Chapter 1 - Bukan Creepypasta

364 18 2
                                    

SAMMY POV

"Come on, pap! I wanna go too..." Aku memandang wajah ayah dengan memelas.
"No, Sam. You're not health enough," tolak ayah tegas.
"Jazz..." Aku merengek pada kakakku.
Jasper melirik ayah sebentar takut-takut, mengangkat bahu. "Sorry, Sam. I can't help you," ucapnya dengan nada menyesal.
"Ayah..." Ucapku manja. "Aku cuma flu doang..."
"No is NO, Sam," ucap Ayah, pergi bersama Jazz menuju rumah Om Ruki dan Tante Krystal.
Aku mendengus kesal, menghentakkan kaki menuju kamar.
Liburan dan sekedar mengisi kebosanan malah jadi sakit gini. Kemaren malem aku, ayah dan Jazz baru aja sampai di Amerika. Dan sekarang tinggal di rumah kecil yang tidak jauh dari perusahaan ayah. Aku anak yang baru saja menginjakkan kaki di umur lima belas tahun. Ayolah, aku juga pengen ikut lihat rumah Om Ruki sahabatnya ayah itu kan. Masa cuma gara-gara aku kena flu, ayah gak ngijinin aku ikut? Gak adil banget! Tau gitu kan aku mending di Indonesia bareng bunda dan Fany.
Di sini aku gak kenal siapa-siapa, terus aku mesti ngapain sendirian di rumah ini? Emang sih gak terlalu kecil dan terlalu besar juga rumahnya. Tapi, yang bikin aku suka ada lapangan basket deket sini, aku bisa main basket sepuasnya deh. Setidaknya hobi aku gak bikin gue boring di rumah.
Masa bodo sama flu yang aku derita saat ini. Aku memilih baju yang nyaman dipake, gak terlalu terbuka dan gak terlalu tertutup juga. Pasti ngerti kan maksud aku gimana?
Cocok lah bajunya buat main basket siang hari kayak gini. Toh ayah dan Jazz pulangnya nanti malam. Dan ya, aku mesti masak sendiri buat makan siang dan makan malam nanti.
Setelah siap aku segera keluar rumah, menguncinya lalu berjalan menuju lapangan basket. Sampai di sana sudah ada beberapa anak dan orang dewasa - seumuran dengan Jazz - lagi pada main basket.
"Hi!" Sapaku pada salah satu dari mereka. "Can I join you?"
Mereka semua saling pandang, mengangguk.
"Sure!"
Aku tersenyum senang. "Thanks!"
Kami pun mulai bermain lagi tanpa segan, seperti bermain bersama teman-teman sendiri. Padahal aku baru kenal pada mereka. Aku senang mereka juga mau menerimaku dengan ramah.
Setelah lelah memainkan beberapa ronde. Aku pun duduk di pinggir lapangan basket sambil minum air putih yang diberikan padaku oleh salah seorang dari mereka.
"Nice game!" Puji anak seumuranku yang juga ikut duduk di sebelahku.
"Thanks!" Aku tersenyum, hanya meliriknya sekilas.
Dandanannya agak aneh menurutku.
Dia ini cowok, tapi rambut depannya dia ikat jadi seperti kuciran kecil di atas kepalanya - sama kayak yang biasa dilakuin orang Jepang dan Korea. Tau kan? - nah, udah gitu dia pake kacamata, dan rambutnya yang sebenernya panjang itu dibiarin tergerai gitu aja.
"New here?" Tanyanya lagi.
"Yep. I'm just spending my holiday here."
"Holiday?" Ulangnya heran, mengerutkan kening. "Because of hallowen?"
Hallowen?
Ah, iya hari ini tanggal tiga puluh satu Oktober. Aku mengangguk.
"Yes?" Tanya cowok itu lagi.
"Ah..." Aku menggerakkan tanganku. "No."
"No?" Kerutan di dahi cowok itu semakin dalam.
"I get punishment from school and..." Aku menjeda kalimatku. "I guess I get punishment from my dad too."
Cowok itu terkekeh. "Why?"
Aku nyengir untuk pertanyaan yang satu itu. Gak mungkin aku bilang kalo aku ngerjain temen sekolah yang ngejekin bunda aku kan?
Aku menggelengkan kepala, memandang cowok itu.
Cowok itu tersenyum. "So, where's your home?"
"Not far from here," jawabku, menengok ke sebelah kiri dan menunjukkan salah satu rumah yang berderet di sana.
"The one with the pool outside?" Tanya cowok itu, mengernyit. "There's no people in that house as I remember."
"Now, there are. Me, my dad and my brother."
Cowok itu mengangguk.
"Why you play basket ball here? Why don't you swim?"
Aku tersenyum masam. "I can't swim."
"No way!" Ucap cowok itu tidak percaya.
"Way..." Bantahku. "Something happen when I was a kid."
"What happen?"
"I see snake, and I get drowned."
"That bad," komentar cowok itu.
Aku mengangguk.
"You souldn't have do that," ucap salah seorang cowok lain, memandangku tajam.
Aku memandangnya, memperhatikannya dari ujung kaki sampai ujung rambut.
Dia tidak lebih tinggi dari cowok yang duduk di sebelahku, dengan rambut coklat berantakan, tapi dia punya wajah yang manis.
"Yep. You shouldn't give a stranger your address, lady," ucap seorang lainnya yang menghampiriku.
Dia juga mempunyai rambut coklat, dan kurasa tingginya sama seperti cowok di sebelahku.
"Ah!" Aku menyadari tindakan bodohku barusan.
Aku bahkan gak kenal sama cowok di samping aku ini. Kenalan dan saling tuker nama juga enggak.
"E.J!" Seru cowok di sebelahku. "I'm not a bad guy!"
"I doubt that!" Cowok berwajah manis, terkikik geli.
"Not, after what we'll do tonight," ucap cowok yang dipanggil E.J.
Mereka ini ngomong apa sih? Argh! Aku gak ngerti. Mending aku pulang aja. Perut aku buat asupan gizi kayaknya.
"Hmm... I think I should go now," ucapku berdiri, meninggalkan perbincangan mereka, setengah berlari menuju rumah.

GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang