[22] Bertemu luka

1.2K 105 20
                                    

~Panggilan Terakhir~

"Nggak Mark! Mamah nggak akan melakukan hal bodoh itu!" teriak lantang wanita dewasa itu.

Mark mengerung mendengar penolakan dari sang Bunda.

"Dan Mamah nggak akan ijinin kamu juga buat pergi!" masih tegasnya "Kita harus perjuangin semua hak-hak kita. Kita punya hak atas semua itu Mark. Jadi Mamah nggak akan nyerah sampai kita dapetin semua hak itu!."

Rasanya Mark sudah lelah menjelaskan dan membujuk sang Bunda untuk tidak terlalu egois dan terobsesi. Hasilnya akan selalu seperti ini, mendapatkan penolakan keras.

"Sampai kapan harus terus kaya gini? Apa harus aku mati dulu, supaya semua masalah ini selesai!"

"Mark!" teriak Seren dengan mata yang membulat, tidak suka dengan perkataan anaknya itu.

"Aku cape terus-terusan ada diposisi membingungkan kaya gini. Aku selalu berusaha menjaga perasaan semua orang yang terlibat dimasalah ini. Memastikan semua baik-baik aja. Tapi nggak ada yang pernah ngerti, perduli dan ngejaga perasaan aku! Padahal aku disini korban. Korban dari keegoisan kalian dimasa lalu. Tapi seolah aku yang salah dan harus nanggung semua penderitaannya!" teriak Mark dengan deru nafas mulai cepat, membuat sang Bunda kaget dan terdiam.

"Dari dulu, dari sebelum aku tau kebenarannya hingga aku tau tentang semuanya. Apa aku pernah nuntut sesuatu kepihak mana pun? Apa aku pernah nuntut hal atau hak aku ke Mamah, Papah? Nggak! Aku yang selalu berusaha buat menjaga perasaan kalian. Termasuk tante Aya dan Jeno. Kalau aku egois, kalau aku memikirkan nasib aku sendiri. Dari dulu aku nggak akan pernah selalu cegah Mamah buat hancurin keluarga mereka, aku bakal dukung hal jahat itu. Aku berusaha melindungi mereka karena aku tau disini Mamah yang salah!."

"Apa Mamah pernah mikirin keadaan dan perasaan aku yang tertekan dan kesepian selama ini?" pertanyaan Mark membuat Seren terdiam "Dari kecil aku udah ngerasain rasanya dibully, dikucilin temen-temen disekolah karena mereka tau tentang keadaan aku. Hingga besar pun aku masih punya rasa trauma itu. Aku yang selalu takut buat deket sama orang lain karena aku ngerasa nggak pantes dan malu. Aku takut mereka tau tentang cerita hidup aku yang memalukan ini."

"Apa Mamah perduli tentang aku yang rindu sosok Papah? Iya, emang aku punya sosok Papah dalam hidup aku tapi untuk raga dan kasih sayangnya aku nggak punya. Papah nggak pernah tulus buat sayang ke aku sebagai anaknya karena aku bukan seorang anak yang dia harapkan. Bahkan mungkin kalau bisa Papah mau singkirin aku dihidupnya, aku bencana buat dia!."

"Mark!" teriak Seren.

Mark tersenyum sinis "Aku selalu takut dan nggak pede buat ngelakuin hal apapun. Aku tumbuh jadi orang yang tertutup dan terbatas. Aku nggak  punya temen, saudara, sosok Ayah yang seharusnya. Bahkan sosok Ibu pun yang ada, satu-satunya sosok yang aku harapkan, nggak bisa ngebuat aku menjadi orang yang merasa beruntung didunia ini."

"Mark stop!" teriak kembali Seren dengan mata yang mulai berkaca dan deru nafas cepat karena merasa semakin terluka mendengar ucapan sang anak.

"Aku udah ada dititik cape buat terus ikutin keegoisan Mamah. Buat terus bertahan dalam rasa sakit yang aku tanggung sendiri, aku cape terus berpura-pura baik-baik aja. Mau Mamah setuju atau tidak, mau dengan Mamah atau tidak. Aku bakal tetep pergi dari sini. Dari kehidupan orang-orang yang beberapa tahun ini ngebuat aku tertekan. Aku nggak mau menampakan diri aku lagi sama mereka termasuk Papah. Jadi kalaupun Mamah nggak mau ikut aku, tolong jangan halangin dan larang aku. Sekarang terserah Mamah, entah itu masih mau berusaha buat terus mengikuti keegoisan Mamah, atau mau ikut aku buat memulai kehidupan baru yang lebih baik dan tentram tanpa harus mengganggu mereka" dengan cepat Mark melangkahkan kakinya kelantai atas menuju kamarnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 17, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Panggilan TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang