Sejak bangun tidur sore tadi Winda merasa tubuhnya lemas, pundaknya nyeri, kepalanya pusing, perutnya terasa mual bahkan ia merasa dingin padahal tubuhnya sangat panas. Bahkan pesan dari Fenadz sedari tadi belum sempat ia balas karena ia tidak kuat karena membuka ponsel malah tambah membuatnya ingin muntah.
Deringan dari ponsel membuat Winda terpaksa menraih-raih ponselnya pada nakas sebelah kasurnya.
tanpa melihat nama pemanggil Winda menganggkat dengan posisi meringkuk di kasur"Halo?", suaranya terdengar lemas yang tentu membuat penelpon khawatir dengan kondisi Winda.
'Kamu dimana?,'
"ehmm, kos,".
'Yang lain nggak ada?,'. Hanya deheman yang dikeluarkan Winda. Winda tidak kos sendirian di tempat kos itu ada beberapa teman yang beberapa sekedar ia kenal, teman semasa SMA nya dan Ara, pacar Bayu, temannya dan Fenadz sejak Maba. Gadis itu salah satu teman kelasnya yang akrab dengannya. Namun, karena libur lumayan panjang jadi mereka sedang pulang ke rumah mereka. Fenadz gelisah posisinya dia sedang ada di Jakarta.
'Ara gak ada?,'"Pulang,".
"Enggak usah kesini, kamu kan ada acara keluarga,". Suara serak dan lemah Winda tapi tersirat keseriusan didalamnya. Terdengar Fenadz menghela nafas panjang. "Aku udah pesenin obat sama makan. Beneran dimakan ya abis itu istirahat. Lusa aku udah balik ke Malang,". Terdengar panggilan ibu Fenadz membuat Winda tersenyum masam.
"Iya, udah sana aku istirahat dulu ya,". Ucapnya lirih segera mengakhiri panggilan itu. Winda menatap ponselnya nanar meremas dadanya. Dia pikir hanya Fenadz yang ada disisinya. Bahkan, dia sering berpikir, kalau tidak ada Fenadz di hidupnya bagaimana dia akan menjalani hidup ini. Mungkin terdengar berlebihan, tapi ini kenyataannya. Fenadz adalah orang yang selalu ada disaat ia berada pada titik terendah ketika ia ingin bertahan hidup.
Chat dari Gojek yang sudah didepan kos membuatnya tersadar beranjak turun memaksakan diri meskipun sebenarnya tidak mampu. Tangannya bergetar berpengan membuka pintu kamarnya, melangkah perlahan membuka pintu utama. Untung saja jarak kamarnya dengan pintu utama kos tidak begitu jauh.
"Mbak Winda?,". Tanya pria paruh baya dengan helm warna hijau. Gadis itu mengangguk. Tanpa basa basi ia menerima kresek berisi obat dan makanan yang telah dipesankn kekasihnya. "Maksih pak!".
"Kata masnya harus dimakan mbak. Semoga lekas sembuh ya mbak,". Ujar pria itu, Winda tersenyum tipis berterimakasih lalu berlalu kembali masuk kedalam Kost.
Winda meletakan kresek itu pada meja dikamarnya, meraih ponselnya kemudian duduk mengetikan pesan pada kekasihnya.
To: Fernadianz🥰
Makasih yaa, aku makan.Aku matiin hpku, balas nanti aja.
Winda langsung mematikan hpnya. Memaksa diri menyuapkan makan yang dikirimi kekasihnya tersebut. Baru dua suapan perutnya sudah ingin memuntahkan makanan tersebut. Tangannya mengambil botol mineral didepannya. Memasukkan tiga butir obat kedalam mulutnya dan mendorong pil tersebut dengan air. Ia menatap bubur itu menyendokan kembali memaksa dirinya untuk menghabiskan bubur itu sebelum akhirnya menyerah pada suapan kedua. Nanti, akan ia teruskan nanti lagi. Kali ini ia hanya butuh tidur seharian.
.
.
.Suara motor membuat Winda terbangun dari tidurnya. Sepertinya anak kos ada yang baru sampai. Tangan Winda terulur menyentuh dahinya sendiri. Sudah mulai hangat, tapi perutnya masih terasa mual. Pintu kamarnya diketuk suara Ara terdengar memanggil namanya.
"Gue masuk ya?,". Perlahan pintu terbuka menampilan Ara yang terlihat baru kembali membawa barang bawaan dari rumahnya. Rumah Ara tidak terlalu jauh dari Malang, jadi gadis itu sering bolak-balik Surabaya-Malang."Astaga Win lo kenapa?,". Ara panik segera menyalakan lampu kamar Winda. Gadis itu mendekati Winda yang masih lemas di kasurnya dengan wajah pucat dan berkeringat.
"Demam aja Ra,". Ujar Winda
"Astaga gak ngabarin!," gadis itu mengomel duduk dikursi meja rias kamar Winda.
"Gapapa deh, bentar lagi juga sembuh,". Ujarnya lirik. Ara menghela nafas panjang.
"Dah makan belum?,". Winda menggeleng.
"Nanti aja gue gojek Ra, lo istirahat aja pasti capek,".
"Gue bawa lodho ayam dari mami, gue ambilin abis itu lo makan!,". Tidak mengidahkan ucapan Winda, Ara bergegas pergi kearah dapur.
Winda menghela nafas, ia merepotkan orang lagi. Winda selalu berterimakasih dan selalu merasa sungkan pada Ara. Gadis itu selalu peduli padanya, bahkan teman SMA-nya yang satu kos dengannya saja tidak terlalu peduli dengannya. Meskipun begitu Winda masih menjaga batas dengan Ara, gadis itu masih tidak nyaman bercerita kehidupannya pada orang lain.
Sekarang Ara sudah kembali dengan nampan yang berisi lontong, sayur lodho ayam dan air putih.
"Makasih Ra, gue ngrepotin lu lagi,".
"Udah la, kayak sama siapa aja!, cepet nih makan biar cepet sembuh!," Winda bangun dari tidurnya dibantu Ara, perutnya meskipun mual ia harus tetap mengisinya. Untung saja nasi yang diberi Ara berbentuk lontong jadi teksturnya lebih halus dan lambung frindly.
"Kak Fenadz tau lu sakit?,". Winda mengangguk.
"Itu obat-obat yang kirim Kak Fenadz kok,". Lanjutnya, Ara diam masih mengawasi Winda yang makan perlahan.
"Gue lanjut nanti aja Ra, gak mau masuk,". Ara menerima piring yang diberikan Winda. Kemudian menyodorkan air minum kepada Winda untuk menelan pil nya.
Ara kembali meletakkan gelas pada nakas "Lo kenapa?," pertanyaan itu muncul dari Ara. Winda diam menatap punggung Ara yang membelakanginya.
"Apanya yag kenapa?,". Tanya kembali bingung.
"Lo ada masalah sama Fenadz apa nyokap lo?,". Ara membalik tubuhnya menatap Winda lekat. Pertanyaan yang keluar dari Ara membuat Winda membuang muka. Ara hanya sekedar tahu hubungannya dengan ibunya tidak baik karena pernah tanpa sengaja memergokinya menangis seperti orang gila setelah bertemu ibunya, tapi gadis itu tidak tahu latar belakang kehidupan Winda seperti apa. Winda juga enggan memberi tahu krena ia merasa malu dan Ara paham jadi tidak pernah berani merusak garis yang digambar Winda pada dirinya.
"Jangan dipendem aja Win, luapin sesekali misuh juga boleh Jancook gitu lo sekali-kali. Kesel gue liat lo drop begini gak mungkin kalau gak ada yang keliling dipikiran lo tuh!,". Winda tersenyum menatap Mina dengan rasa haru.
"Makasih ya Ra, sorry banget!,".
"Peluk gue aja dong, jangan marah-marah,". Jawabnya membuat Ara menghela nafas sebal."Iya deh gak bisa ngomel lagi gue!,". Ara memeluk Winda mengelus punggungnya pelan, membiarkan gadis itu menangis tanpa suara dan tanpa kata perihal penyebab apa yang ia rasakan.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Better Part of
Romance"What happens when he is your prince charming, but you are not his Cinderella?" Winter X Jaemin