[7] panggilan baru

543 56 5
                                    



Happy reading


Pagi hari di hari pertama mereka resmi menjadi keluarga besar. Masing-masing sudah duduk di kursi meja makannya, menyantap sarapan pagi yang sudah di sediakan asisten rumah tangga. Sebenarnya Aya ingin sekali memasakan untuk mereka, tapi Aya masih merasa sungkan untuk melakukannya. Nanti akan dia coba untuk memasakkan makan malam, pikirnya.

Semua lahap menyantap sarapan paginya, kecuali Jeno yang terlihat tidak bersemangat setiap memasukan sendok ke dalam mulutnya. Di tambah kepala yang selalu menunduk.

"Gimana sarapannya suka Aya, Jeno?" tanya Doyoung hati-hati.

"Mas, jujur aja pasakan mbok Ati super enak. Jago masak banget ya. Aku harus banyak belajar nih dari beliau" Puji Aya super excited kepada mbok Ati sang asisten rumah tangga di rumah Doyoung. Sedangkan Jeno tidak merespon, tetap tertunduk.

"Syukurlah jika kalian suka. Boleh sekali, jika kamu memang mau memasak, tidak merasa cape" jawab Doyoung tersenyum.

"Mbok Ati emang jago banget masak tante. Pokoknya pasakan yang paling bikin aku nafsu makan selama ini. Maklum aja mbok Ati udah masak buat kita dari sejak aku belum lahir sampe sekarang" jelas Jaemin semangat. Mbok Ati memang sudah sangat dekat dan tau banyak tenang keluarga Doyoung, di usianya yang sudah cukup tua namun semangat dan tenaganya untuk bekerja masih sangat kuat.

"Pantes aja. Pokoknya tante nanti harus belajar deh sama mbok Ati" ucap Aya.

"Tapi pasakan tante Aya juga enak banget, ga kalah jauh" puji Jaemin tiba-tiba.

"Beneran, pasakan tante enak?" tanya Aya dengan berbinar.

Lalu di balas anggukan dan senyuman oleh Jaemin "Jadi pengen coba lagi."

Mendengar penuturan Jaemin hati Aya menghangat. Sungguh dia merasa senang bahwa sang anak menyukai selera pasakan yang dia buat "Nanti di masakin lagi yah" jawab Aya. Doyoung tersenyum mendengar obrolan ringan namun bermakna anatara sang anak dan istrinya.

Jeno? Dia masih menunduk sambil menahan rasa kesalnya mendengar obrolan itu.

Ketika semua sudah fokus lagi pada sarapannya masing-masing, Aya terdiam gugup. Ada sesuatu yang ingin dia ucapkan namun sedikit merasa canggung.

"Jaemin?" panggil Aya, membuat si empunya menengok.

"Iya, tante kenapa?"

Aya menyimpan sendok yang dia pegang ke atas piringnya "Mulai sekarang kalau engga keberatan, boleh ko Jaemin panggil tante, Bunda."

Perkataan Aya sontak membuat Jeno yang sedari tadi membisu dan menunduk, mengangkat kepalanya, menatap ke arah Aya tak suka. Sedangkan Jaemin menelan ludahnya, merasa gugup mendengar penuturan Aya barusan secara tiba-tiba.

Jaemin merasa kaku harus mengucapkan panggilan itu. Karena tidak terbiasa dan belum pernah memanggil siapapun dengan sebutan seorang Bunda. Doyoung terus memperhatikan Jaemin, dia mengerti anaknya saat ini sedang merasa gugup. Namun Doyoung juga tau anaknya pasti bahagia. Karena ini salah satu momen yang selalu dia idamkan, ada sosok nyata seorang Bunda dalam hidupnya, untuk pertama kalinya.

"Tapi kalau Jaemin belum mau engga apa-apa ko" sangkal Aya tersenyum.

"Beneran kan? Boleh? " tanya Jaemin memastikan, di balas anggukan lembut oleh Aya.

"Makasih, Bunda" ucap Jaemin lirih, tangannya terlihat menggenggam sendok yang ada di tangannya sangat erat.

Jeno langsung memalingkan wajahnya ke sembarang arah, dia tidak suka. Dia belum bisa menerima ada orang lain yang memanggil Ibunya dengan sebutan Bunda selain dirinya. Terlihat kilatan emosi yang coba dia tahan. Sedangkan Aya tersenyum senang mendengar Jaemin sang anak tiri memanggil dirinya Bunda.

Panggilan TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang