Chapter 5 - Trouble Maker

127 15 0
                                    

SAMMY POV

Aku menghembuskan nafas panjang di atas kasurku yang nyaman. Gulang guling ke kanan dan ke kiri. Pikiranku masih melayang ke kejadian tadi sore.
Tanpa sadar aku memegang puncak kepalaku yang ditepuk-tepuk olehnya. Tadi itu aku ngerasa nyaman banget saat dia ngelakuin itu. Aku kenapa ya?
Dia bahkan bukan orang yang aku kenal. Selain topeng dan sweater putih yang dia pakai. Rasa nyamannya itu sama seperti aku bareng keluarga. Sayangnya dia bukan siapa-siapa aku. Eh. Sayangnya?
Aduh, aku ini mikir apa sih? Astaga. Tenang, Sammy. Dia cuma orang yang nolongin kamu. Enggak lebih. Yang bikin aku penasaran, apa yang bikin dia tau kalo lututku terluka gitu. Kayaknya dia salah satu anak sekolahan yang sama. Gak mungkin kalo dia siswa dari sekolah lain. Lagi pula dia tau letak ruang ekskul di sekolah.
Aku mengangguk. Pasti itu jawabannya. Aku tinggal cari tau aja.
Baiklah sekarang waktunya aku tidur.

****

Aku mendesah pelan, memperhatikan siswa-siswi yang berhamburan keluar dari kelas mereka masing-masing. Aku menatap deretan makanan yang tersaji dan siap untuk disantap di kantin sekolah tercinta ini. Lalu aku kembali mendesah.
"Woi! Mendesah terus dari tadi," ucap Fajar, menjawil lenganku. "Lagi galau ya?"
"Dih, aku? Galau?" ulangku, mengibaskan tangan cepat. "No way!"
"Terus ngapain? Gak punya uang?" Fajar menyantap baso miliknya di hadapanku.
"Ada."
"Ada apanya?"
"Adaaaa aja," jawabku nyengir.
Fajar mendengus. "Tumben gak sama Vicky."
"Emang aku mesti sama Vicky terus?"
"Ya enggak juga sih."
Aku berdecak pelan. "Vicky lagi ijin. Gak tau kemana, dia gak bilang."
Fajar membulatkan mulutnya, mengangguk-angguk, kembali menyantap basonya.
Aku membuang nafas panjang kembali memperhatikan siswa-siswi lain. Selama sepersekian detik aku menangkap kilasan senyuman pada seorang cowok yang sedang ngobrol bareng Ali. Dan tatapan mata cowok itu mengarah padaku. Eh?
Aku melirik kanan kiriku, kali aja cowok itu natap yang lain gitu. Taunya enggak. Tatapan cowok itu lurus menuju ke arahku dan senyumnya malah melebar.
Aku bukan geer lho. Tapi beneran deh.
Akhirnya aku menepuk lengan Fajar. "Kenal cowok itu?"
Fajar menolehkan kepalanya ke belakang. "Oh..." Fajar kembali menghabiskan basonya. "Idola baru di kelasku."
Aku menyipitkan mata. "Idola?"
Fajar mengangguk. "Murid pindahan dari Amerika. Namanya..."
"Jeff?"
"Rey."
Eh?
Siapa tadi dia bilang?
"Siapa namanya?" tanyaku.
"Rey. Rey Wood," ulang Fajar. "Tinggi, baik, ramah, suka basket."
"Cieee, ngefans ya sampe tau suka basket segala?" ledekku, menoel dagu Fajar.
"Enggak!" Fajar mendelik. "Aku suka cewek sori."
"Aku gak bilang kamu suka Rey kok!" seruku, tertawa, menunjuk muka merah Fajar.
"Sialan kamu, Sam! Maksud aku bukan itu juga!"
"Ahahaha!" Aku terus tertawa hingga membuat musuh bebuyutan ngamuk.
"Freak girl, shut up your mouth!" Ariana dengan sengaja menumpahkan jusnya ke bajuku.
"HEI!" teriakku, membuat semua yang ada di kantin terdiam dan menonton ke arahku.
Ariana tersenyum sinis.
"Lo tuh ya!" Aku hendak membalas perbuatan Ariana, tapi Fajar dan Ali menangkap kedua tangaku cepat. "Ih, Lepasin!"
"Lo kayak kesetanan ya kalo ngamuk gitu," sindir Ariana.
Aku menggeram kesal, kakiku maju hendak menendangnya, tapi dengan cepat Fajar dan Ali menarikku mundur.
"Udah, Sam!" ucap Ali.
"Gak usah diladenin," ucap Fajar.
"Seems like you're in trouble, young lady," ucap seorang cowok.
Aku memperhatikan Ariana pergi baru menolehkan kepala ke sumber suara. "Young lady?" ulangku. "You're young boy," balasku. "So what?"
Cowok itu tersenyum. "Corak yang bagus," sindirnya menunjuk baju seragamku.
Aku berdecak kesal.
"Lo juga mau cari gara-gara sama gue?!" tantangku.
Cowok bernama Rey itu mengangkat bahunya.
"Maaf, teman-teman sekalian," ucap Fajar melepaskan tanganku. "Silakan lanjutkan kembali aktifitas kalian."
"Ya ya, maaf atas sedikit kekacauan yang ada," ucap Ali, tersenyum.
Aku membuang nafas keras, pergi dari kantin dengan menghentakkan kaki. Sama sekali gak sadar kalo Rey menjulurkan kakinya, membuatku terjatuh.
Aku kembali menggeram, berbalik dengan cepat, menarik kerah seragam Rey. "Jangan bikin gue tambah marah! Ngerti lo!"
Rey menaikkan sebelah alisnya, kemudian mengerutkan keningnya. "Lalu apa yang bisa membuatmu lebih marah?" tanyanya, santai.
"Rey, ngapain deh?" tanya Ali, memutar bola matanya.
"Vicky jalan sama cewek lain? Atau Ariana yang ngerjain Tiffany?"
Apa?!
Sedetik kemudian aku paham, kemudian berlari menuju kelas 1-5.
Fany!
"Fany mana?" tanyaku saat melihat Kenan bersama teman-temannya di depan pintu kelas.
"Tadi sih ke toilet."
"Thanks!" Aku berlari menuju toilet.
Tiba di toilet aku mengetuk satu persatu bilik yang ada.
"Fan! Fany!"
"Sammy?"
"Fan?"
"Kak Ariana..."
"Iya aku tau," potongku berusaha mendobrak pintu salah satu bilik. "Kamu gak apa-apa kan?"
"Enggak kok."
"Ya ampun itu anak emang udah gak waras kayaknya. Musuh dia kan aku bukan kamu."
"Sam!"
"Hm?"
"Mundur dari pintu!"
"Eh, kenapa? Aku kan mau buka pintunya."
"Iya. Ada yang mau bukain kok."
"Ng? Siapa?"
"Temen baru aku."
"Gak ada orang lain di sini, Tiffany."
"Bukan orang."
Aku langsung mundur seribu langkah.
Pintu pun terbuka dengan sendirinya, menampakkan Tiffany yang basah kuyup.
"Astaga! Kamu..."
Tiffany tersenyum. "Aku gak apa-apa kok."
Keterlaluan. Dasar Ariana!!!
"Kita ke UKS aja ya!" ajakku.

GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang