Run!

2.9K 307 82
                                    

Cuaca cerah dan hangat di sore hari ini sangat sesuai untuk pergi ke taman bermain bersama anak. Karena itu Amato memanaskan mobil dan menyuruh pasukan kecilnya untuk naik ke mobil lebih dulu. Sementara sang komandan sendiri harus menyelesaikan urusan di kamar kecil.

"Papa cepetan!" dengan riang Gentar menekan klakson mobil berkali-kali. Gempa yang duduk di kursi belakang buru-buru maju untuk menghentikannya.

"Berhenti bunyikan klaksonnya, De. Nanti ada yang kaget lho."

"Ups!" Gentar menutup mulutnya. Baru saja Gempa bernapas lega, tiba-tiba Gentar menyembulkan kepalanya dari balik jendela mobil dan menjerit sejadi-jadinya.

"Papaaaa! Cepetaaan! Nanti Frosty dan Glacy ketiduran lagi gara-gara nunggu! Nanti Gentar nggak punya temen main!"

Gempa tersenyum lemah. Memang benar Gentar berhenti menekan klakson, tapi suaranya itu nggak kalah nyaring sama klakson mobil.

Lalu pintu di samping pengemudi terbuka sehingga menampilkan sosok kakak sulung mereka. Halilintar duduk dan memasang sabuk pengamannya. "Ya, biarin. Tinggal dibangunkan lagi."

Gentar memanyunkan bibirnya. "Lebih baik mencegah daripada mengobati!"

"Emang kamu paham artinya?"

"Paham dong!"

Gentar yang semula ingin kembali berteriak mengurungkan niatnya begitu melihat Amato yang menghampiri mereka.

"Maaf kalian harus menunggu. Tadi Papa pup tapi airnya mati, hehe," Amato nyengir lalu masuk ke dalam mobil.

"Eh?!" Gentar dengan panik melompat ke kursi sebelah tempat Halilintar duduk. Dia memeluk erat-erat leher si sulung dengan wajah horor tertuju pada sang papa.

Lalu bagaimana nasib Halilintar?

"Ohok--!"

Yah, kalian sudah tahu jawabannya.

"De Gentar! Longgarin pelukannya, Kakakmu nggak bisa napas tuh!" Amato hendak mengambil si bungsu untuk ditaruh di kursi belakang. Tetapi Gentar malah berteriak.

"Jangan mendekat! Saya sudah makan, sudah mandi!"

"Lah?" Amato melongo.

"Jangan mendekat! Papa belum cebok!"

Segera Gentar melompat ke kursi belakang lalu memeluk Gempa dengan wajah ketakutan. Gempa balas memeluk adiknya dan menepuk pelan punggung kecilnya sehingga Gentar mulai tenang. Tetapi, Halilintar yang semula mengomel karena dicekik Gentar tiba-tiba saja tertawa. Dan itu berhasil membuat kedua adiknya yang mendengar tawa angker dari si sulung saling berpelukan dengan wajah pucat. Keduanya menjerit horor seperti bocah kecil di kartun Masha and the bear.

Brak!

Gentar membuka pintu mobil dengan keras. Lalu menarik sebelah tangan Gempa keluar dari sana. Dia berlari sangat cepat sampai-sampai Gempa yang diseretnya terbang seperti layangan.

"Gentar lagi ngapain?!" teriak Sori dari kejauhan. Dia datang bersama Supra dari arah berlawanan. Mereka memberikan tatapan tanda tanya. Awalnya mereka berpikir sedang ada permainan kejar-kejaran antara anak dan ayah, tapi melihat ekspresi ketakutan Gentar sepertinya bukan itu.

"Lari! Papaku belom cebok!"

"Huh?!" Sori dan Supra sontak menatap horor Amato yang mendekati mereka.

"Hah ... hah! Hai--"

"Jangan mendekat!" Sori dan Supra berlari laju menjauhi Amato lalu menyusul Gentar.

Amato menganga tak percaya. "Jangan percaya dia! Saya sudah ceboook!"

.

Seorang wanita yang berniat menyapu halaman melihat ke mobil yang masih terparkir rapi di sana.

'Kenapa mereka belum berangkat?'

Dia lalu menghampiri mobil itu dan menengok ke dalamnya.

"Kenapa kalian belum berangkat-- astaghfirullah!"

Betapa kagetnya dia menemukan anak sulungnya yang biasanya minim ekspresi. Tapi sekarang sedang tertawa nggak ingat dunia di mobil sendirian.

"Hehehe! Ohok! Hehehe!"

________________

Sempat maju mundur mau publish nih draft. Gentar yang di sini ngomongnya lancar no cadel, uwuuwu.

200622

The Twilight's Family (Halilintar|Gempa|Gentar)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang