Cuma Hari yang Normal

847 118 47
                                    

Hari ini seperti biasa Halilintar melaksanakan piket harian sebagai bagian keamanan. Dia memantau di depan pintu gerbang sembari menatap tajam para siswa yang masih keluyuran di luar kelas padahal sebentar lagi bel masuk berbunyi.

"Kalian semua cepat masuk ke kelas masing-masing!"

"B-baik!"

Halilintar mendata siswa yang terlambat lalu memberikan mereka poin serta hukuman.  Setelah menyelesaikan tugasnya dia lalu memanggil satpam agar mengunci pagar.

Saat berjalan menuju kelasnya Halilintar mencium bau asap rokok. Dia mengikuti bau tersebut hingga sampai di halaman belakang sekolah.

Dibalik dinding gedung sekolah terlihat sekumpulan siswa kelas sepuluh dengan kepulan asap yang mengelilingi mereka.

"Nih pake," seseorang menawarkan pemantik rokok pada Taufan.

Taufan mengibaskan tangannya.

"Nggak dulu. Kemarin malam gue batuk-batuk gara-gara asap rokok."

"Masa gitu doang batuk," cibir salah satu dari mereka.

"Udah ah gue laper belum sempat sarapan. Ngerokok nggak bikin kenyang mending gue makan roti," Taufan mengambil bungkusan roti dari tasnya.

"Bro, lo nggak lupa kan? Hehe."

Taufan memutar bola mata malas lalu melemparkan tas kertas berisi aneka roti pada mereka. Dengan segera orang-orang itu berebut mengambil isi tas bagaikan monyet kelaparan.

"Lo emang temen kita yang paling baik~" ujar mereka menepuk bahu Taufan kencang dengan seringai lebar.

"Besok-besok bawain lagi, ya. Kita kan teman."

Taufan hanya bergumam sebagai jawaban. Tidak seperti dirinya yang biasa akan merespon heboh jika dipuji sebagai teman yang baik.

'Tapi teman yang baik nggak mungkin ngajakin temannya merokok. Mana ada teman yang mau membahayakan kesehatan temannya.'

Taufan tersenyum kecil saat teringat anak kecil yang ditemuinya di taman. Padahal mereka baru dua kali bertemu tapi dia terlihat begitu mempedulikannya.

"W-woi ada Halilintar! Lari!"

"Berhenti kalian!"

Taufan terlambat menyadari kehadiran Halilintar. Saat dia akan melarikan diri kerah seragamnya ditarik mencegahnya dapat kabur.

"Mau kemana lo?!" ucap Halilintar galak.

"Teman-teman jangan tinggalin gue!" teriak Taufan sementara kerah seragamnya ditarik Halilintar membuatnya terseret sepanjang jalan.

'Eh?'

Blaze yang memanjat pagar belakang sekolah tertawa gugup saat tertangkap basah terlambat.

"Hai, hehe...," sapanya dengan cengiran pada Halilintar yang melotot galak padanya.

"Gue nggak bermaksud telat kok. Gue kebelet berak gara-gara adek gue masukin bon cabe dalam sarapan gue! Beneran, gue nggak bohong!"

"Apapun alasanmu gue nggak peduli. Buruan turun!"

Halilintar yang akan menyeret Blaze turun dikejutkan suara benda terjatuh.

Mereka bertiga menatap syok Ice yang jatuh dari pohon ke semak-semak di bawahnya. Walau sudah terjatuh dari tempat cukup tinggi Ice tidak terbangun sama sekali.

"Pingsan kah?" tanya Taufan.

Blaze berjongkok lalu menusuk-nusuk Ice dengan ranting pohon sembari memanggilnya. "Bangun woi. Sekolah!"

The Twilight's Family (Halilintar|Gempa|Gentar)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang