[4] Tidak boleh bertemu Jeno

850 65 1
                                    




Happy reading



Doyoung duduk gelisah di ruang keluarga menunggu anaknya pulang. Perasaannya tak karuan, terlalu campur aduk. Sudah sekian lama dia tidak merasakan perasaan ini. Perasaan bahagia yang sangat teramat. Hingga sulit di artikan dan di jelaskan. Dia berharap kebahagian ini benar-benar nyata, tidak hanya sekedar mimpi indah. Beberapa kali Doyoung menepuk pipinya pelan atau mencubit pergelangan tangannya, untuk memastikan bahwa dia sedang berada di alam sadar bukan alam mimpi. Mungkin bisa di bilang terlalu berlebihan, tapi kenyataannya keadaan ini benar-benar membuatnya merasa menjadi orang paling bahagia di dunia.

"Aku pulang" teriak Jaemin yang baru saja datang memasuki rumahnya. Doyoung menengok ke arah Jaemin yang sudah hampir dekat dengannya. Dengan bergegas dia lari menghampiri Jaemin lalu memeluk anak itu begitu saja, sangat erat. Jaemin tersentak kaget mendapatkan pelukan erat tiba-tiba dari sang Ayah. Jaemin bingung sekaligus khawatir.

Terdengar deru nafas tidak teratur sang Ayah, lalu Doyoung mulai terisak di pelukan Jaemin, membuat Jaemin semakin khawatir. Dengan bergegas Jaemin membalas pelukan Ayahnya "Ayah, kenapa? Ada apa?" tanya Jaemin penuh ke khawatiran.

"Tante Aya" Doyoung menyebut nama Aya di ucapan pertamanya, dan belum melepaskan pelukan erat di tubuh anaknya itu, membuat Jaemin semakin bingung.

"Tante Aya? Tante Aya kenapa?" tanya Jaemin penasaran.

"Dia menerima lamaran Ayah" jelas Doyoung. Jaemin terdiam beberapa detik, matanya terlihat mulai berkaca, lalu tersenyum "Jaemin, tolong bilang ke Ayah jika ini bukan mimpi. Jika semuanya nyata."

Jaemin mengelus lembut punggung sang Ayah "Ini semua nyata, Ayah jangan khawatir, ini nyata!."

Doyoung semakin mengeratkan pelukannya pada Jaemin, membuat badan Jaemin sedikit kesakitan.

"Ayah lepas dulu dong, aku tau Ayah bahagia. Tapi badan aku sakit di peluknya erat banget" protes Jaemin dengan nada bercandanya.

Bergegas Doyoung melepaskan pelukan dari sang anak dengan khawatir, karena telah menyakiti Jaemin dengan pelukannya "Maaf, maaf Ayah terlalu berlebihan" ucapnya tak enak.

"Kita sambil duduk ngobrolnya biar enak" ajak Jaemin, dan di turuti oleh Doyoung. Sekarang mereka duduk di sofa ruang keluarga.

"Jaemin?" panggil Doyoung, membuat Jaemin memfokuskan padangannya pada sang Ayah.

"Ayah tau, Ayah sudah menanyakan hal ini ke kamu ber-ulang kali. Dan kamu sudah menjawab pertanyaan ini juga. Tapi memastikan untuk terakhir kalinya. Apa kamu benar-benar mengijinkan Ayah menikah dengan tante Aya? Apa kamu tidak merasa keberatan?"

Mendengar pertanyaan sang Ayah, Jaemin tersenyum lebar. Sungguh, Doyoung sudah menanyakan hal ini berulang kali, sampai Jaemin rasa bosan mendengar dan menjawabnya. Tapi dia tau kalau ini adalah salah satu bentuk keperdulian sang Ayah untuknya, Doyoung mementingkan perasaan Jaemin juga sebelum bertindak apapun.

"Aku selalu bilang, kalau Ayah bahagia aku ikut bahagia. Lakukan apapun yang sekiranya membuat Ayah bahagia. Selama ini Ayah selalu ngasih yang terbaik buat aku, Ayah selalu lebih mementingkan apapun untuk aku di bandingkan diri Ayah sendiri. Aku merasa bersyukur dan berterimakasih untuk itu semua. Sekarang waktunya Ayah memikirkan kebahagian Ayah sendiri. Aku mau Ayah menikah dengan tante Aya, aku sangat setuju" Doyoung tersenyum mendengar jawaban Jaemin, ada kelegaan besar di hatinya.

Panggilan TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang