5. Bimbang

4 2 0
                                    

Selamat membaca🦋
Semoga suka🤗

"Silakan," ucap Eliza tersenyum tipis.

"Kamu tamu yang diundang, Pak Herles?" tanya pria itu.

"Bohong gak, yak. Kayaknya dia tamunya Ayah, kalau aku bohong nanti besok ketahuan," batin Eliza.

"hallo?" Pria itu melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Eliza.

"Saya anaknya, Pak."

Pria itu terdiam sebentar sedang berfikir berusaha mengingat-ingat.

"Kamu anak keduanya?" tanya Pria itu antusias.

"Iya, Pak," jawab Eliza menyunggingkan bibirnya tipis.

"Kamu sekarang sudah besar, masih Sma?" tanya pria itu menatap wajah Eliza yang sungguh cantik dengan mata dan alis yang tajam mampu membuat orang tak berkutik. Eliza juga bule, keturunan Amerika dan Indonesia.

"Baru saja lulus, mau masuk kuliah." Eliza sungguh akward dengan suasana ini.

"Saya Rey, siapa namamu? saya lupa," ucap Rey.

"Saya Eliza, Pak."

Eliza pernah melihat orang ini, tapi di mana. Tapi di mana?  Diingat-ingat juga Eliza tidak ingat. Hingga suara orang lain terdengar membuyarkan Eliza yang sedang berfikir.

"Nona, sudah ditunggu oleh Tuan," ucap Fikri--- Asisten Herles.

Eliza menoleh dan ternyata Fikri.

"Kalau gitu, saya pamit dulu," ucap Eliza diangguki Rey.

"Ayo, Kak Fikri."

Eliza berjalan di sampingnya ada Fikri yang mengikuti sampai tiba diruangan kamar Ayahnya.

"Silakan masuk, sudah ditunggu," ucap Fikri dingin.

Eliza masuk dan mendapati Ayahnya sedang fokus dengan laptop di depannya. Bahkan Aletta juga sedang bermain ponsel karena bosan.

"Ada apa, Yah?" tanya Eliza.

"Kamu habis ke mana? Mila nyari kamu tadi katanya kamu juga gak bawa ponsel," jawab Herles tatapan matanya masih setia pada leptop.

"Dari Taman, bosan Yah. Bunda juga bosan, kan?" ucap Eliza menghampiri Aletta yang berada di kasur.

"Iya, Ayah kamu lagi selingkuh sama leptop dulu," kata Aletta menggandeng tangan Eliza.

"Pekerjaan lagi banyak banget, Al," sahut Herles.

"Semangat, Ayah! semoga lancar sampai pelaminan sama leptopnya," ucap Eliza seraya terkikik.

"Gak gitu juga, El. Bunda kamu tetap nomer 1 dihati Ayah," ucap Herles tatapannya masih serius memandang layar leptop.

Aletta merasakan malu ketika Herles mengucapkan kata-kata itu di depan Eliza. Sudah bertahun-tahun namun tetap saja malu dan pastinya dia berdebar-debar.

"Dengarin Ayah ngomong gitu aku geli," ucap Eliza bergidik.

Pintu terbuka, Mila masuk. Di kamarnya sepi sekali sendirian. Jadi dia ke sini yang pastinya ramai ada Eliza.

"Jalan-jalan sama aku mau gak, Kak?" tanya Mila sedikit tidak enak.

"Habis makan malam, Mil."

"Iya, Kak. Kakak udah ada pengumuman diterima atau gak?"

"Belum ada. Kakak diterima atau enggak, ya." Eliza murung dia deg-deg an takut tidak diterima.

"Mama yakin Eliza diterima, nilai Eliza bagus-bagus dan piagam penghargaan juga banyak sampai ke internasional juga ada," ucap Aletta mengelus punggung Eliza di depannya dengan sayang.

"Tapi itu belum tentu, Ma." Eliza setiap sehabis sholat pasti berdoa agar dirinya diterima di Universitas Bina Bangsa---salah satu universitas yang sangat populer di kota Jakarta.

"Doa, El." Herles dari menyahut walau masih fokus dengan pekerjaan.

"Eliza jadi takut gak diterima," ucap Eliza sendu.

"Udah jangan terlalu dipikirin yang penting kamu udah berusaha," ucap Aletta.

"Iya, Kak. Yang penting udah usaha dan jangan lupa terua berdoa," kata Mila.

"Okelah Eliza ke kamar dulu mau mandi." Eliza beranjak dari keluar dari kamar orang tuanya.

***

Eliza bersama Mila berjalan riang di kawasan Mal yang ada di kota Bandung. Kedua orang tuanya tidak ikut, dia kemari hanya dengan supir yang menunggu di mobil.

Rencanya dia akan membelikan oleh-oleh untuk teman-temannya begitupun Mila.

"Mil, menurut kamu bagus, gak?" tanya Eliza seraya menenteng gantungan kunci berbentuk seperti gitar kecil.

"Bagus, Kak," jawab Mila. Dia juga sedang memilih barang-barang untuk teman-temannya.

"Buat Mustika, Epi, Bi Ijah, Rendra kasih gak, ya? dia baik banget udah kasih novel, kasih aja lah."

Eliza juga membeli banyak makanan. Merasa sudah cukup, besok sebelum jam 2 siang dia dan Mila akan pergi ke pusat perbelanjaan oleh-oleh.

Begitu sampai di parkiran mobil. Eliza langsung masuk saja. Sedangkan Mila berfoto dengan penggermarnya. Eliza mengakui adiknya itu cukup terkenal di sosial media, sudah jadi selebriti kecil. semua orang juga tahu Mila cukup pintar karena terkadang Mila mempost kemenangan dirinya waktu lomba. Apalagi saat semua orang tahu dia anak dari Herles Sanjaya---pengusaha yang jajaran terbaik di Asia tenggara.

Namun, hanya Eliza yang tidak dikenal. Dia lebih nyaman dengan dirinya yang tertutup. Misterius. Eliza suka jika dirinya misterius. Padahal aslinya enggak bisa diem anaknya.

Tidak lama kemudian Mila masuk dengan cengiran kepada Eliza karena sudah menunggunya.

"Lain kali kalau mau ke sini pake masker jadi nanti gak ada yang kenal sama kamu," ucap Eliza kesal menunggu.

"Aku gak suka pake masker, Kak. Jalan, Pak!" ucap Mila jadi tidak enak membuat Eliza menunggu.

"Kenapa Kak Eliza gak mau jadi terkenal?" tanya Mila yang ditanyai malah asyik makan es boba.

"Gak suka,Mil. Lebih enak biasa-biasa aja gak usah terkenal banget. Kalaupun terkenal kakak lebih suka dikenal karena karya," jawab Eliza.

"Pasti Kak Eliza punya pacar nihh?" ledek Mila.

"Gak punya, dan gak mau pacaran."

Mila mengernyit heran kenapa dengan Eliza. Mila mengakui Eliza itu bahkan lebih unggul darinya tapi tidak mungkin tidak ada yang tertarik dengan Kakaknya ini.

"Masa gak ada yang tertarik sama Kak El? Kak El kan bule mana putih banget lagi beda jauh sama aku," ucap Mila masih heran.

"Ada, cuman kakak gak mau! Lagian mau itu putih mau kuning mau cokelat nanti pas tua juga sama-sama keriput," ucap Eliza dia memang tidak suka jika ada yang membanding-bandingkan fisik. Semua orang mempunyai kelebihan dan kekurangan.

"Terserah Kakak deh, aku gak bisa baca pemikiran Kak El." Mila memilih untuk diam lalu memainkan ponselnya.

Yang sekarang dipikirkan Eliza adalah kuliahnya. Dia berharap semoga diterima. Disetiap sujud terakhirnya Ia selalu berdoa agar diterima dan diberi kelancaran. Walaupun orang tuanya tidak memaksa harus masuk kesitu. Namun, Eliza ingin bisa masuk ke situ agar bisa membanggakan orang tuanya.

"Rasanya bimbang jika belum ada pengumuman."

                   🦋🦋🦋

______________

Jangan lupa vote dan komen!
Itu sangat berarti untuk aku gays!!

Salam hangat

Misin🦋

Maaf jika ada typo...

History ElizaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang