Bagian 2

184 38 10
                                    

Jantungku ini berdetak untukmu. Kau dengar itu kekasih?
Setiap degupnya meneriakkan namamu. Setiap detaknya memanggil-manggil dirimu. Aku merindukanmu. Dimanakah kau, kekasih?
Aku rindu menikmati helaan napas dan irama jantung yang berpadu. Kau dan aku. Satu.

[Menghitung Hujan] —2.

"Namanya Heeseung." Jake tersenyum mengenang. “Dan aku akan selalu mencintainya.”

Mereka duduk di sudut warung kopi yang biasa, hujan di luar tidak deras, hanya rintik-rintik yang menyenangkan untuk dipandang.

Jake merenung sambil memandangi tetes demi tetes hujan yang membentuk gumpalan serupa air mata di kaca, menghitungnya dengan seksama.

Hari itu Jake bercerita tentang masa lalunya, tentang Heeseung, kekasih sejatinya yang direnggut sehari sebelum pernikahannya.Sunghoon mengamati Jake, “Aku ikut sedih atas kehilanganmu Jake.”

“Tidak apa-apa. Heeseung akan selalu hidup di sini.” Disentuhnya rongga dadanya, tempat jantungnya berada. Heeseung memang sudah meninggal, jantungnya sudah tak berdetak lagi untuk Jake seperti janjinya. Tetapi jantung Jake masih berdetak untuk Heeseung, semoga selamanya.

[★]

“Lihat itu siapa yang menunggumu.” Jungwon tersenyum sambil menunjuk ke depan pintu gerbang kampus. Beberapa orang tampak berkumpul, dan beberapa mahasiswi tampak berbisik-bisik dengan penuh semangat, menatap ke arah gerbang, dimana ada sosok yang menarik perhatian mereka.

Itu Sunghoon. Sang pangeran hedonis itu berdiri di sana, seolah-olah tidak sadar kalau dia menimbulkan kehebohan karena penampilannya yang mencolok.

Lelaki itu memakai cardigan cokelat tua dan celana jeans yang tampak pas membungkus tubuhnya, berdiri sambil bersandar di mobilnya yang berwarna orange cerah.

Penampilannya luar biasa tampan, apalagi untuk standar di kampus Jake yang dipenuhi para kutu buku dan mahasiswa-mahasiswa lugu. Sunghoon tampak begitu modern dan berkelas. “Kenapa dia ada di sini?” Jake bergumam, lebih kepada dirinya sendiri.

“Bukannya kau memberitahukan kampusmu kepadanya?” Jungwon tersenyum.

“Ya dia bertanya, jadi aku beritahu.” Jake mengernyit, “Tetapi aku tidak pernah menduga kalau dia akan menyusul ke kampus.”

“Mungkin Sunghoon memutuskan bahwa dia ingin lebih mengenalmu, bukan hanya dari pertemuan-pertemuan singkat di warung kopi... yang... sudah berapa kali Jake? Aku pikir sudah hampir tiga bulan kalian rutin bertemu di warung kopi.” Tepatnya Tiga bulan tiga belas hari. Gumam Nana dalam hati.

Dan dua kali seminggu, mereka bertemu di suatu sore yang singkat, kebanyakan sambil diiringi hujan, membahas segala hal, membuat mereka semakin dekat.

Ya, Jake dan Sunghoon semakin dekat seiring dengan semakin seringnya pertemuan mereka, tetapi Jake tidak berani melangkah lebih jauh.

Di dalam hatinya selalu ada Heeseung. Kekasihnya itu sudah mengambil sebuah tempat permanen di hatinya, tak akan tergantikan oleh lelaki manapun. Dan meskipun Jake merasa nyaman dan hangat bersama Sunghoon, dia menahan hatinya, tak mau melangkah lebih.

“Kau tidak mau mengenalkan aku kepada Sunghoon? dilihat dari penampilannya, dia memang sesuai dengan apa yang kau deskripsikan Jake, seorang pangeran Hedonis.”

“Tapi pangeran Hedonis yang ini sangat suka membaca komik Naruto dan Novel-novel petualangan fantasi, ayo, kukenalkan kau dengannya, kau pasti menyukainya.” Jake meraih tangan Jungwon, mendekati Sunghoon.

Lelaki itu langsung menegakkan tubuhnya ketika melihat Jake. “Hai.” gumamnya sambil tersenyum manis.

“Hai juga.” entah kenapa Jake kehilangan kata-kata. Astaga, kenapa dia ini? Dia baru tersadar ketika Jungwon menyenggol pinggangnya dengan siku.

Menghitung Hujan | sungjake ver.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang