Tujuhbelas: Love's Fate

396 63 6
                                    

Dobel up! Ayo yang belum baca part enambelas, mundur satu langkah dulu,

 kalo udah baru ke part ini.

Jangan lupa tinggalkan jejak

_._._

"Renji, aku bosan. Apa kamu nggak mau keluar dari tempat membosankan yang kalian sebut perpustakaan ini?" Hazen memutar matanya kesal. Renji membawanya ke perpustakaan sepagian ini. Itu adalah tempat terakhir yang ingin didatanginya, tapi, yah... ini adalah tugasnya sebagai guardian untuk selalu siap di sisi Renji.

Sementara Renji menyumpal telinganya dengan headset. Matanya menelusuri halaman sambil menikmati musik. Dia merasa Hazen duduk di sampingnya, menaruh kepalanya di meja dan menatapnya yang langsung membuatnya tidak nyaman.

Dia tidak pernah ditatap dengan cara seperti yang dilakukan Hazen sekarang. Tatapan itu membuatnya gugup dan ingin muntah. Memang terdengar aneh. Renji perlu menarik napas dalam untuk mendapatkan kembali konsentrasinya.

Dari sudut matanya dia bisa melihat guadian imutnya cemberut. Hazen benar-benar terlihat seperti manusia. Matanya cerah, kulitnya putih sempurna, dan caranya mengekspresikan kejengkelannya nyata seperti manusia.

Tanpa sadar Renji terus menatap Hazen dan melupakan bukunya sampai seseorang menepuk bahunya.

"Kak Ji..."

"Ya?" Renji menoleh. Mendapati wajah tersenyum padanya membuatnya ikut tersenyum juga.

"Apa ini alasanmu pergi ke perpustakaan sepagi ini?" Hazen seketika berteriak mengomel dan berdiri.

Renji memperhatikan Mahen yang mengambil tempat di sampingnya dan menaruh tas di meja sebelum mengalihkan pandangannya pada Hazen.

Hazen merengut namun ketika kalimatnya sampai akhir, dia langsung membekap mulutnya sendiri. Renji agak kaget juga dengan teriakan Hazen. Guardiannya yang biasanya tersenyum dan cemberut marah karena... Renji tidak yakin kenapa dia marah.

"Mahen, tunggu sebentar. Aku akan kembali nanti." Renji berdiri dan meraih tangan Hazen.

"Kak Ji mau kemana?" Tanya Mahen saat Renji hampir mencapai pintu.

"Toilet! Hanya beberapa menit." Renji melambai.

Di sisi lain Hazen merasa tidak nyaman tangannya digandeng Renji. Mereka berjalan dengan tangan saling genggam membuatnya merasakan sesuatu yang aneh di dalam dadanya. Dia menaruh tangannya yang lain di dadanya namun tidak ada yang berdetak disana. Jadi kenapa bisa?

Sensasi aneh itu terasa ketika dia bersama Renji dan menjadi menyakitkan ketika Renji tersenyum untuk Mahen.

Dia tidak boleh seperti ini. Tugasnya adalah untuk membuat mereka bersama. Jadi kenapa dia malah tidak suka? Harusnya dia senang karena tugasnya menjadi lebih mudah.

Tanpa kata dia menarik tangannya dan pergi sejauh mungkin dari Renji. Dia tidak boleh egois. Dia hanya boleh memikirkan kebahagiaan Renji, bukan kebahagiaannya sendiri.

'Aku tidak menyangka akan seperti ini. Aku tidak menyukainya, kan?' Hazen berjalan cepat menuju toilet di bawah tangga. Dia perlu menjernihkan pikirannya. Dia perlu mengontrol pikirannya untuk hanya berpikir tentang bagaimana menyatukan Renji dan Mahen.

Hazen mengunci pintu dan meninggalkan Renji di luar. Dia bersandar di pintu yang diketuk Renji, menutup mukanya dengan tangan.

"Hazen. Kamu kenapa?" Tanya Renji, terdengar bingung. Renji terus mengetuk dan memanggilnya yang membuatnya merasa semakin terluka.

Hazen menjatuhkan tubuhnya berjongkok di lantai, masih bersandar pada pintu.

"Aku baik. Pergi dan nikmati waktumu bersama Mahen." Hazen akhirnya menemukan suaranya kembali.

"Kamu yakin?"

"Hn. Tinggalkan aku. Tidak apa-apa." Hazen berhasil membuat suaranya tidak gemetar. Dia mendengar Renji menghela napas sebelum langkah kaki yang menjauh.

Hazen menarik cermin kecilnya keluar dan senyum pedih menyambutnya. Enam rekahan lebar muncul disana.

Hari keenam.

Tinggal satu hari sebelum dia menghilang seperti gelembung meletus.

Tok... tok...

"Sudah kubilang pergi." Hazen berteriak.

"Aku bukan Renji."

Hazen tersentak menyadari siapa yang mengetuk pintu. Itu bukan suara Renji.

Dia berdiri dan membuka pintu untuk bertatap muka dengan temannya, di masa lalu.

"Kamu. Kenapa kamu disini?" Hazen menanggapi dingin, tidak menatap mata Yohan. Dia cemberut dan menyilangkan tangannya.

Yohan di sisi lain malah menggerakkan tangannya ke kepala Hazen dan mengacaknya.

"Kamu tidak pernah berubah," katanya dengan senyum sedih.

"Berhenti! Aku bukan anak kecil. Katakan apa maumu."

"Lihat. Kamu masih Hazen yang lama kukenal."

"Katakan saja. Aku sibuk."

Hazen menepis tangan yang masih di atas kepalanya. Mata mereka akhirnya bertemu ketika Hazen mendongak.

"Tidak disini. Ikut aku." Tanpa permisi, Yohan menarik Hazen keluar dari kamar mandi dan membawanya ke mobilnya. Seperti sebelumnya, dia membukakan pintu untuk Hazen yang memutar matanya kesal.

"Tidak perlu membukanya untukku. Aku bisa masuk tanpa pintu," kata Hazen ketika sudah duduk di dalam.

"Kamu terlalu lemah untuk melakukannya." Yohan terkekeh.

"Hey! Apa maksudmu?!" Hazen sedikit kaget. Yohan tahu dia semakin lemah setiap saat.

Yohan memutuskan untuk mengganti topik. "Hazen, kamu jatuh padanya, kan?"

Hazen melotot mendengar pertanyaan aneh ini. "Jatuh? Aku? Padanya?"

"Yep. Kamu jatuh cinta pada Renji."

"Renji mencintai Mahen, pacarmu. Takdir mereka akan kembali seperti semula," kata Hazen, melemparkan pandangannya keluar.

"Aku memutuskan untuk tidak meninggalkan Mahen. Meski itu keharusan, tapi..."

"Aku tahu. Aku melihatnya."

"Apa?"

Hazen menatap Yohan dan tersenyum mencibir. "Kemarin, aku lihat betapa manisnya kalian bersama. Tapi ketika aku kembali ke tempat tuanku, tidak ada yang dia lakukan di malam harinya selain menangis dalam tidur. Bahkan seharian kemarin. Kamu tahu? Kamu bukan siapa-siapa selain seorang pembunuh ketika kamu memutuskan untuk tidak meninggalkan Mahen. Kamu Pangeran Peri Api. Seharusnya kamu menerangi dan menghangatkan kehidupan manusia, bukannya malah membakarnya." Hazen menggertakkan giginya ketika mengatakan kalimat terakhirnya, menahan kesal.

Yohan diam. Hazen tahu kenapa: rasa bersalah yang menerobos nuraninya.

"Dan sebagai peri guardian Renji, aku tidak boleh membiarkannya mati. Aku sudah menyelamatkannya dua kali. Bukan masalah bagiku jika harus melakukannya sekali lagi. Aku pergi."

Tapi sebelum Hazen bisa keluar, Yohan menahan bahunya dan memberinya tatapan tajam.

"Aku tidak akan membiarkan tuanmu mengambil milikku yang paling berharga."

_._._

Yohan ngeyel, tapi kalo udah bucin mah ya...

Creating Our Own Destiny (hoonsuk)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang