Dari Makkah-Madinah, aku berdoa menuju hatimu

642 51 0
                                    

Pelukan erat dari sang mama yang enggan berpisah dengan sang putri yang kini telah yang berganti status sebagai istriku sejak satu minggu lalu.

"Omar, tolong jaga dan bimbing Syifa ya, nak." Pesan pria yang menjadi cinta pertama bagi seorang wanita, Syifa menatap sendu padaku kemudian beralih pada sang papa, akan selalu ada ruang tersendiri disudut hatinya untuk cinta pertamanya itu. Aku mengangguk tanpa keraguan, tanpa atau atas permintaan papa mertua, aku akan selalu menjaga Syifa dengan segenap jiwa-ragaku.

Kembali, bulir bening dan pelukan erat yang seakan enggan berurai itu membuatku tersenyum. Mungkin ini pertama kalinya, sang putri bungsu meninggalkan mereka cukup lama dan bersama pria lain, selain Papa Romel atau kedua saudara kandung Syifa.

Dan beginikah rasanya, tak nyaman diantara dua orang yang saling mencinta, seperti merebut seseorang dari orang paling dicinta. Tanggung jawabku tak mudah untuk kedepannya, tak hanya untuk membahagiakan wanita yang menjadi pendamping seumur hidupku tapi juga membimbingnya hingga ke syurga.

"Insya Allah, Pa. Kami pamit dulu, assalamu'alaikum." Ungkapku tersenyum, menatap lembut wanitaku yang berairmata. Menggamit jemarinya yang terasa pas diantara sela-sela jemariku, bertaut erat kemudian aku berkata, "Ayo, dek. Sebentar lagi kita boarding."

Malam setelah resepsi usai, ada sedikit keributan kecil yang terjadi. Syifa dan aku bingung, memutuskan untuk memberikan panggilan kesayangan pada satu sama lain. Syifa yang tak ingin ku panggil sweety, honey atau baby, atau panggilan romantis lainnya. Alasannya terlalu 'biasa' menurut Syifa, dan bikin aku sempat bingung, akhirnya aku putuskan memanggil 'adik' untuk panggilan kesayanganku untuknya yang terdengar biasa saja. Ia pun tak mengganti panggilannya untukku, karena telah terbiasa memanggilku dengan sebutan 'kakak'.

Syifa, wanita yang menjadi istriku sejak seminggu ini, menatapku dengan tatapan memohon. Aku mengangguk seraya melepaskan genggamanku, ia tersenyum kemudian memeluk erat kembali pasangan suami-istri yang sangat ia cintai. "Syifa, pamit ya, Pa, Ma. Adek pasti rindu Papa-Mama nanti, assalamu'alaikum." Ungkapnya dengan bulir bening berurai kembali.

Setelah kami berpamitan dengan kedua orang tua dan saudara-saudara lainnya, kami menuju ruang tunggu keberangkatan, sekitar 30 menit lagi kami akan bertolak menuju Jeddah, Arab Saudi, untuk menunaikan ibadah Umroh.

Kembali, hatiku membuncah dengan letupan-letupan yang membuatku tersenyum bahagia. Bahagia, bisa mewujudkan mimpi Syifa lainnya, yaitu umroh dengan imamnya setelah menikah.

Syifa tertunduk malu, kami duduk berdampingan, tanpa jarak. Jemari kami saling mengait satu sama lain, aku menatapnya kemudian berkata, "Setelah tiga tahun, akhirnya doa kakak dan mimpi kamu bisa terwujud Syif, Alhamdulillah.."

"Hm..Alhamdulillah, kak?" Syifa menoleh seraya mendengung dengan tatapan bingung kemudian bertanya, "Maksudnya, gimana ya kak, Syifa gak ngerti?"

Aku tersenyum, "Eum, jadi waktu berangkat umroh tiga tahun yang lalu itu, sebenarnya kakak dalam masa galau-galaunya."

"Galau?"

"Ya, hehe..kakak mimpiin adek lebih dari tiga kali, sebelum akhirnya memutuskan berangkat umroh, memohon petunjuk dari Allah." Terangku, Syifa masih menatap bingung kemudian aku melanjutkan kalimatku, "Yang pertama kali, kakak pikir karena kita jarang ketemu dan kebetulan ketemu lagi di acara pengajian Musyawarah, ingat gak?" Syifa mengangguk sebagai jawaban. "Dan setalahnya kita sering komunikasi walaupun gak intens, jadi ada rasa kangen sebagai teman kerja gitu, saat itu menurut kakak."

"Terus.."

"Eum, yang kedua waktu kakak lagi happy-happy-nya traveling dan kalau gak salah kakak mimpi adek, waktu kakak lagi di Bromo bareng geng Ular, tapi kakak gak cerita sama mereka, kalo kakak cerita ke mereka kakak bakalan jadi bahan becandaan mereka terus. Nah, pas pulangnya kakak baru cerita sama kak Nia, dan kak Nia beri saran untuk kita ketemuan tapi waktu itu dengan mempertimbangkan semuanya, kakak urungkan saran kak Nia."

Love Story : Omar Syifa (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang