Empatbelas: The Rules

399 69 0
                                    

Ayo tinggalkan jejak

_._._

Hazen menunggu di luar sementara Renji sedang berusaha berkonsentrasi pada gurunya dan apa yang dijelaskan. Setelah dua jam akhirnya Renji bisa bernapas lega: kelas tambahannya sudah selesai, persiapan bagi siswa kelas akhir menghadapi ujian final.

Renji keluar kelas dan melihat Hazen bersandar di tembok. Melalui sudut matanya dia lihat Hazen mengikutinya namun tidak mengatakan apapun seperti biasanya.

Sudah empat hari sejak Hazen tinggal bersamanya.

Tiga hari tersisa sebelum Hazen pergi.

Dia berharap bisa kembali ke masa saat Hazen muncul. Dia menyesali permintaan pertamanya, dan semakin menyesal karena tidak bisa melakukan apapun. Bahkan Hazen terlihat pasrah ketika mereka membicarakannya.

Renji berjalan sendiri, tapi dia tahu Hazen ada disana, di belakangnya, menjaganya. Dia berjalan pelan menuju rumahnya. Pikirannya terlalu penuh sampai-sampai tidak memperhatikan lampu lalu lintas di persimpangan.

Beep... beep...

Suara klakson mobil mengagetkannya, tapi terlambat baginya untuk menghindar. Renji hanya berdiri kaku di tempat dan menutup mata, menunggu sesuatu terjadi.

Beberapa detik berlalu. Alih-alih hantaman, Renji justru merasakan sepasang lengan melingkari tubuhnya. Dia membuka mata dan melihat dirinya berdiri di tepi jalan dengan rambut kuning menyentuh pipinya.

"Hati-hati! Kamu bisa mati kalau kamu terus melamun." Dia bisa mendengar suara Hazen teredam di bahunya. Hazen terengah dan gemetar namun tidak merasakan detak jantung guardiannya. Dia menyapu pandangan ke sekelilingnya. Tidak ada yang memperhatikannya dan masih melakukan aktifitas seperti sebelumnya, seolah tidak pernah terjadi apapun.

Apa ini berarti Hazen menyelamatkannya?

Renji melepaskan lengan Hazen dari pinggangnya, dan dia tersentak melihat darah mengalir dari keningnya.

"Hazen, kau..."

"Tidak apa-apa. Aku akan menjelaskannya nanti."

.

.

Renji masuk kamarnya dengan Hazen mengikuti di belakang. Dia butuh penjelasan. Dia tidak bisa menunggu untuk tahu apa tepatnya yang terjadi. Dia mengunci pintu lalu berbaring di tempat tidur, menyisakan tempat di sampingnya untuk Hazen. Si guardian duduk di tepian tapi langsung berdiri setelah melihat darahnya menetesi sprei.

"Maaf. Aku akan membersihkannya." Hazen menunjuk noda di sprei dengan jarinya yang juga berlumuran darah. Dalam sekejap sprei kembali bersih.

'Sial,' rutuknya ketika kepalanya berdenyut menyakitkan.

Di waktu-waktu tertentu dia merasa menjadi anggota kerajaan sama sekali tidak bagus. Terlalu banyak aturan dan hal yang membuat anggota kerajaan lebih lemah daripada peri guardian. Dia bahkan pernah berpikir bahwa peri anggota kerajaan adalah peri yang dikutuk.

"Hazen, kamu baik?" Renji menarik pelan tangan si guardian, menyuruhya duduk. Hazen ingin menolak tapi tuannya tampak keras kepala.

"Kasurmu akan kotor." Hazen berbisik karena tenaganya menipis setelah melakukan hal yang cukup berat. Tapi itu sudah tugasnya untuk melindungi tuannya.

"Bukan masalah. Aku akan mencucinya besok. Tapi kenapa kamu terluka?" dia bertanya langsung, sama sekali tidak memiliki ide tentang cara kerja guardian.

"Kamu tertabrak mobil di persimpangan tadi."

Renji merasa semakin bingung. "Nah, kamu harus menjelaskan apa tepatnya yang sudah terjadi. Aku nggak ngerti. Maksudku, aku nggak tertabrak, kan? Aku berdiri di tepi jalan dengan kamu memelukku." Renji menatap Hazen.

"Ini tentang aturan. Haruskah aku memberitahumu cerita hidupku, tentang aku yang dihukum karena seorang anggota kerajaan lain yang melanggar dan merusak aturan?"

Renji merasa dia tahu siapa yang Hazen maksud.

'Mungkinkah Yohan?' pikirnya.

"Kamu tahu?" Hazen tiba-tiba menoleh ke arahnya.

"Tahu apa?" Renji segera menepis tebakannya dan melarikan pandangannya ke jendela.

"Tidak ada," jawab Hazen cepat. Dia tidak ingin tuannya tahu tentang keseluruhan kisah hidupnya. Tidak sekarang.

"Jadi, kamu keberatan memberitahuku tentang aturan yang kamu sebutkan tadi?" Renji kembali menatap Hazen. Dia bisa melihat darah masih mengalir di rahangnya.

"Karena kamu tuanku, ya, kurasa kamu boleh tahu tentang aturan guardian," kata Hazen. "Hal pertama yang harus kamu tahu yaitu aku adalah guardianmu. Dan sebagai guardianmu aku harus menjagamu, melindungimu."

"Itu tidak menjelaskan tentang apa yang terjadi di persimpangan." Renji tidak memiliki kesabaran untuk semua omong kosong yang tidak mengarah pada apa yang ingin dia ketahui.

Hazen terkekeh pelan sebelum melanjutkan, "lalu hal kedua yang harus kau tahu adalah tentang waktu yang kau beri untukku. Tujuh hari yang kau minta sudah diatur. Itu bukan salahmu. Itu takdir. Takdirku." Hazen mengatakannya dengan lembut, memandang langit melalui atap transparan.

Renji tidak tahu apa yang harus dikatakannya. Hazen tidak menyalahkannya atas tujuh hari yang dia minta. Itu membuatnya lega. Tapi tetap saja dia merasa bersalah karena meminta Hazen menghilang. Dia... menyesal.

"Hal ketiga adalah tentang kemampuanku. Aku nggak bisa merubah takdirmu. Ketika aku tahu kamu akan terluka seperti yang tadi terjadi, aku tidak bisa menghentikannya."

"Tapi mobil itu nggak menabrakku." Renji memotong ucapan Hazen.

"Kamu tertabrak. Aku cuma mengambil tempatmu. Kamu ingat waktu kita di ruang yang ada banyak cermin di dalamnya?"

Renji ingat hari dimana sebuah cermin hampir menjatuhinya, namun cermin itu malah menjatuhi Hazen.

"Jadi, kamu berkorban demi aku?"

"Aku guardianmu, ingat? Tapi jangan khawatir, aku akan baik-baik saja. Nah, itu semua hal yang perlu kamu tahu. Permintaanmu akan terkabul di hari ketujuhku."

.

.

Hazen berjalan keluar ke halaman belakang. Barusaja dia berbaring di rumput dingin, dia melihat seseorang yang menatapnya dari luar pagar.

Hazen tertawa kecil dan balas menatap orang yang kini berdiri di sampingnya.

"Apa maumu, Yohan?"

_._._

Creating Our Own Destiny (hoonsuk)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang