Duapuluh: The Last Day

490 67 0
                                    

Ayo tinggalkan jejak

_._._

"Maksudmu kamu menyerah?" Hazen berbalik menghadap Renji dan berjalan mendekat untuk berdiri di depannya.

Renji tersenyum pedih dan mengangguk sebagai jawaban. Dia meraih tangan Hazen lagi dan menggenggamnya lebih erat.

"Kamu bilang besok hari terakhir, kan?"

Hazen tidak mengatakan atau melakukan apapun selain mengangguk saat matanya tertuju pada tangan mereka.

"Ayo kita keluar besok."

.

.

Matahari bersinar terang memberikan cahaya untuk menghangatkan pagi yang beku.

Harfa dan Jeova duduk di kasur, menundukkan kepala. Penyesalan semakin menguasai pikiran mereka saat mereka mengingat wajah ngeri sang kakak. Dia pastilah merasa kecewa. Mereka tidak bisa tidur setelah Renji meniggalkan mereka dengan raut terluka. Mata mereka merah dan lingkaran hitam muncul dibawahnya.

"Apa yang karus kita lakukan?" Jeova memecah hening, memandang Harfa yang bersandar di tembok sambil memijit kepalanya yang terasa sakit.

"Kita harus bicara sama kak Renji. Kita harus bikin kak Ji paham. Aku nggak mau kakak kecewa."

"Emangnya Kak Ji bakal nerima kita?"

"Aku yakin, karena kak Ji sayang kita."

Senyum merekah di wajah mereka ketika mengingat tentang apa yang Renji lakukan untuk mereka selama ini. Mereka segera menuju dapur dan disambut wajah tersenyum Renji.

"Selamat pagi... twins?"

"Kakak... kami sayang kakak!" Harfa dan Jeova langsung memeluk Renji yang tersentak dan terkekeh.

"Hei, kalian kenapa?" Tanya Renji sambil mengelus kepala kedua adiknya dengan sayang.

"Kakak nggak marah, kan?" Tanya Jeova dengan bibirnya dimanyunkan.

"Nggak kok. Kakak cuma agak... kaget? Yah... jangan khawatir. Sekarang, ayo sarapan. Kakak masak omlet."

Harfa dan Jeova tampak benar-benar senang dengan jawaban Renji dan segera duduk di meja makan, memperlihatkan senyum cerah untuk kakak mereka. Renji terlalu baik dan tulus, dan mereka tidak tahu apa jadinya mereka tanpa dia.

Hazen diam berdiri di samping Renji yang berbincang dengan adik-adiknya, berbicara tentang hal-hal yang tidak penting.

Bagaimana bisa Renji begitu tenang saat dia tahu dirinya akan mati? Tidakkah dia marah karena sesosok makhluk mengambil tempatnya dan membuatnya mati? Tidakkah dia ingin merebutnya kembali dan membalas dendam?

"Aku kenyang. Kalian makanlah yang banyak," kata Renji sambil bangkit.

"Kakak mau kemana?" Tanya Harfa.

"Kembali ke kamarku."

.

Renji menutup pintu di belakangnya dan menghela napas berat, mengabaikan Hazen yang menatapnya sedih.

"Kamu mau apa?" Tanya Hazen.

Renji mengambil sebuah jaket dari gantungan di balik pintu dan memakainya. "Aku sudah bilang kemarin. Kita jalan-jalan. Ayo," jawabnya dengan senyum sendu. Dia menggandeng tangan Hazen dan turun kembali ke dapur dimana Harfa dan Jeova masih sarapan.

"Harfa. Kamu harus menjaga dan melindungi Jeova. Kalian berdua harus senang dan akur ketika aku tidak ada." Renji tiba-tiba berdiri di belakang keduanya dan memeluk mereka erat.

Creating Our Own Destiny (hoonsuk)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang