Entah dunia ini berbuat apa sehingga mendapatkan kutukan seperti ini.

Semuanya bersiap dengan senjatanya masing-masing. Bhadrika mengacungkan tangannya memberi aba-aba pada kami bahwa menunggu perintah darinya. "Ayo!" perintahnya.

Kita semua berlari ke arah para Mahiji dan nampaknya mereka semua langsung sadar akan datangnya makanan segar yang menyapa hidungnya.

Aku menembak mereka ketika mereka ingin menyerangku, di sisi kananku Miko dengan pedangnya menangkis semua Mahiji yang ingin mencabik tubuhnya, lalu di sisi kiri ku ia Gradapati dengan panah andalannya memanah semua Mahiji dari jauh maupun dekat. Sedangkan Bhadrika dan Pramana di ujung sana mereka menangis dengan tangan kosong, senjata mereka terpental jauh ketika melawan para Mahiji.

Kita semua berperang dalam amarah masing-masing, sangat brutal dan tanpa berperasan. Hampir 30 menit sebelum mereka semua benar-benar tumbang. Aku menatap para Mahiji yang tergeletak dengan nafas memburu, kemudian menutup mataku sebentar lalu membuka kembali ketika melihat mereka tak berdaya membuat hati kecilku iba. Aku memang tak berperasaan membunuh dan mengoyak tubuh mereka, walau bagaimanapun mereka juga pernah menjadi bagian dari kita.

"Kita berdosa menghakimi mereka seperti ini," kata Pramana mengusap wajahnya frustrasi.

"Bukan kita, mereka yang membuat dunia ini hancur yang berdosa. Kita hanya menyelesaikan misi demi menyelamatkan dunia kita." Bhadrika benar, aku dan mereka hanya menjalankan misi untuk menyelamatkan dunia. Kita adalah harapan terakhir bagi mereka. Ketika dunia sedang diujung kehancuran justru kita yang akan mengembalikan dunia seperti semula.

Aku menatapnya dari kejauhan, Bhadrika adalah sesosok lelaki yang gagah dan tegas aku mengakui itu. Aku menyadarkan kembali pikiranku yang larut dalam bayangan-bayangan kesempurnaan sesosok Bhadrika.

Kembali ke tujuan utama. Kita berjalan dengan melewati bangkai-bangkai Mahiji dalam penuh kengerian. Kembali menulusuri hutan itu dengan berjalan penuh waspada dan sangat hati-hati. Mungkin di depan sana masih banyak lagi atau bisa bertemu dengan yang lebih berbahaya.

Underground Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang