Video Call

638 103 89
                                    

Kini ketiga Twilight bersaudara telah berada di depan gerbang rumah tercinta mereka. Halilintar langsung menurunkan si bungsu dari bahu lebarnya lalu diberikan pada Gempa. Jika langsung diturunkan maka Gentar akan langsung kabur kalau tidak ada yang memegangi.

Tepat saat Halilintar membuka pagar muncul sesosok pria dengan pipi cekung. Gentar yang paling pertama berteriak histeris disusul Halilintar dan Gempa yang menjerit tanpa suara.

Sementara tubuh loyo sosok itu seketika sehat bugar kembali begitu melihat mereka. Kaget mereka mengetahui sosok itu tadinya adalah papa mereka. Amato langsung memeluk mereka kecuali Halilintar yang langsung menghindar.

"Kenapa kalian lama sekali meninggalkan Papa?!"

Amato menduselkan pipi berjenggotnya ke pipi Gempa dan Gentar hingga kedua anaknya meringis nyaring.

"Ow ow ow! Papa sakiiit!" protes mereka.

Amato terkekeh. Bukannya berhenti dia malah mencium pipi anaknya. Gempa tampak pasrah dengan ulah papanya. Sedangkan Gentar langsung keluar reog-nya.

"Papa udahan dong, sakit tau! Rasanya kayak kena sikat baju!" protes Gentar sambil menjauhkan wajah Amato sekuat tenaga.

Sekarang pahamkan kenapa Halilintar menghindar? Dia sudah capek berurusan dengan jenggot Amato.

Malam harinya, hanya ada Halilintar dan Gempa yang menghuni ruang keluarga. Halilintar duduk di sofa menonton sidang koruptor dengan raut serius.

Sedangkan Gempa duduk beralaskan karpet. Dia sedang menulis di atas meja kecil mengenai materi yang akan dibahas Senin besok. Karena lampu dimatikan oleh Halilintar yang suka nonton gelap-gelapan, Gempa pun memakai pencahayaan dari lampu belajar.

Didepannya layar laptop menyala. Menampilkan video call bersama kedua sahabatnya. Gempa menatap layar dimana Solar dan Supra duduk semeja. Mereka bukan sedang mengerjakan PR melainkan latihan soal. Aura persaingan menyelimuti kedua bersaudara itu.

Sementara Thorn menatap kosong lembaran buku tulisnya.

"Thorn kenapa?" tanya Gempa khawatir.

Thorn yang ditanya dengan lembut seketika menangis deras.

"Kenapa sih hari Minggu itu cepat sekali berlalu? Thorn kan belum selesai ngerjain PR," ujar Thorn dengan air mata membasahi buku pr-nya.

Gempa menatap Thorn kasihan. Jika saja mereka di sekolah, Gempa pasti akan langsung mengusap kepala Thorn untuk menghiburnya.

Solar memutar bola mata bosan. "Salah sendiri."

"Gemgem lihat Solar tuh!" rengek Thorn.

Solar yang diadukan balas menatap tidak terima. "Bener kok, salahmu sendiri! Sudah tahu besok dikumpulkan malah berleha-leha."

Jleb!

Thorn terhempas setelah menerima serangan fakta dari Solar.

"Thorn!" panggil Gempa tambah cemas.

Thorn mengangkat tangannya gemetar mengkode minta tolong.

"Gem! Tolongin Thorn! Please!"

"Jangan ditolongin. Kalau gini terus kapan mandirinya dia!" tegas Solar.

Thorn balas menatap tajam dengan pipi menggembung.

"Apalah Solar. Orang Thorn minta tolong sama Gemgem bleeee!" Thorn menjulurkan lidahnya.

Sementara Solar dan Thorn ribut. Gempa mengambil sebuah boneka yang lalu disarungkannya ke tangan.

"Thorn semangat ngerjain PR-nya, ya!" ujar Gempa menggerakkan boneka kodok favorit Thorn.

The Twilight's Family (Halilintar|Gempa|Gentar)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang