Bab 2. Storbille

60 13 13
                                    

Black Padera, hutan dengan pepohonan tinggi, berkanopi luas dan berdaun rimbun. Saking padatnya pepohonan di sini, membuat langit tak terlihat dari bawah. Itu sebabnya Black Padera menjadi hutan yang hampir selalu gelap, karena cahaya matahari terhalang oleh rimbunnya daun-daun pohon di sini.

Empat murid Maple Academy itu berjalan di wilayah Black Padera, awalnya. Namun, mereka berubah pikiran setelah suara Senandung Kematian kembali menggema. Entah kenapa, hutan ini seakan-akan tak ingin beristirahat menakuti keempat remaja itu. Suara menyeramkan dari berbagai binatang dan kersik pohon yang tertiup angin terus mengiringi perjalanan mereka. Itu sebabnya mereka membuat strategi baru agar lebih cepat sampai ke tujuan. Sekarang mereka terbagi menjadi dua. Cyrus terbang dengan burung api bersama Ayaka yang bergelantungan di kakinya, lalu di bawah mereka ada Findahn yang berlari sambil menggendong Aleria di punggungnya.

Findahn berlari di kegelapan tanpa kesulitan, seolah-olah sepasang kakinya sudah paham ke mana harus berpijak. Wajar saja, Shadow Elf itu pernah berlatih di sini. Dulu Findahn harus beberapa kali tersesat sebelum dia benar-benar memahami rute di hutan horor ini.

“Fin, berapa lama lagi kita sampai?” teriak Cyrus dari atas.

“Sekitar sepuluh menit lagi. Tinggal lurus saja ke depan,” jawab Findahn sambil berteriak juga.

Di punggung Findahn, Aleria mendongak ke atas memperhatikan burung api Cyrus yang didatangi beberapa serangga. Sepertinya makhluk-makhluk kecil itu tertarik dengan cahaya atau energi panasnya. Namanya juga api, tentu saja serangga-serangga itu hangus terbakar saat mendekati burung Cyrus. Entah kenapa melihat hal itu, Aleria merasa sedikit kasihan sekaligus konyol. Mereka mendatangi cahaya yang dikira harapan, tetapi malah mati terbakar karenanya. Kasihan.

“Ria, menunduk!” tegas Findahn.

Suara Findahn menyadarkan gadis bermata emas itu dari lamunannya. Aleria segera menatap ke depan dan menunduk cepat-cepat. Rupanya barusan ada sulur tanaman yang menjuntai menghalangi jalan mereka. Jika tadi Aleria tidak menunduk, mungkin lehernya bisa terjerat sulur itu.

“Terima kasih Fin.”

Findahn hanya bergumam untuk menanggapi Aleria. Shadow Elf itu kembali fokus ke depan, memperhatikan jalan dan sesekali melompati akar tanaman agar tidak tersandung. Findahn sekilas mendongak ke atas, ke arah kedua seniornya. Sama seperti Aleria, dia memperhatikan serangga-serangga yang mendekati burung api Cyrus lalu mati terbakar.

Tanpa mereka sadari, sekelompok kumbang mulai tertarik mendekati api Cyrus. Sebenarnya tidak masalah kalau itu kumbang biasa, hanya saja yang akan mendekati adalah Storbille, kumbang sebesar lengan orang dewasa dengan sayap luar keras dan bertekstur seperti kayu pohon. Wujud sayap luarnya itu yang membantu mereka berkamuflase dengan batang pohon. Bentuknya mirip kumbang rusa, memiliki capit panjang di dekat mulutnya untuk pertahanan diri, memotong cabang pohon atau bahkan leher seseorang.

Belasan Storbille terbang di belakang Cyrus dan Ayaka, mereka berdua belum menyadarinya. Telinga Findahn bergerak, berkedut sedikit saat dia mendengar suara aneh dari kepakan sayap serangga. Pemuda Elf itu mendongak ke atas melihat Storbille yang mendekati seniornya, lalu berteriak, “Cyrus, Ayaka, awas!” Mendengar itu, orang yang dipanggil pun menoleh ke belakang.

Ayaka membelalakkan matanya, dia panik. Cyrus yang kakinya dijadikan pegangan mulai kesulitan mempertahankan keseimbangan. Dia bimbang antara harus membuat burung apinya terbang lebih cepat atau menyerang serangga aneh itu. Di tengah keraguaannya, sepintas terlihat kartu hitam dengan aksen emas terbang ke kumbang terdepan. Aksen emas di kartu itu semakin terang, hingga saat menyentuh capit Storbille, kartu itu melebur dan menghasilkan ledakan. Satu kumbang besar berhasil ditumbangkan.

Mystery Beneath the Shadow ForestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang