Episode 02

400 24 0
                                    

🌿Selamat Membaca 🌿


Plakkk..

"Kau! Seharusnya aku tak menikah denganmu! Seharusnya aku tak bertemu denganmu! Ini semua salahmu! Aku menyesal bertemu denganmu! Aku menyesal telah mencintaimu!" kata Fredd berteriak.

Aku sangat ketakutan, badan ku gemetar dan rasanya ingin menangis.

"A-apa..? Kau kenapa.. Fredd?" Fredd seketika mendorongku ke tembok dengan sangat keras. Itu terasa sangat sakit..

"Aku benci mengakuinya. Namun, aku tidak pernah mencintaimu, Callia. Justru sebaliknya, aku membencimu." ucap Fredd sambil menekan tanganku..

Perkataan Fredd membuatku menjadi sakit hati. Ternyata selama ini dia tidak pernah mencintaiku.. Lalu mengapa? Mengapa kau mengunjungiku setiap hari? Mengapa kau memberiku bunga saat ulang tahunku? Mengapa? Mengapa aku mencintaimu?

...

Fredd berjalan ke kamar dan meninggalkanku di sini. Aku memeluk lutut sambil menahan tangis. Ternyata cinta itu tak seindah yang ada di dongeng. Ku pikir Fredd adalah pangeran berkuda yang datang menjemputku.. Ternyata aku salah....

Aku segera menuju kamar dan menangis semalaman.

Esoknya para pelayan khawatir padaku, karena aku tak kunjung keluar kamar. Aku tak ingin keluar kamar karena tak ingin bertemu siapapun. Aku hanya ingin sendirian.

Aku tidak keluar kamar hampir seminggu. Mataku menjadi bengkak karena menangis. Dan aku tidak ingin tersenyum lagi.

Aku keluar kamar, dan semua pelayan terkejut melihat penampilanku. Mereka semua menanyakan apa yang terjadi, namun aku hanya terdiam.

***

Waktu terus berlalu. Sudah 1 tahun aku menikah dengan Fredd. Fredd jarang pulang ke rumah. Dia kadang berkunjung ke rumah sesekali, namun hanya untuk memberiku surat dari ayah saja, dan dia pergi lagi.

'Sudah lama aku tidak berjalan-jalan, bagaimana kalau kita mengunjungi kota sesekali. Sudah lama aku tidak kesana.'

"Hei, Meri. Siapkan aku kereta kuda untuk pergi ke kota."

"Siap, nyonya!" Meri langsung lari menuju ke bawah.

Meri adalah pelayan kesayanganku. Saat pertama kali bekerja, dia selalu mengikutiku ke mana pun. Namun sejak saat ditugaskan di dapur, dia tak pernah mengikutiku lagi. Paling kami hanya bertemu di meja makan. Sejak saat itu, aku mengutusnya menjadi pelayan pribadiku. Dia sangat ceria, mudah bergaul, dan sering bercerita tentang hal yang dia sukai. Sepertiku dulu..

"Nyonya, kereta anda sudah siap di bawah!" kata Meri sambil terengah-engah.

"Baiklah, aku akan segera kesana," aku berjalan menuju kereta kuda dan pergi ke kota.

'Kota masih terlihat sama, sejak terakhir aku kesini. Aku ingin sekali kesini bersama ayah lagi,'

Saat sedang asyik melihat-lihat kota, aku melihat Fredd dan Freya sedang berduaan di kota.

'Itu.. Fredd dan Freya, bukan?'

Mereka tampak sangat bahagia.. Terutama Fredd, dia selalu tersenyum di dekat Freya. Sepertinya dia sangat mencintai Freya..  ... Hatiku rasanya sangat hancur ketika melihat mereka berdua, sepertinya dia memang tidak pernah mencintaiku, tapi mengapa?

***

Aku tidak jadi pergi ke tempat yang kuinginkan saat di kota tadi. Aku memutuskan untuk pulang saja. Aku merasa mual dan pusing. Aku ingin beristirahat saja di kamar.

Entah kenapa aku merasa mual akhir-akhir ini. Apa jangan-jangan aku..? Akh itu tidak mungkin, mana mungkin aku hamil. Tapi.. Apakah aku benar-benar hamil anak Fredd? Jika benar itu, Fredd pasti akan sangat senang mendengar hal itu.

Keesokannya, aku mengundang dokter untuk mengecek perutku. Dan dia berkata bahwa aku benar-benar sedang mengandung.

"Saya.. Mengandung, dok?"

"Ya benar, duchess. Anda hamil sudah 1 bulan. Tolong rawat anak anda sebaik mungkin. Kalau begitu saya permisi dulu," dokter pun pergi dari kamarku.

A-aku benar-benar hamil? Aku, mengandung anak Fredd? Apakah dia akan senang kalau aku mengandung anaknya? Aku khawatir..

***

Esoknya Fredd pulang membawa surat dari ayah, lagi. Dia memberikannya padaku. Lalu segera pergi lagi, namun aku mencegahnya.

"Fredd, tunggu!"

Fredd langsung membalikkan badan dan berkata,
"Apa yang kau mau? Cepatlah, aku sangat sibuk,"

"Sibuk? Sibuk bersama Freya bukan?" aku mengepalkan tangan, menahan amarah.

"Jadi kau sudah tahu? Baguslah, aku juga akan berpisah denganmu," ucap Fredd dengan santai.

"Apa!? Berpisah!? Bagaimana bisa kau lakukan itu!" ucapku meneriaki Fredd.

"Memangnya kenapa? Pernikahan ini bukan karena kita saling mencintai bukan? Lalu untuk apa gunanya kita terus bersama?"

"Aku sedang mengandung anakmu! Apa kau tega menelantarkan anakmu ini?" ucapku sambil meneteskan air mata.

"Apa? Kau mengandung? Tinggal berikan saja anakmu pada adikmu, Freya. Lagipula kita akan segera menikah, aku bisa menjaganya bersama Freya. Lagipula Freya suka anak-anak,"

"Aku tidak akan memberikan anak ini padamu! Aku tidak mengizinkanmu menyentuh anak ini!"

"Ya sudah toh, aku juga tidak peduli. Freya akan memberiku keturunan yang lebih baik dari anakmu itu." ujar Fredd pergi dari rumah itu.

Kepalaku menjadi pusing, dan aku langsung terjatuh.

***

Saat terbangun, aku melihat Meri ada di sampingku.

"Nyonya! Syukurlah anda sudah siuman! Saya khawatir anda kenapa-napa.." kata Meri memegang tanganku.

"Meri.. Apa yang, terjadi.. Padaku.."

"Saat saya ingin menghampiri anda, saya melihat anda sudah tergeletak, nyonya.. Saya langsung cepat-cepat memanggil pelayan yang lain, dan memanggil dokter,"

Jadi, setelah aku berdebat dengan Fredd, aku pingsan?

"Nona Meri, bisakah.. Anda keluar sebentar? Ada yang perlu saya bicarakan berdua dengan Duchess," ujar dokter yang ada di sebelahku.

"Baiklah dokter, nyonya saya keluar dulu, ya?" Meri berjalan keluar. Dokter langsung mendekat padaku, wajahnya terlihat pucat.

"Ada apa dokter?" tanyaku pada dokter.

"Begini.. Duchess. Bayi yang anda kandung.." ucap dokter cemas.

"Ada apa? Ada apa dengan anakku?" kataku yang langsung berdiri dari kasur.

"Bayi anda.. Sudah tidak ada.."

"Apa? Apa yang anda katakan! Itu tidak benar bukan? Bayiku, bayiku masih hidup kan dokter?" ucapku memegang tangan dokter.

"... Yang saya katakan ini benar Duchess, akibat anda terlalu banyak stress, kandungan anda menjadi bermasalah. Oleh karena itu.."

Aku menangis sembari memegang perutku, dan berkata,
"Tidak, itu tidak mungkin! Bayiku, bayiku.."

Dokter yang khawatir akan keadaanku, langsung menenangkan diriku.

"Tinggalkan aku sendirian, dokter,"

"..." dokter pun terdiam, dan pergi dari kamar.

****

Aku tidak pernah keluar kamar sejak hari itu. Aku hanya berdiam diri di kamar dan memandang jendela. Meri setiap hari akan membawakanku makanan, dan menanyakan pertanyaan yang sama setiap hari. Namun aku tetap diam saja. Meri khawatir akan keadaanku, namun aku berkata, semuanya baik-baik saja.

***
🌿Terima kasih sudah membaca dan mendukung cerita ini, di tunggu kelanjutannya yah.🌿

Callia's Revenge [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang