Malam itu Omar datang terlambat, makan malam telah usai. Klise, tapi itulah yang terjadi dikota besar seperti di Jakarta, macet dimana-mana. Apa lagi jam-jam pulang kantor begini, kita harus menambah kadar sabar agar tak mudah tersulut emosi.
Sebelum turun dari mobil, ia kembali memeriksa tampilannya, rapi, tampan dan menawan. Tak lupa, buah tangan yang membuat ia sedikit telat karena harus mengantri.
Merapalkan sedikit doa, dirinya sedikit nervous rupanya. Mendesah panjang kemudian mengisi paru-parunya dengan oksigen secara perlahan, senyuman percaya diri tercetak diwajahnya kemudian turun dari mobil yang ia kendarai.
Melangkah memasuki pekarangan yang ditumbuhi aneka tanaman membuat rumah itu begitu sejuk dan asri. Dari beranda, tempat dimana Omar kini berada, tampak Syifa, Mama-Papa dan juga Anwar bercengkrama diruang keluarga. Pintu utama terbuka lebar untuk menyambut Omar.
"Assalamualaikum.." Salamnya pada si empunya rumah, sebelumnya Omar sedikit menghela, nervous merasukinya kembali.
"Wa'alaikumsalam.." Syifa dan keluarga kompak menjawab salam tersebut. "Masuk, Mar." Papa Syifa mempersilahkan Omar memasuki rumah.
Ia mengangguk seraya tersenyum canggung, ini bukan pertemuan pertama Omar dengan kedua orang tua Syifa namun tetap saja, ia merasa canggung acapkali bertemu. Sambutan hangat keluarga Syifa membuat Omar sedikit tenang dan kembali percaya diri.
Tak lupa, Omar mencium tangan Papa-Mama, ber-tos ria dengan Anwar dan tersenyum lembut pada Syifa. Ia dan Syifa sangat jarang bersentuhan bila bertemu dan selalu ramai tak pernah berdua, minimal bersama Anwar atau mas Huda dan kak Dini.
"Duduk, Mar." Kali ini suara lembut Mama Chand yang mempersilahkan Omar duduk disofa tunggal berdampingan dengan Syifa dan keluarga yang duduk disofa lebih besar.
"Terima kasih tante." Sebelum duduk, Omar menyerahkan bungkusan berisi kudapan pada Mama Syifa seraya berkata, "Ini tante saya bawa martabak dan sate taican untuk Om dan tante, Syifa dan Anwar."
"Terima kasih ya, Mar. Dek bantuin Mama sajikan ini dan buatkan minum untuk Omar yuk." Ajak sang Mama, Syifa menyanggupi seraya membawa bungkusan tersebut menuju dapur.
"Sehat, Mar?" Tanya Papa Syifa, Omar mengangguk seraya menjawab, "Alhamdulillah, om." Papa, Anwar dan Omar tampak mengobrol seru, terkadang mereka tertawa hingga terdengar sampai dapur.
"Seru banget sih, ngobrolin apa hayo.." Suara lembut Syifa sepertinya mengusik obrolan para lelaki, Omar tampak sigap membantu Syifa mengambil alih nampan yang berisi penuh kemudian meletakan diatas meja. Tak lupa Syifa mengucapkan terima kasih pada Omar yang tersenyum lembut padanya.
"Ya ngobrolin kamu, dek. Waktu kecil kamu tuh lucu banget tingkahnya sampai sekarang masih sih, ngegemesin." Celetuk Anwar tertawa, Syifa melirik tak suka pada sang Abang seraya mengurai isi nampan.
"Syifa memang nggemesin apa lagi kalau lagi marah, pengen ngunyel pipinya. Ya kan, Mar?" Omar yang ditanya sang Papa, hanya bisa mengangguk canggung tak mampu berkata, ia berusaha sebisa mungkin menahan senyumnya karena Syifa meliriknya tajam.
"Papa, Bang Anwar, jangan ngomongi aku yang aneh-aneh didepan kak Omar dong, aku malu." Rajuk Syifa tak suka seraya bibirnya mengerucut, Syifa terlihat sangat imut. "Kak Omar, jangan tertawa." Ancamnya, lagi, Omar mengunci rapat bibirnya.
"Galaknya kamu, dek. Entar Omar pulang loh, kamu nangis." Celetuk Anwar kemudian mencomot sepotong martabak manis.
Syifa menatap Anwar dengan maniknya yang menyalang kemudian berkata, "Aku marah ya, Bang. Kalau kak Omar mau pulang, pulang aja. Aku gak papa." Wajahnya terlihat kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Story : Omar Syifa (COMPLETE)
ChickLitBerkisah tentang kisah kasih antara sepasang manusia yang tak ingin mengumbar hubungan asmara mereka pada khalayak ramai terutama Media sosial. Cukup kedua keluarga dan sahabat yang mengetahui hubungan mereka. Mereka tak ingin go public, sebelum men...