Bagian| Tiga Puluh Tujuh

433 66 4
                                    


🤍🤍🤍

Nayarra dan Jeanno kini tengah menaiki sebuah bianglala. Untuk mengakhiri kegiatan hari ini, Nayarra memang memutuskan untuk menikmati senja dari atas bianglala.

" Waktu terlalu singkat rasanya! "

Nayarra tersenyum menatap Jeanno yang duduk dihadapannya. " Karna lo seneng, jadi waktu terasa singkat! "

Jeanno mengangguk. " Hari ini akan menjadi hari yang akan selalu aku ingat disaat hari-hari terberat ku kembali menghampiri! "

" Aku seneng bisa nyoba berbagai hal yang gak pernah aku coba! "

" Aku seneng belajar main skateboard! Aku seneng bisa coba berbagai permainan yang ada di taman bermain ini! Dan yang pasti aku juga seneng banget karna bisa menghabiskan waktu sama kamu! "

" Satu hal yang harus kamu tau! Entah kenapa, saat liat kamu tertawa rasanya kayak merambat! Maksudnya merambat, saat kamu ketawa rasanya aku gak bisa untuk gak ikut ketawa sama kamu! "

" Terus tertawa ya Narra! Biar kita bisa tertawa sama-sama! "

" Iya! Kalo itu memang bisa bikin lo bahagia, gue akan selalu ketawa buat lo! "

Setelahnya keheningan menyelimuti keduanya. Langit senja mulai nampak seolah memberi tahu berakhirnya kesenangan mereka hari ini.

" So? "

Jeanno menaikan sebelah alisnya bingung. " So? Maksudnya? "

" Apa yang membuat bokap lo marah? "

Jeanno terdiam sejenak. Kemudian ia menoleh kesamping dan melihat langit senja yang begitu indah. Tak ingin rasanya ia mengakhiri hari menyenangkan ini. Ia ingin selalu seperti ini, bermain, dan melakukan berbagai hal selain belajar. Tapi nyatanya ia tak bisa. Hidupnya tak sebebas itu, semua hal yang ia lakukan harus sesuai dengan aturan sang papa. Bahkan disekolah pun sama, papanya selalu memintanya untuk menjaga image, terus belajar, mengikuti berbagai olimpiade, dan mengikuti organisasi-organisasi penting di sekolah nya.

" Aku gak mau tunangan sama Angel! Tapi papa tetep pada pendiriannya untuk tetap melangsungkan pertunangan itu meskipun tanpa persetujuan aku sekalipun! "

" Papa marah! Tapi dia tahan! "

" Trus aku memancingnya! Bukan memancing sih sebenernya, tapi lebih ke mencoba memberanikan diri mengeluarkan segala unek-unek yang selama ini aku pendam! "

" Dan setelah itu..ya kamu tau sendiri apa yang terjadi selanjutnya! "

" Pertunangan itu gak akan terjadi! "

Jeanno menoleh pada Nayarra yang tengah menatapnya dengan tatapan yang tak dapat ia artikan.

" Kenapa? "

" Intinya gak akan terjadi! Dan gue jamin akan hal itu! "

🤍🤍🤍

Setelah meminta Erick untuk menjemput Jeanno untuk menginap dirumahnya, Nayarra menaiki sebuah taksi untuk menuju suatu tempat.

Awalnya Jeanno menolak untuk menginap di rumah Erick. Tapi seperti biasa, setelah dibujuk, lelaki itu lagi-lagi menurut. Terkadang ia pun tak mengerti, kenapa lelaki itu gampang sekali menurut padanya. Padahal jika lelaki itu keukeuh menolak pun, ia tak akan marah karna ia sadar kalau lelaki itu juga punya hak atas dirinya sendiri.

Nayarra termenung didalam taksi. Dengan hoodie hitam, topi serta masker dengan warna yang senada, Nayarra nekat untuk pergi ke kediaman Smith dan menemui Alexander Smith, lebih tepatnya papanya Jeanno.

Saat taksi yang ia tumpangi berhenti didekat kediaman Smith, Nayarra pun turun dan matanya langsung menatap sebuah rumah mewah yang pernah ia datangi satu kali waktu itu.

Dandelion [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang