"mama ngapain deh ngusap-ngusap perut aku?" tanya wanita itu heran karena sejak tadi sang mama terus mengusap perutnya lembut."kamu ini masa ga kerasa ada yang beda?"
Reana mengernyit bingung, apanya yang berbeda? rasanya sama saja. Tubuhnya juga terasa lebih ringan karena telah merasa baikan setelah sehari di rawat oleh ibunya.
"kamu tuh kayaknya lagi hamil" nada bicara Dewi terdengar sangat berharap. Wanita paruh baya itu menaruh curiga karena putrinya terus merasa mual, sama seperti tanda-tanda kehamila. Terlebih postur tubuh Reana juga sedikit berubah, menjadi lebih berisi.
Reana terdiam, ia kembali mengatupkan bibirnya dan membiarkan mamanya terus mengusap perut ratanya. Teringat jika sang mama tidak mengetahui perihal ia yang mengonsumsi obat kontrasepsi. Reana tak berani bercerita tentang itu, karena pasti sang mama akan marah padanya.
"mah, jangan ngarang deh, aku tuh masuk angin biasa" alasan itu di buat sehalus mungkin, seolah ingin berkata pada sang mama untuk jangan berharap lebih.
"di aminin dong, lagian kalian kan udah beberapa bulan menikah. Ya wajar kalau kamu hamil kok kayak gak suka gitu"
Reana tak menjawab, wanita itu menutup wajahnya menggunakan lengan. Mencoba untuk terpejam sebelum Jaemin muncul dan mengajaknya untuk pulang ke rumah. Ia masih ingin berada di rumah orang tuanya lebih lama, menikmati seluruh perhatian Dewi yang hanya fokus padanya.
"kalau perempuan pasti cantik, kalau laki-laki udah di spoilerin wajahnya sama Jean. Mama gak sabar pengen gendong bayi lagi, besok kalau udah sehat mending kamu cepetan periksa ke dokter, biar tahu hasilnya. Ya doa mama sih semoga kamu beneran hamil"
"iya" hanya itu yang bisa di keluarkan oleh bibir Reana. Tak ingin pembahasan ini berlanjut, wanita itu memalingkan wajahnya, memeluk guling dan menghiraukan sang mama yang kini beralih memijat tubuhnya. Rasanya enak, seluruh pegal di tubuhnya menghilang begitu saja.
Reana harap semoga saat ia berani mengatakan soal keputusannya untuk menunda kehamilan tidak membuat kedua orang tuanya kecewa, tentu dengan kedua orang tua Jaemin pula. Keputusan mereka berdua tidak bisa di rubah, kesepakatan awal telah menjadi tembok kokoh yang susah untuk di runtuhkan.
"tidur ma?" itu suara Jaemin, terdengar samar memasuki gendang telinga Reana. Wanita itu memperpejam matanya, agar terlihat benar-benar sedang tertidur.
"iya baru aja, gih sini ikut istirahat. Mama udah selesai kok"
Dewi beranjak dari duduknya, menarik selimut agar menutupi tubuh putrinya yang tengah meringkuk memeluk guling.
"Jean mana? masih main sama Haikal?"
"iya ma, minta nginep lagi di rumah Haikal"
"yaudah gak apa-apa, sana istirahat" Jaemin mengangguk, lalu menutup pintu kamar saat Dewi mulai berangsur menjauh.
Tubuh tegapnya ia rebahkan di ranjang, walau tak sebesar ranjang di rumahnya, setidaknya muat untuk mereka berdua. Seharian mengurus Jean sendirian membuat lelaki itu kewalahan, karena telah terbiasa di bantu oleh istrinya.
Jaemin merubah posisinya menjadi menyamping, menatap punggung istrinya yang naik turun. Tanda nafas wanita itu teratur. Perlahan lelaki itu mendekat, memeluk wanitanya dari belakang. Melingkarkan tangan kekarnya di perut wanita itu serta mengendus-endus kan hidung mancungnya pada perpotongan leher. Memunculkan sensasi aneh pada tubuh wanita itu.
Jaemin sadar jika Reana belum sepenuhnya terlelap, namun ia memilih untuk tetap diam dan menikmati aktivitasnya.
"munduran dikit" pekik Reana tertahan, Jaemin tak mengidahkan permintaan istrinya. Lelaki itu malah mempererat pelukannya, bibirnya mengembang. Lalu mengecup kecil bahu wanitanya yang sekarang telah menjadi candu, hingga sang empu memilih untuk merubah posisi tidurnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
papa || Na Jaemin [terbit]
Fanfiction"tante jadi bunda Jean yuk!" "eh?" ○ Sebagian bab dihapus ○ End - Book ver/ E-book avail on trakteer only started : september 26th 2021 finished : june 2022 written in bahasa ©hireaa, 2021 | papa