6

599 96 8
                                    

Terik panas di siang bolong perlahan mulai digantikan oleh awan mendung. Sekarang adalah jam istirahat makan siang membuat sebagian penghuni kelas tak berada di dalam ruangan. Kecuali Sakusa, tangannya menulis sesuatu pada selembar kertas sampai-sampai urat kepalanya menonjol. Tampaknya pria itu sedang benar-benar serius.

TAK

"Argh!!" Sakusa memegang kepalanya yang terkena lemparan sesuatu. Apa-apaan. Ia melihat sebuah batu kecil yang untung tidak membuatnya cidera. Lantas si ikal menoleh pun keluar jendela untuk melihat siapa pelakunya.

Seketika netra Sakusa melebar dan bibirnya yang siap mengeluarkan serangkaian kata-kata pedas mendadak bungkam.

"Yoomi!!" Terlihat di luar pagar belakang, Tobio dengan seragam sekolah melambai-lambaikan tangan.

Apa yang dilakukan pemuda raven itu? Dia pakai seragam tapi tidak masuk kelas. Sakusa yang masih terkejut dan bingung hanya diam keheranan. Sampai akhirnya Tobio mengeluarkan sebuah kertas karton dengan senyuman lebar.

"Yoomi!!" {RUN WITH ME!}

Sakusa bisa membacanya dengan jelas meski dari lantai dua. Pemuda itu masih diam, melihat Tobio mengayunkan tangan mengajaknya. Jantung Sakusa entah kenapa berdebar tak karuan.

Masih ada tiga jam pelajaran lagi, pelajaran matematika, haruskah Sakusa melewatkannya? Jangan lupakan juga pelajaran tambahan guna persiapan ujian sampai sore nanti.

Persetan. Sakusa bangkit berdiri dan mengambil tasnya. Tobio yang melihat dari bawah menurunkan karton seraya tersenyum. Sakusa benar-benar kabur.

Anak pendiam, rajin, tidak mencolok, tidak pernah aneh-aneh, semua gelar itu telah runtuh hari ini. Dengan gemuruh langit yang semakin ribut, Sakusa melempar tasnya keluar pagar dan melompat.

Inilah saat Sakusa akan minta maaf. Lelaki itu berjalan mendekat dan menatap mata si biru lekat. "Tobio—"

BRESSS

"Ikuso!" Tobio menggandeng tangan Sakusa dan keduanya berlarian bersama dibawah guyuran hujan. Si lelaki manis tertawa membuat bibir Sakusa perlahan terangkat dan tersenyum untuk pertama kalinya.

Ia mengikuti langkah Tobio, masuk ke gang-gang sempit dengan buru-buru. "Ayo Yoomi!" Tobio menengok dengan wajah riangnya. Sakusa tersenyum dan menikutinya.

Genangan air memercik tiap kali keduanya menjejakkan kaki ke tanah. Meski langit mendung dan gelap, udara terasa dingin dan senyap, namun Sakusa justru merasakan perasaan yang sebaliknya. Ia merasa terang dan penuh warna.

Dua remaja itu berlarian, menyebrang jalan dengan bar-barnya bahkan ditengah pelarian, Sakusa sempat tak sengaja menginjak ekor kucing dan menabrak pengendara sepeda.

"Kalau jalan lihat-lihat, dasar anak muda!"

Tobio menengok kebelakang sambil terbahak-bahak. "Yoomi.." Ia berbalik untuk membantu Sakusa berdiri. Tangan kanannya terulur dengan masih setengah tertawa.

Grep

Sakusa meraihnya, dengan susah payah Tobio membantunya bangkit berdiri sampai-sampai ia sendiri terpeleset jatuh kebelakang. "Aduh perutku sakit karena banyak tertawa.."

Giliran Sakusa membantunya berdiri, mengangkat Tobio lewat ketiaknya dengan enteng seolah bobot lelaki manis itu tak ada artinya.

"Ayo, kita sudah dekat.." Mata si biru seolah menyala, tangannya kembali terulur mengajak Sakusa bergandengan.

Sakusa mengangguk, ia meraih tangan Tobio dan keduanya berlari bersama-sama lagi. Si raven mengajaknya ke sebuah mansion mewah yang terletak jauh dari pemukiman lain. Di belakang mansion itu terdapat sebuah kolam renang luas dengan segala hiasan klasik yang apik.

Poetry Love (SakuKage) EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang