[20] Masih tentang luka

789 87 7
                                    




Happy reading

Mark dengan langkah cepat memasuki rumahnya. Sesampainya di ruang keluarga, langkanya terhenti karena suara seseorang.

"Dari mana kamu Mark?"

Mark kemudian berbalik ke arah sumber suara itu berasal "Rumah Papah" jawabnya dengan nada ketus.

"Oh, ngapain kamu kesana?" tanyanya lagi.

Mark terdiam beberapa saat "Bukan urusan Mamah" jawabnya.

Wanita yang di sebut Mamah itu berdiri dari duduknya, lalu ia menyilangkan tangannya di antara perut dan dada "Ya, urusan Mamah dong. Pokoknya apapun yang kamu lakuin sama Papah kamu itu, Mamah harus selalu tau" tegasnya.

Mark menghembuskan nafas lelahnya "Sampai kapan Mamah bakal ngatur aku? Bukannya sekarang keinginan Mamah udah terwujud. Menghancurkan keluarga Papah. Mau apalagi Mah!" teriak protes Mark.

"Mark! Berhenti buat peduli sama mereka. Apa kamu lupa, Mamah melakukan semua ini buat kamu? Supaya kamu mendapatkan hak itu" jelas Seren.

Mark terkekeh "Mendapatkan hak dari hasil kejahatan" sindirnya.

"Mark! Kenapa kamu jadi melawan seperti itu ke Mamah?"

"Apa aku harus tetep diem, di saat aku tau Mamah aku menjadi orang jahat?" perkataan Mark membuat Seren membulatkan matanya, terkaget.

"Please, Mah. Stop! Aku udah bahagia dengan hidup aku yang kaya gini. Hidup sama Mamah. Berhenti ganggu mereka" pinta Mark, membuat Seren mengarahkan pandangan kearah lain.

"Cukup, Papah udah hancur. Jangan buat dia makin hancur. Mau sampai kapan? Mau sampai mana? Aku cape terus-terusan jadi penonton drama kalian. Berhenti buat aku semakin menjadi korban di antara keegoisan kalian. Aku udah bisa menerima takdir itu. Menerima kalau aku hanya sebatas seperti ini sampai kapanpun. Jadi aku harap mamah juga bisa menerima kenyataan ini. Menerima kalau Papah emang cuman sebatas itu buat kita."

"Diam kamu Mark! Mamah tau kamu berbohong. Kamu hanya selalu berpura-pura tentang perasaan kamu selama ini. Jangan pernah hasut mamah untuk menjadi orang yang pandai berpura-pura seperti kamu. Mamah akan tetap memperjuangkan hak-hak itu. Semua hak mamah dan kamu dari laki-laki itu. Jadi jangan pernah kamu berusaha untuk menghentikan mamah. Karena mamah tidak akan pernah menyerah sampai kita mendapatkan semua hak itu" tegas Seren penuh penekanan, lalu ia berlalu pergi meninggalkan Mark. Membuat Mark hanya bisa terdiam pasrah. Selalu seperti ini. Setiap kali Mark coba untuk mengingatkan Ibunya, dia akan selalu menentang perkataan Mark.

****

Jeno mengernyitkan matanya saat mencoba membuka mata, lalu tangan kanannya memijat pelipisnya, karena kepalanya yang masih terasa pusing. Setelah dirasa matanya sudah bisa menangkap sekitar, pemandangan yang ia lihat pertama kali adalah atap kamar yang bercat putih. Setelah beberapa detik terdiam, ia menengokkan kepalanya ke arah kanan. Dan ia terkejut karena yang ia lihat adalah sosok sang Bunda yang masih terlelap tidur di sampingnya. Kemudian ia menengokkan kembali kepalanya ke arah kiri yang lantas membuat Jeno semakin terkejut, karena yang ia lihat adalah sosok sang Ayah yang juga sama masih terlelapnya. Kemudian Jeno mengangkat tangan kirinya yang terasa nyeri ke atas. Dan ia bingung melihat tangannya yang tertancap selang infus.

Jeno benar-benar tidak ingat apa yang terjadi kepadanya semalam, sampai ia harus diberi infusan seperti itu. Dan di temani tidur oleh kedua orang tuanya. Yang ia ingat hanya, dia berniat pulang kerumah setelah seharian penuh menghilang untuk menenangkan dirinya.

Jeno coba bangkit perlahan. Tubuhnya masih terasa sangat lemas dan kepalanya berdenyut seperti di tusuki ribuan jarum. Membuat ia mengernyit menahannya.

Panggilan TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang