Bab 3. Bonfire in the Cave

49 10 9
                                    

Cahaya api unggun berpendar lembut, memancarkan kehangatan untuk empat anak di dekatnya. Di dalam gua yang lubang masuknya tertutup sulur-sulur tanaman, mereka melepas lelah sambil memakan bekal.

Sebelum berangkat melaksanakan misi, keempat anak itu berinisiatif membawa makanan yang sekiranya cukup untuk beberapa hari. Maklum, mereka berusaha menghemat pengeluaran. Mereka bukan bangsawan berduit banyak, jadi jangan harap ada yang sukarela menyumbangkan uang pribadinya untuk tambahan dana.

Ayaka menengadahkan pandangannya, mengamati relief di dinding gua yang bercahaya seperti dilukis dengan cat khusus. Hal itu membuat Ayaka bisa melihat keseluruhan relief meski dengan pencahayaan minim. Aleria ikut tertarik melihatnya. Kedua gadis itu terkesima dengan seni autentik yang menggambarkan kehidupan dan kebudayaan Shadow Elf. Mereka bertanya ke Findahn tentang makna relief itu. Findahn pun tidak keberatan menjelaskan.

Relief paling menonjol adalah pahatan bunglon bermata satu. Bunglon itu adalah Gray Chameleon, hewan suci yang dianggap Shadow Elf sebagai utusan Odin. Di relief tersebut sosok Odin digambarkan sebagai pria berjenggot dan bermata satu di belakang Gray Chameleon. Di bawahnya ada gambar sungai melintang yang disebut Sungai Mimir. Sungai itu memisahkan Gray Chameleon dengan 20 prajurit. Mereka adalah Shadow Elf pertama yang dijuluki The First Twenty.

Bergeser ke kanan ada gambar pohon besar yang disebut Pohon Abu. Di sebelahnya ada gambar dua Elf yang masing-masing menangkap burung gagak. Dua Elf itu adalah Elord dan Elord Kil, pemimpin Shadow Forest yang terpilih melalui ritual menangkap gagak yang dimantrai. Di sisi kiri juga ada gambar Pohon Abu. Bedanya dengan gambar sebelah kanan, di sebelah pohon itu ada beberapa Elf yang meminum air dari Sungai Mimir. Gambar itu menjelaskan Upacara Kelabu, sebuah ritual pendewasaan yang diikuti Shadow Elf berusia 41 tahun. Mereka memotong kelingking kiri mereka, melarungkannya ke Sungai Mimir, lalu meminum air sungainya.

“Andai saja gambar yang kita terima sebagus itu,” celetuk Aleria.

Ayaka mengangguk setuju sambil mengunyah ransumnya. Di sebelahnnya Cyrus tampak bosan sambil memainkan kertas gambar yang dimaksud Aleria.

“Bicara soal gambar, apa kalian tidak mau membahas kertas ini?” tanya Cyrus ke anggotanya.

Ketiga anak yang lain serentak menjawab, “Tidak!”

“Aku paham kalian jengkel dengan gambar lusuh ini, tapi bukankah semakin cepat kita memecahkan semua petunjuknya akan semakin baik?” keluh Cyrus.

Findahn yang awalnya berbaring langsung duduk tegak. “Kapten Cyrus yang terhormat, baik hati, dan tidak sombong. Aku paham maksudmu, tapi apa kau tidak kasihan? Teman-temanmu ini lelah. Kau tidak kasihan denganku yang sudah menggendong Aleria sambil berlari? Belum lagi kita habis menghadapi Storbille. Di mana hati nuranimu?” Findahn menghela napas lalu melanjutkan perkataannya yang belum selesai. “Sudahlah, santai saja. Masih ada hari esok.”

“Aku setuju dengan Findahn. Istirahat itu penting tahu!” timpal Ayaka.

Cyrus hanya diam setelah dibalas seperti itu. Setelah dipikir-pikir, perkataan mereka berdua ada benarnya.

Aleria yang sedang mengunyah roti tiba-tiba berhenti menggerakan rahang. Ada yang mengganggu pikirannya setelah mendengar perkataan Findahn.

“Fin, aku ingin bilang sesuatu, jangan marah ya.”

“Memangnya kenapa?”

“Aku baru ingat, kalau aku ... menyimpan sapu terbangku di Grimoire,” balas Aleria kikuk.

Mendengar itu Findahn hanya menghela napas panjang. Telinga bersisiknya bergerak sesaat. Pertanda bahwa anak itu kesal tapi masih mampu menahan diri.

“Kau ini memang pandai di kelas, tetapi sekalinya panik semua isi otakmu menghilang. Belum lagi kepanikanmu itu bisa menular ke orang lain. Menyebalkan!”

Mystery Beneath the Shadow ForestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang