Bab 9

170 30 59
                                    

Jangan lupa vote dan komentarnya...

Maaf, typo bertebaran...

Happy reading...

°°°°°

Gibran, pria itu saat ini sedang asik bermain ponsel di dalam mobilnya. Hari ini dia ada meeting ke luar kota, dan dia juga mengajak Jingga. Tentu saja untuk menjadikan gadis itu sebagai sopir, sedangkan dirinya dan Evan sedang duduk dengan santai di kursi belakang.

"Jingga, lo kenapa mau aja sih jadi asisten pak Gibran?" celetuk Evan yang seolah tak ada takutnya kepada sang atas.

"Gue butuh uang," jawab Jingga yang masih fokus mengemudi.

"Semua orang juga butuh uang, tapi nggak kerja rodi juga. Udah kayak hidup di jaman penjajahan aja lo," kata Evan yang berhasil mendapatkan tatapan tajam dari Gibran.

"Nggak papa kok, yang penting dapat uang," jawab Jingga lagi takut-takut karena melihat tatapan Gibran yang berubah menjadi tajam.

"Lagi pula nggak ada satupun perusahaan yang mau nerima dia. Jadi dia harus bersyukur karena gue mau ngasih dia kerjaan," kata Gibran cuek.

"Ngasih kerjaan sih ngasih, tapi nggak nyiksa juga kali," jawab Evan tidak setuju. Jangan heran jika Evan tidak takut kepada bos nya itu, karena dirinya adalah adik sepupu Gibran. Jadi karena itulah dia berani kepada Gibran saat mereka sedang diluar kantor.

"Nggak ada kerjaan yang enak, kecuali jadi pelacur. Cukup ngangkang di atas ranjang aja dapat uang," kata Gibran fulgar.

"Eh, itu juga butuh tenaga kali. Belum lagi penyakit yang bakalan diderita nanti," bantah Evan yang tidak setuju dengan ucapan sang kakak.

Jingga yang menjadi pendengar dari perdebatan mereka berdua hanya bisa diam. Dia juga tidak ingin ikut ke dalam perdebatan mereka, karena dirinya tidak seberani Evan. Dia sangat takut jika gajinya dipotong oleh Gibran, karena dia sangat membutuhkan uang tersebut untuk membayar hutang.

"Setiap kerjaan pasti ada resikonya," kata Gibran yang tak ingin kalah.

"Dah lah capek gue debat sama lo," ucap Evan yang kembali menatap lurus ke depan.

"Lo capek nggak? sini gue gantiin, ini masih jauh loh," kata Evan pada Jingga yang hanya diam saja.

"Nggak boleh!" jawab Gibran menatap adik sepupunya tajam.

"Ck! emang kenapa sih bang? kasian dia capek," kata Evan yang mulai memanggil Gibran dengan embel-embel Abang.

Sepertinya Jingga kenal pria ini, dia pasti adik sepupu yang sering diceritakan Gibran dulu kepadanya. Karena dulu Gibran iri kepada adik sepupunya yang bisa sekolah di luar negeri.

"Itu kerjaan dia," jawab Gibran yang kembali sibuk dengan laptopnya, dia harus memeriksa ulang bahan presentasinya nanti.

"Ck, dasar bos gal-...."

"Gue suka nyetir kok," celetuk Jingga yang ingin menghentikan perdebatan kedua saudara itu.

Mendengar jawaban Jingga Evan hanya bisa diam. Sedangkan Gibran memilih menatap wajah Jingga dari kaca. Setelah itu dia membuang pandangannya keluar mobil.

JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang