[maaf kalau ada kesalahan kata&nama/typos, jika ada tolong beritahu aku lewat komentar ya.]
Aku dan kamu....
Memaafkan keraguan,
berdansa dengan kepercayaan.
Mengertikan kemelut hati yang tersesat,
tuk mencari tahu jalan pulang.
Memilih hidup yang hanya satu
Hanya satu, dan selalu begitu
Tak ada ragu
Selalu kembali kepadamu...[Menghitung Hujan]—6
Sunghoon menyuapi Sunoo dengan bubur dari rumah sakit. Sunoo memang belum boleh menyantap makanan yang keras karena perutnya masih belum bisa mencernanya, tetapi dia sudah bisa makan bubur sehingga tidak tergantung lagi pada infusnya.
Mereka tidak pernah membahas lagi tentang perpisahan. Sunghoon menahan dirinya, mencoba bertahan untuk berada di samping Sunoo dan merawatnya ketika lelaki itu sakit.
Semua orang benar, Sunghoon menyimpan hutang budi yang luar biasa kepada Sunoo, dia baru menyadarinya sekarang, bahwa merawat orang sakit ternyata melelahkan. Dan Sunoo telah melakukan bertahun-tahun untuknya, merawatnya ketika dia lemah tak berdaya.
Mungkin jauh di dasar hatinya Sunghoon berharap apa yang dilakukannya ini bisa menebus hutang budinya kepada Sunoo. Meskipun ia yakin bahwa itu tidak mungkin. Hutang budinya terlalu besar, dan hanya bisa dibayar kalau dia melanjutkan pertunangannya dengan Sunoo menuju jenjang pernikahan.
Tetapi bisakah sebuah pernikahan dijalankan atas dasar hutan budi? Dasar itu terlalu lemah untuk menjadi fondasi mereka. Sunoo bilang kalau dia akan berusaha dan dia pasti bisa membuat Sunghoon kembali mencintainya. Tetapi Sunghoon meragu. Jantungnya tidak berdebar bersama Sunoo. Cintanya sudah pasti bukan lagi untuk Sunoo. Kalau Sunghoon melanjutkan pertunangan ini kembali, itu sama saja dia sudah mati.
Raganya hidup tapi jiwanya mati.
·
·
·
·
·
"Sunghoon?" bisikan Sunoo lirih, membangunkan Sunghoon dari lamunannya. Lelaki itu tergeragap dan mengalihkan matanya ke arah Sunoo."Apa Sunoo?"
Sunoo mengamatinya dalam-dalam, lalu menatap ke arah mangkuk yang dibawa Sunghoon, "Buburnya sudah habis."
Sunghoon menunduk dan mengamati mangkuk di tangannya. Mangkuk itu sudah habis isinya, dia bahkan tidak ingat sudah menyuapi Sunoo sampai habis. Ditatapnya Sunoo dengan malu, "Maaf."
Sunoo tersenyum lembut, "Tidak apa-apa Sunghoon."
Sunghoon kemudian berdiri dan meletakkan mangkuk itu ke nampan piring kotor, setelah itu dia menoleh ke arah Sunoo, "Bagaimana keadaanmu?"
Sunoo meringis, "Masih sakit."
Hal itu membuat Sunghoon menghela napas, kondisi Sunoo sudah membaik, itu pasti. Rona mukanya sudah cerah, bahkan dokterpun mengatakan bahwa Sunoo sudah boleh pulang asal beristirahat di rumah dengan intens. Tetapi Sunoo selalu mengatakan bahwa dia masih sakit dan tidak mau meninggalkan rumah sakit, dia selalu mengeluh perutnya sakit dan kepalanya pusing.
Semula Sunghoon bingung, tetapi kemudian Sunghoon menyadari, bahwa Sunoo selalu mengatakan bahwa dirinya sakit karena ketakutan, dia takut ditinggalkan Sunghoon lagi kalau ternyata dia sudah sehat.
Apa yang dilakukan Sunoo itu membuat Sunghoon sedih. Oh ya ampun, kenapa lelaki ini begitu mencintainya? Kenapa dia tidak bisa melepaskan Sunghoon dengan mudah? Kenapa dia begitu menginginkan Sunghoon bersamanya?
Pemikiran itu membuat Sunghoon merasa frustrasi, tetapi dia menahannya. Sunoo pernah berakhir dalam kondisi buruk ketika Sunghoon bersikap tegas dan menolaknya. Sunghoon tidak mau Sunoo berakhir di rumah sakit lagi atau menanggung resiko fatal kalau dia meninggalkannya lagi kali ini. Kalau dia meninggalkan Sunoo, dia ingin lelaki itu sudah melepasnya dengan besar hati, tidak meratapinya lagi.
![](https://img.wattpad.com/cover/305843540-288-k324796.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Menghitung Hujan | sungjake ver.
FanfictionBagaimana jika jantungmu hanya berdetak untuk satu pemuda? Bagaimana jika jantungmu tetap setia bahkan ketika raga berganti? Sunghoon tidak pernah menduga bahwa Jake akan hadir dalam kehidupannya, bahwa dia akan mencintai Jake sedalam itu, bahwa ja...