"Keinginan sedetik terkabul akan permohonan setahun"
°°°Suara petikan gitar membuat bibir semua siswa turun bersenandung mengikuti nada. Semua orang kini sedang duduk melingkari api unggun. Mereka menyunggingkan senyuman disertai suara menenangkan yang kompak mereka lontarkan. Rasya pun turut hanyut dalam alunan lagu yang dibawakan oleh Devan. Semua orang bernyanyi selaras membuat hutan seketika menjadi menyenangkan.
Rasya kini duduk bersampingan dengan Devan. Ia tak mau jauh-jauh dari kakak kelasnya itu. Karena, Rasya masih memiliki firasat buruk. Walaupun Devan risih, Rasya tak peduli. Yang terpenting baginya tak terjadi apa-apa pada Devan.
Akhirnya melodi telah berhenti, tepukan riuh memenuhi penjuru hutan. Kini sudah menunjukan jam sepuluh malam, waktunya anak kelas 12 melaksanakan jurit malam. Mereka diarahkan untuk mengambil bendera disetiap pos. Mereka harus melewati lima pos, dan satu regu berisikan lima orang.
Mereka sudah bersiap dan mulai berjalan menyusuri hutan. Saat Devan berjalan masuk kedalam hutan, Rasya tak mengetahuinya. Karena, ia sibuk menyiapkan peralatan untuk persiapan luka ringan. Setelah selesai, Rasya pun duduk dipinggir tendanya.
Lagi-lagi Rasya melamun, kenapa pikirannya selalu memikirkan kilatan bayangan yang menghampiri matanya. Beberapa detik kemudian, Rasya tersadar.
Rasya celingukan mencari ke sekitarnya. "Loh rombongannya, Kak Devan udah berangkat?" gumam Rasya dengan mata tetap meneliti semua orang.
Rasya menghampiri teman satu organisasinya yang sedang berkumpul membenarkan tandu. Belum sempat Rasya bertanya tentang Devan, salah satu dari mereka menyambar. "Eh, lo ke pos tiga gih, regu rajawali katanya ada yang pingsan!"
"Itu regunya, Kak Devan?" tanya Rasya spontan.
"Iya-iya, nggak usah banyak nanya deh! Sana pergi sama tuh adik kelas, nih tandunya!" sambar cewek berambut pendek dengan malas.
"Nggak mau ikut? Ini regu, Kak Devan loh," ujar Rasya pada cewek itu.
"Ya enggak lah! Toh kalo Devan terluka obati aja! Gue nggak mau lah masuk kedalam sana, gelap, kotor. Kalau, gue nanti digigit ular gimana? Mau tangung jawab, lo!!" sarkasnya.
Rasya menerima tandu itu dan bergegas mencari Devan. Sebelum mereka pergi ke pos tiga, dua adik kelas cowok yang akan pergi bersama Rasya mencekal tangan Rasya.
"Kak Rasya bawa peralatan kesehatan aja, biar kita yang bawa tandunya," usul cowok berkacamata.
Rasya mengangguk dan berlari menuju tendanya. Ia membawa semua peralatan lalu memasukkannya kedalam tas ransel besar. Rasya tak peduli ransel itu berisi semua pakaian beserta makanannya, dia tetap memasukan alat-alat kesehatan dan obat-obatan ke dalam sana, sampai-sampai tas itu menjulang tinggi.
Tanpa ba-bi-bu Rasya keluar dari tenda dengan membawa tas besar yang mengalahkan tinggi tubuhnya. Dia membawa tas itu sedikit membungkuk karena merasakan berat.
Mereka bertiga mulai menyusuri hutan dengan kompas ditangan kanan Rasya dan senter di kepalanya. Dua Adik kelas cowok itu mengekor dibelakang Rasya. Mata Rasya harus teliti saat mengamati tanda jalan.
Baru sampai di pos dua salah satu adik kelas Rasya kebelet dan izin kepadanya. Rasya kini berdiri sendirian dibawah pohon, adik kelasnya yang satunya mengantarkan temannya dan hanya tersisa Rasya dalam kegelapan.
Keningnya berkerut karena, sudah beberapa menit dua adik kelasnya itu belum juga terlihat.
"Duh kira-kira mereka kemana ya? Apa mereka berdua kesasar? Kan peta nya Rasya bawa," ujar Rasya melihat kertas ditangan kirinya.
Rasya masih bersabar, ia menunggu hampir satu jam. Dia menghela nafas pasrah lalu berniat mencari keberadaan adik kelasnya. Rasya berjalan mengikuti alur kakinya, ia tak melihat kompas atupun peta sama sekali. Dalam dirinya hanya terselimuti kecemasan. Karena, dua adik kelas tadi itu adalah tanggung jawabnya, kalau ada apa-apa dengan mereka, Rasya akan merasa bersalah.
Kaki Rasya mulai lelah, ia istirahat sejenak menempelkan punggungnya pada batu besar dengan tanah menjadi tumpuannya. Nafasnya mulai terengah-engah, karena tanpa di sadari Rasya sudah berjalan beberapa jam.
Rasya meluruskan kedua kakinya, nyeri-nyeri mulai menerjang tulang-tulangnya. Bola matanya berkedip pelan melihat sekitar, ia bingung harus mencari dua adik kelasnya kemana lagi.
Beberapa detik kemudian, lampu senter yang ada di kepala Rasya mati. "Yahh baterainya habis!" Rasya sudah lelah, ia malas untuk mengambil ponsel yang ada diranselnya.
Tak sengaja Rasya melihat keatas sana, ada cahaya yang berlari turun dengan cepat kilat. "Bintang jatuh?" tanya Rasya pada dirinya sendiri dengan mata berbinar.
Rasya segera memejamkan mata memohon sesuatu, ia memohon untuk lepas dari kehidupannya saat ini, kehidupan yang membuat Rasya dilanda kesedihan setiap saat.
Semakin malam, angin semakin kencang, Rasya menutup wajahnya menggunakan punggung tangannya. Karena, angin mulai mengamuk, merombak semua daun jatuh hingga mengenai Rasya. Tak terasa arloji ditangannya kini sudah menunjukan pukul tengah malam.
Rasya mengedarkan pandangan ke sekitar, dia menajamkan mata saat melihat bayangan Devan. Saat itu terjadi bulan purnama. "Itu bukannya, Kak Devan?" bola mata Rasya mendelik.
Rasya bangkit dari duduknya dan berlari pelan mengikuti Devan. Saat ini pacaran bulan sangat mendukung Rasya, walau tak ada senter, sinar rembulan sayup-sayup memperlihatkan bayangan seseorang. Rasya terus mengais jejak langkah kaki Devan.
Rasya berhenti didepan pohon yang amat besar dan rindang, pohon itu mengeluarkan pancaran cahaya yang membuat sekitar terang bak siang. Dia tertegun saat melihat keindahan pohon didepannya.
Mata Rasya semakin meneliti seseorang didepannya. Dia baru menyadari banyak orang disekitarnya, Rasya bisa melihat Devan dan teman-temannya memasuki pohon itu. Kening Rasya berkerut, ia berjalan mendekat kearah pohon besar indah didepannya.
Rasya menjulurkan tangannya kedalam badan pohon, ia terlonjak saat tangannya menembus pohon itu. Beberapa detik kemudian banyak orang yang memasuki pohon itu. Rasya menatapnya dengan tak percaya.
Bibir Rasya tersenyum lebar melihat kejadian didepannya, ia berfikir untuk membuat novel, dari peristiwa ini ide-ide mulai bercucuran dari otak Rasya. Dia mulai bermain-main dengan pohon itu, Rasya memasukkan kepalanya kedalam pohon tersebut lalu menariknya kembali.
"Wahh hebat banget ada pohon ajaib disini?" gumam Rasya dengan tawa kecil.
Sekali lagi Rasya memasukkan kepalanya, saat hendak ia tarik keluar, tubuhnya malah didorong oleh seseorang diluar sana. Rasya kebingungan, kenapa ia bisa ada didalam sini?
"AAAAAAAAAA!!!!!" pekik Rasya saat tangannya sudah tak bisa menembus keluar dari pohon tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Milagro [Terbit✓]
FantasíaNote: Apabila dengan membaca karyaku menjadikan kamu jauh dari Tuhan, maka menjauh dan tinggalkanlah :) Gadis beribu luka bernama Rasya. Hinaan serta cercaan menimpa dia karena, kemiskinannya. Rasya jatuh hati pada seniornya bernama Devan. Devan pun...