13

538 77 5
                                    

"Dameyo!!" Air mata Tobio mulai bercucuran saat kedua tangannya ditahan di samping kanan dan kiri kepala. Sekilas bayangan masa lalu menyelubungi otaknya bagai kabut pekat yang dingin, sakit dan traumatik. Lelaki blueberry itu menegang kaku karena tengah terseret masa lalu.

"Sudah berhenti melawan eh?" Kuroo tersenyum miring, ia mendesakkan kepalanya pada ceruk leher si manis untuk kemudian mencicip permukaan kulit mulus.

BRAKKk..

Grepp

Sakusa menarik kerah belakang Kuroo dan langsung melempar tubuh pemuda itu. Rahang tegasnya terlihat mengerat dengan kedua tangan mengepal kuat. Melihat Tobio sesenggukan dan hampir diperkosa membuat emosinya memuncak.

BUGHH

Satu bogem melayang membuat Kuroo yang barusan berdiri terjungkal telak. Sachi dan Komori segera menahan Sakusa yang mengamuk kesetanan. "Omi! Kau tolong Tobio dulu, biarkan dia kami yang urus."

Napas Sakusa menderu, urat kepalanya kencang sampai-sampai wajahnya memerah. Dia benar-benar ingin menginjak-injak Kuroo sekarang juga, menghajarnya tanpa ampun, tidak peduli bahkan kalau sampai mati. Tapi, setengah kesadarannya mendorong agar dia menuruti perkataan Motoya.

Sakusa berbalik dan segera menangkup kedua lengan Tobio. Yang lebih kecil tersadar dari lamunan trauma masa lalu, tubuhnya yang kaku kembali bergetar seluruhnya. Tobio meremas kaos Sakusa seraya mendongak. "Yoomi.."

"Sshh.." Sakusa mendekap Tobio sedang si raven balas memeluknya tak kalah erat. Napasnya tersenggal dan tubuh mungilnya meringkuk. Tak berlama-lama lagi Sakusa segera menggedong Tobio masuk ke dalam mobil.

Sachi dan Motoya yang telah beres dengan urusannya pun juga kembali ke mobil, kali ini Komori yang menyetir perjalanan pulang mereka sedang Tobio masih meringkuk di pangkuan Sakusa. Pemuda kecil itu menutup wajah dengan dua tangannya sedang tangan besar Sakusa mengusap lembut punggung dan rambutnya.

"Daijoubu.. Kau aman bersamaku.."

"Maaf.. Maaf.. Aku.. Maaf.." ucapan Tobio terbata karena isakan sehingga Sakusa meminta agar si raven tidak bicara dulu.

.
.
.

Kini Tobio berbaring di atas ranjang Sakusa sedang empunya kamar duduk di sofa seberang. Motoya dan Sachi sudah pamit pulang sejak 20 menit yang lalu.

Pikiran Kiyoomi terbang entah kemana, rasa kesalnya tiba-tiba sirna ketika melihat Tobio terluka. Yang ada justru hanya perasaan cemas dan khawatir, ia bahkan tak sanggup untuk sekedar marah atau jengkel.

Perlahan Sakusa bangkit berdiri dan duduk di tepi ranjang. Ia membetulkan selimut Tobio dan menyibak sedikit poninya. Waktu terus berputar hingga kantung mata si pria ikal terasa berat. Lambat laun Sakusa ikut tertidur, sekali lagi seteah sekian lama, ia dapat tidur nyenyak karena kini Tobio kembali berada di pelukkanya.

"Atsumu.."

Lenguh Tobio di tengah tidur pulasnya. Sakusa yang tersadar samar-samar mendengarnya.

.

"Hhk—" Bangun-bangun Tobio yang mual pasca mabuk segera berlari menuju kamar mandi. Kepalanya pusing seperti dibentur-benturkan ke tembok.

Sakusa yang terkejut juga jadi ikutan bangun. Pria itu menyusul si raven ke kamar mandi. Tampaklah Tobio yang terlalu pusing muntah di kloset sambil bersimpuh. Jujur Sakusa paling anti dengan hal-hal seperti ini, dia adalah pria perfeksionis yang mudah jijik. Tapi, ini Tobio yang sedang kualahan memaksa Sakusa untuk mendekat dan membantu menopang.

"Sudah?"

Pria itu menekan flush lalu meraupi wajah si manis hingga sedikit lebih segar. Setelahnya Sakusa menggendong Tobio kembali ke kasur dan memberinya secangkir air mineral.

Ketika hangover telah berlalu, Tobio teringat kejadian semalam dan kepalanya pun menunduk malu. Bodoh bodoh, hampir saja kejadian di masa lalu terulang karena kebodohannya.

"Aku minta maaf Yoomi.. Aku banyak merepotkan bahkan memanfaatkanmu untuk kepentingan pribadi.. Aku membuatmu kecewa.."

"Kenapa?" Tobio menengok, menatap Sakusa yang kini pindah duduk di sampingnya. "Kenapa kau menciumnya?"

"Karena aku tidak pantas untukmu.. Aku berpikir kalau kau melihatku mencium orang lain kau akan membenciku dan ternyata berhasil.. Aku senang dan sedih bersamaan waktu itu.. Aku senang karena akhirnya kau lepas dari orang buruk sepertiku tapi aku sedih karena artinya aku tidak bisa bersamamu lagi, aku—"

Cup..

Sakusa menarik tengkuk Tobio dan segera mendekatkan wajahnya hingga bibir mereka bersentuhan. Baik si raven maupun si ikal, keduanya memejamkan mata. Sedikit lumatan rindu terjadi diantara dua labium berbeda ukuran itu untuk beberapa saat.

"—mencintamu, Yoomi.." sambung Tobio tepat di depan bibir Sakusa kala pagutan keduanya terlepas. "Maaf.."

Sakusa menarik pinggul Tobio pangkuannya. Mereka berpelukan bak koala untuk beberapa menit. Sakusa terdiam, Tobio juga terdiam. Ruangan kamar itu begitu hening sampai detak jantung keduanya terdengar.

"Semalam kau bermimpi dan aku mendengarmu mengucapkan nama 'Atsumu'.. Siapa itu Atsumu?"

Tobio terdiam tak menyangka sampai terbawa mimpi. Pemuda itu terlihat begitu urung menceritakan tentang dirinya dan hanya mengeratkan pelukan.

"Kalau kau mencintaiku, kita harus saling percaya satu sama lain. Kau harus percaya padaku, Tobio.." ujar Sakusa lembut seraya membelai halus punggung si manis.

Tobio memundurkan kepala. Netra birunya terikat dengan obsidian Sakusa. "Aku akan menceritakan semuanya.. Tentang aku, masa laluku, keluargaku.. Tapi apa kau akan tetap menerimaku setelah itu?"

Sakusa mengecup kening Tobio dalam dan tulus. "Menurutmu? Aku tak mungkin menghajar pria yang mencium kekasih yang baru putus denganku kalau aku tidak benar-benar mencintainya.."

Kedua alis Tobio terangkat. "Kita tak pernah jadian."

Mata Sakusa menyipit. "Apa maksudmu tak pernah?" lingkar tangannya mengerat membuat Tobio maju semakin dekat.

"Kau tak pernah menembakku." bibir Tobio mengerucut.

"Kau bisa mati nanti kalau ku tembak. Lagi pula kita bukan anak kecil." Kepala Sakusa ikutan maju, mengikis jarak yang sudah sangat tipis diantara mereka.

"Aku suka menjadi seperti anak kecil."

Sakusa menghela napas. "Oke oke.. Kau bisa percaya padaku Tobio, aku mencintaimu saat kau mengacuhkanku, aku juga mencintaimu setelah aku tahu kalau kau memanfaatkanku, aku mencintaimu bahkan saat kau mencium laki-laki lain di depanku.. Kalau alasan itu tak cukup untuk membuatmu percaya aku sungguh-sungguh cinta mati padamu, aku tak tahu lagi—"

Telunjuk Tobio berdiam di bibir Sakusa. Ia menggeleng dengan dua alis terangkat sendu. "Aku percaya.. Tapi kumohon jangan sebut kalimat itu lagi.."

Sakusa menatap manik kanan dan kiri Tobio bergantian, memandang trauma dan luka yang tersimpan disana kemudian mengangguk. "Sekarang cerita padaku."

Tobio ganti mengangguk. Matanya berpindah dari netra Sakusa ke bibirnya. "Mm.. Tapi aku mau menciummu dulu.." pipinya berubah kemerahan.

Mendengar itu tak berlama-lama Sakusa segera menangkup pipi Tobio dan mencium bibir candunya lagi. Si blueberry memeluk leher Sakusa dan menciumnya lebih brutal sampai-sampai mata Kiyoomi terbuka sedikit.

Belum sampai pada titik dominasi, Tobio kembali terkalahkan dengan lumatan Sakusa. Lenguhan tipis keluar dari bibirnya. Sakusa perlahan memindah Tobio ke tengah ranjang, mengukung tanpa memutus pagutan.

"Mmhh ah.."

Ck

Decakan bibir keras saat ciuman mereka terlepas, benang saliva terlihat menggantung dari sudut bibir Sakusa menuju rongga mulut Tobio yang ngos-ngosan.

"Sekarang cerita."





Poetry Love (SakuKage) EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang