4.Ndalem

45 14 1
                                    

Azan berkumandang menandakan waktunya umat muslim untuk sholat maghtib.

Bukannya bangun dari tidur Fattah malah mempererat pelukannya pada guling.

Disisi lain Nyai Rita telah siap dengan mukena dan sajadah dilengannya, dan keluar menghampiri sang suami yang telah menunggu di ruang tamu.

"Mana Fattah Bi?" Tanya Nyai Rita pada suaminya saat telah berada didekat Kiai Rahmad.

"Dia udah pulang?" Bukannya menjawab Kiai Rahmad malah balik bertanya.

"Udah, baru tadi sore," Jawab Nyai Rita.

"Palingan juga dikamar males-malesan anak mu itu," Kata Kiai Rahmad menebak.

"Fattah juga anak Abi kali," sahut Nyai Rita sambil berjalan menuju kamar Fattah.

Tanpa ba bi bu, Nyai langsung membuka pintu kamar Fattah yang tidak dikunci.

"Astagfirullah, Atta bangun," kata Nyai setelah berada dekat Fattah.

Lihatlah sekarang, Fattah seperti cicak terlindas ban truk. Bagai mana tidak, kedua tangannya merentang dengan kaki terbuka lebar, satu diatas kasur dan satunya tidak.

"Fattah ayo bangun, udah waktunya sholat maghrib," kata Nyai sambil menepuk pundak Fattah pelan.

"Fattah" kata nyai lagi.

"Umi, Abi duluan ya gak enak sama jama'ah yang lain udah pada nungguin," kata Kiai Rahmad sedikit samar dari ruang tamu.

"Iya Abi," jawab Nyai Rita.

"Dasar nih anak," kata Nyai lalu pergi kedapur.

Tak lama Nyai Rita datang dengan wajan dan spatula kekamar Fattah.

Teng teng teng teng

"Anj*ing kaget," kaget Fattah dan langsung terduduk.

"Penter ya sekarang udah waktunya sholat malah enak-enakan tidur, dan apa tadi yang kamu bilang?, coba ulang lagi!" Kata Nyai marah.

"Enggak kok Umi, Fattah gak ngomong apa-apa," alibi Fattah.

"Owh udah berani bohong ya, Umi jadi ragu kamu itu anak Umi sama Abi atau bukan sih, jangan-jangan ketuker lagi," kata Nyai.

"Umi ih, jangan kayak gitu ngomongnya," kata Fattah seperti anak kecil yang sedang marah pada ibunya.

"Ya sudah jika kamu ngerasa kalau kamu anak Umi sana Abi, cepet siap-siap kemesjid, sebentar lagi udah mau mulai tuh," kata Nyai.

"Iya-iya,"sahut Fattah dan beranjak dari kasur nya dengan malas.

"Umi duluan, Assalamu'alaikum" salam Nyai Rita.

"Hmm iya, wa'alaikumsalam," jawab Fattah.

~~~

Keesokan paginya, setelah sarapan Nyai Rita, Kiai Rahmad dan Fattah tengah berada di ruang tamu sambil berbincang-bincang.

"Bi," panggil Fattah.

"Apa?" Jawab Kiai Rahmad menoleh.

"Bang Fahmi kapan pulang bi?" Tanya Fattah.

"Soal itu Abi kurang tau, kata abang mu sih setelah selesai pendidikannya di yaman," sahut Kiai Rahmad.

"Owh," sahut Fattah.

"Kenapa kamu tiba-tiba nanya kapan abang mu pulang, toh biasanya juga cuek bebek," kata Nyai Rita merasa aneh dengan pertanyaan anaknya.

"Y-ya kepo aja, emangnya gak boleh?" Sahut Fattah agak terbata.

"Gak sih," sahut Nyai.

"Assalamu'alaikum," tiba-tiba seseorang laki-laki dengan tubuh lumayan tinggi mengucap salam. Kira-kira umurnya tiga puluhan.

"Wa'alaikumsalam," jawab Mereka kompak.

"Mari duduk dulu Ustadz Halim," kata Kiai Rahmad mempersilahkan duduk.

"Iya Pak Kiai," sahut Ustadz Halim dan duduk si sofa yang kosong.

"Ada apa kemari?" Tanya Kiai.

"Begini Pak Kiai, saya beserta Ustadz dan Usatadzah yang lain ingin membicarakan masalah renofasi yang akan diadakan," kata Ustadz Halim.

"Owh ya sudah mari kita keruang rapat saja untuk membahasnya lebih lanjut," ujar Kiai Rahmad, dan hanya dibalas anggukan sopan oleh Ustadz Halim.

"Umi Fattah, Abi mau rapat dulu, Assalamu'alaikum," pamit Kiai.

"Iya abi, wa'alaikumsalam," sahut keduanya.

Saat dirasa kiai sudah jauh Fattah pun menggeser tubuhnya agar duduk lebih dekat dengan Nyai Rita.

"Umi," kata Fattah pelan.

"Apa?" Tanya Nyai Rita menoleh.

"Menurut Umi Syila cantik gak?" Tanya Fattah.

"Loh ada apa nanya kayak gitu?" Tanya Nyai balik.

"Udah, yang penting Umi jawab aja dulu," kata Fattah mulai kesal karena bukannya menjawab Uminya malah balik bertanya.

"Ya pasti cantik lah namanya juga cewek, kalau ganteng cowok namanya," sahut Nyai.

"Ih Umi mah, ini Fattah seriusss," kata Fattah.

"Ada apa sih?" Tanya Nyai.

"Itu emm, Fattah kayaknya suka deh sama Syila," jawab Fattah malu-malu.

Gus BerandalanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang