[21] Berpamitan

1.1K 95 16
                                    




Happy reading

Sudah satu bulan lamanya Jeno mengabaikan Jaehyun. Jeno tidak pernah membalas pesan maupun mengangkat panggilan telpon dari Ayahnya itu. Dia benar-benar membuat jarak dengan Jaehyun. Membuat Jaehyun merasa semakin terluka setiap harinya.

Jaehyun menjalani harinya penuh keterpurukan. Banyak pikiran-pikiran buruk yang selalu menghantui rasa ketakutannya. Membuat ia sering merasakan perasaan panik setiap malam. Jika tidak di bantu oleh obat-obatan yang ia konsumsi dari anjuran dokter, mungkin dia merasa sudah akan gila. Hal itu membuat Jaehyun menjadi susah untuk tidur setiap malam serta hilang nafsu makannya hingga membuat ia jatuh sakit.

Mark satu-satunya orang yang masih memberi perhatian kepada Jaehyun. Ia jadi merasa tidak tega melihat Ayahnya seterpuruk itu. Seperti orang yang tidak memiliki semangat hidup.

Mark benar-benar berhasil mengenyampingkan rasa egonya. Ia berusaha mengusir atau melupakan tentang perasaannya sendiri. Tentang luka dan keinginannya. Mark rasa, dia tidak bisa jika harus terus membiarkan masalah ini bergulir dan akan semakin menghancurkan satu persatu orang-orang yang terlibat di dalamnya. Ia harus berusaha menjadi orang yang paling waras disini. Walau pada akhirnya nanti dia mengorbankan dirinya sendiri. Ia sudah tidak peduli lagi. Yang Mark ingin hanya semua drama rumit dalam kehidupannya selesai. Dia ingin hidup tenang.

Dan hal pertama yang harus ia selesaikan adalah masalah Jeno dan Ayahnya. Ia harus menemui Jeno untuk membujuk anak itu agar mau berdamai dengan Jaehyun dan tidak terlalu menyalahkan Ayahnya itu.

Dengan penuh rasa khawatir Mark menunggu Jeno disebuah taman dekat kampus Jeno. Mark semalam coba mengirim pesan kepada Jeno untuk meminta bertemu dengannya. Mark harap Jeno akan datang menemuinya karena semalam ia tidak memberi tau Jeno siapa dia. Ia hanya mengirim pesan meminta bertemu saja di taman dekat kampusnya.

Mark merasakan campur aduk saat ini. Kekhawatiran dalam dirinya sangat besar. Karena ini untuk pertama kalinya Mark akan bertemu dengan Jeno, bertatap muka secara langsung sebagai kedua orang yang sudah saling mengetahui apa posisi masing-masing. Bukan hanya Mark saja lagi yang tau siapa Jeno, tapi Jeno juga tau siapa Mark. Namun ada satu titik juga yang membuat Mark merasakan kelegaan dalam dirinya, karena ia yang tidak perlu lagi bersembunyi di tempat persembunyiannya. Berlari dan bersembunyi seperti seorang maling yang takut ketahuan jika melihat Jeno. Dia tidak perlu melakukan hal itu lagi.

Jeno sangat merasa penasaran kepada seseorang misterius yang semalam mengirimkan pesan kepadanya untuk meminta bertemu. Dengan langkah cepat ia menuju taman dekat kampusnya. Jeno ingin segera tau siapa orang misterius itu.

Sesampainya di taman, langkahnya terhenti saat ia melihat seorang pria yang sedang terduduk di bangku taman, membelakanginya. Matanya mengerung memperhatikan postur tubuh pria itu. Ia seperti pernah melihatnya, akan tetapi lupa dimana.

Jeno melangkah perlahan, menghampiri sosok pria itu. Setelah ia berada tepat di belakangnya. Jeno terdiam beberapa saat, coba mempersiapkan diri untuk menegur orang itu.

"Lo siapa?" suara Jeno lantas membuat pria yang sudah menunggunya sejak tadi itu terperanjat kaget.

Mark memejamkan matanya, coba untuk menenangkan dirinya bahwa semuanya akan baik-baik saja. Sudah dirasa membaik. Mark berdiri dari duduknya, lalu ia membalikan badan menghadap Jeno. Yang lantas membuat Jeno semakin mengerungkan pandangnnya. Pantas saja ia merasa pernah melihat pria itu. Ternyata memang benar dia pria yang sering ia lihat dulu bersama Ayahnya. Yang tidak lain anak dari Ayahnya juga.

Terlihat guratan emosi dari Jeno setelah tau siapa orang yang mengajaknya bertemu itu. Ia mengepalkan kedua tangannnya. Sedangkan Mark masih terdiam menatap Jeno dengan wajah datarnya.

Panggilan TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang