Duka itu masih terasa jelas, kesedihan masih belum hilang serta kenangan tentang sosok yang sudah di kebumikan kemarin masih tertanam begitu kuat di rumah mewah yang kini tak seramai biasanya. Jelas suasananya berubah, karena si pengisi nyaring rumah itu telah pergi dan tidak akan pernah kembali.
Di ujung tangga yang menghubungkan ke lantai 2, berdiri Orion dengan pakaian serba hitamnya. Manik sipit nan tajam itu memperhatikan seluruh penjuru rumah yang terasa dingin dan hampa, bahkan para maid yang selalu berlalu lalang kini tak ada. Tempat itu kosong dan sunyi yang mana menghadirkan kesedihan yang mati-matian Orion pendam.
Gelas yang sedari tadi berada dalam genggamannya pun ia letakkan begitu saja di atas laci yang terletak di samping tangga, niat hati ingin mengambil minum karena kerongkongan nya terasa kering pun ia urungkan, karena kini langkahnya ia tuntun kembali menuju kamar miliknya yang terletak di lantai 2.
Sesampainya di dalam kamar, ia hempaskan begitu saja tubuh letihnya ke atas ranjang dalam posisi terlentang. Dipandanginya langit-langit kamar dalam diam, di dalam bayangannya dapat ia lihat tawa Sang adik yang masih terasa begitu nyata, celotehan nya yang terdengar hidup serta senyum tipisnya kala di acuhkan oleh Orion.
Mengingat perlakuan buruk Orion terhadap adiknya, membuat remaja 18 tahun itu tanpa sadar menitikkan air matanya yang sedari tadi berusaha ia tahan.
Ia ingin terlihat kuat, tapi sayangnya pertahannya kembali runtuh untuk kesekian kalinya.
"Kak, boleh gue nebeng? Papa ga bisa nganterin, dia nyuruh gue berangkat sekolah bareng lo."
"Lo punya duit kan? Banyak angkutan umum, ga usah nyusahin gue."
"Kak, kata Bang Jefri lo sakit? Nih, gue buatin bubur, lo harus makan!! Papa sama Mama baru bisa pulang besok, sedangkan Bang Jefri baru aja berangkat kuliah."
"Ga usah sok peduli, mending lo pergi dari kamar gue sekarang kalo bisa jangan nunjukin muka sok polos lo di depan gue lagi. Gue muak!!"
"Tapi kak lo harus mak--"
"GUE BILANG PERGI!! PERGI SIALAN!!"
Orion menutup kedua telinganya, ketika ingatannya terlempar pada kejadian kemarin dimana ia berteriak keras sembari membuang bubur yang di buat adiknya--Asean dengan susah payah, belum lagi perlakuan kasar lainnya yang ia lakukan pada Sang adik membuat rasa sesal itu semakin mengukungnya dan membuat isakan kecilnya semakin menjadi. Posisi Orion yang semula terlentang kini meringkuk dengan punggung yang bergetar hebat.
"Kak bisa ga, kalo lo marah ke gue jangan lampiasin kemarahan lo dengan ngebanting barang-barang yang gak punya salah apa-apa. Liat kan sekarang, bubur lo jadi ga bisa di makan karena kotor, lain kali kalo lo kesel sama gue pukul gue aja kak, jangan nyiksa diri lo dengan cara nyakitin diri lo sendiri."
"Ga usah sok ngegurui gue, lebih baik lo pergi dari kamar gue sekarang atau lebih baik lo pergi dari hadapan gue selamanya."
"Gue emang bakal pergi kak, pergi beli sarapan buat kita hehehe.. Soalnya bubur buatan gue udah ga layak di konsumsi. Tapi sebelum pergi boleh ga gue nanyain sesuatu? Anggap aja pertanyaan gue ini pertanyaan terakhir dan setelah itu gue janji, gue ga bakal ganggu lo lagi."
"Fine, lo mau nanya apa?"
"Kenapa lo benci gue?"
"...."
"Kalo lo ga mau jawab pun ga papa Kak, seenggaknya gue udah ngutarain pertanyaan yang bikin gue penasaran selama ini. Kalo gitu gue per--"
KAMU SEDANG MEMBACA
UTOPIA
Random"𝘴𝘦𝘭𝘢𝘮𝘢𝘵 𝘥𝘢𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘪 𝘜𝘵𝘰𝘱𝘪𝘢, 𝘵𝘦𝘮𝘱𝘢𝘵 𝘥𝘪𝘮𝘢𝘯𝘢 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘦𝘮𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘣𝘢𝘩𝘢𝘨𝘪𝘢𝘯𝘮𝘶 𝘴𝘦𝘯𝘥𝘪𝘳𝘪" ⚜⚜⚜ Menceritakan tentang seorang remaja laki-laki berusia 18 Tahun bernama Orion yang baru saja k...