BAB. 6 Brother

1.1K 58 0
                                    

Clarissa bertopang dagu dengan siku yang menempel pada lututnya, sudah setengah jam Clarissa duduk di teras rumah, berharap Amber datang ke rumahnya seperti yang dikatakan Ayahnya.

Kring kring

Wajah Clarissa langsung berubah sumringah mendengar bel sepeda yang semakin dekat, kakinya langsung berdiri begitu satu sepeda memasuki halaman rumah Eyang, ia berlari menghampiri Amber.

Amber datang dengan sepeda yang berbeda dari sebelumnya, sepeda lipat berwarna pink.

"Haii..." sapa Amber tersenyum manis, tanpa turun dari sepeda, "Kamu mau ikut nggak?"

"Kemana?"

"Ke rumah Mamasku, di desa sebelah."

Mata Clarissa berbinar, "Mauu!!"

"Mau pamit dulu?"

Clarissa menggeleng karena sebelum Ayahnya pergi sempat berpesan boleh pergi asalkan tidak terlalu jauh dan tidak pulang terlalu sore.

"Clarissa ambil sepeda dulu.." Pamit Clarissa sebelum berbalik menuju samping rumah, mengambil sepeda miliknya sendiri.

Clarissa mengayuh sepeda bersebelahan dengan sepeda milik Amber, mereka membawa sepeda dengan kecepatan santai dengan diiringi obrolan ringan. Tenang saja, tidak ada orang lain yang membawa kendaraan selain mereka berdua, malahan sepi, jadi aman jika mereka bersebelahan.

Sekitar empat menit mengayuh sepeda akhirnya mereka memasuki halaman rumah kayu  yang dikelilingi oleh pagar kayu dengan tanaman hijau yang melilit pagar tersebut.

Sepeda Clarissa membuntuti Amber dari belakang, melintasi kebun sayuran yang tertanam rapih pada halaman rumah kayu berlantai dua tersebut.

Jalur yang dilewati keduanya untuk melewati kebun tidak terlalu lebar, bisa untuk dua sepeda namun karena takut stang sepeda keduanya bertenggoran, Clarissa memilih di belakang Amber saja.

Clarissa memarkirkan sepeda bersebelahan dengan milik Amber, Amber menggenggam jemari Clarissa, membawanya ke samping rumah mendekati wanita setengah baya yang sedang menuang air mendidih dari panci kemudian memindahkannya pada poci yang Clarissa tebak berisi bubuk teh.

Dari yang Clarissa lihat, beberapa penduduk asli desa Eyangnya dan sekitarnya memiliki selera meminum teh dengan bubuk teh, bukan teh kantong celup, lalu menggunakan air panas yang direbus terlebih dahulu menggunakan kayu bakar.

Mereka tidak menyaring, membiarkan ampas teh ikut masuk dalam gelas. Menyeruputnya dengan membiarkan ampas teh yang masih sedikit kasar pada gelas.

Eyang Sarah sendiri menyukai teh tubruk, teh yang masih sedikit kasar, dengan dua merk berbeda di tuangkan pada cangkir lalu menambahkan gula, meminumnya dengan keadaan masih panas, Clarissa yakin jika dirinya mengikuti Eyangnya pasti lidahnya akan sering sariawan.

Setelah lumayan lama tinggal di desa, sekarang Clarissa lebjh menyukai teh tubruk daripada teh celup. Kadang jika Eyang Sarah tidak berada di rumah, Clarissa menambah kental manis, jadilah milk tea.

"Budhe..." panggil Amber keras, membuat wanita yang sedang mencapit dan memindahkan ubi dari panci satunya menuju piring itu menengok lalu tersenyum hangat.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 03 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DARK: Secret Fate (Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang