7

550 93 9
                                    

Sakusa dan Tobio berhasil melarikan diri. Keduanya memasuki stasiun kereta bawah tanah dengan kondisi kuyub sampai-sampai timbul genangan air di lantai yang mereka pijak.

"Ah sial.." Si jangkung mendecakkan bibir saat membuka tas dan melihat buku-bukunya basah semua. Selagi menunggu kereta datang, Sakusa mengeluarkan beberapa buku dan kertas-kertas, menjajarkannya ke bangku untuk setidaknya membiarkan terkena sedikit angin.

Tobio hanya diam memperhatikan tindakan si lelaki dengan kedua tangan saling bertumpu di belakang badan. "Keretanya mau datang Yoomi.."

"Hmm.." Sakusa kembali memasukkan buku dan kertar-kertasnya ke dalam tas dan bersiap menaiki kereta. Setelah pria itu masuk, dirinya bingung melihat Tobio yang hanya diam di luar. "Apa yang kau lakukan di sana? Kau tidak pulang?"

Tobio yang sempat melamun kembali mendongak menatap Sakusa. "Ah iya.." Si raven pun masuk ke dalam dan berdiri di samping Sakusa.

"Kenapa kau tidak berangkat sekolah hari ini?" Sakusa menyela kesunyian diantara mereka. Biasanya berkomunikasi di transportasi umum menjadi larangan tidak tertulis. Tapi berhubung hanya ada mereka berdua di gerbong sekarang, Sakusa merasa ini kesempatan mereka bisa bicara.

Tobio menghembuskan napas dan bibirnya jadi sedikit mengerucut. "Aku tidak suka pelajaran matematika.."

"Yang benar saja, kau tidak mungkin membolos setiap pelajaran matematika."

Tobio terkekeh dan menyenggol tubuh Sakusa. "Taruhan?" Yang lebih tinggi melirik dengan ujung matanya kemudian memilih menggeleng. Bisa-bisa Tobio nekat kalau diiyakan.

Hening lagi sampai kereta tiba di stasiun yang berikutnya. "Aku turun di sini Yoomi.."

"Mm.." Sakusa mengangguk tanpa menatap Tobio, matanya bahkan terpejam karena ngantuk.

Cup

Seperti tersiram seember es, kelopak mata Sakusa terbuka kaget seraya menyentuh pipi kirinya. Terlihat Tobio sudah berada di luar pintu sambil melambaikan tangan padanya. "Daa Yoomi! Matane!"

Kereta mulai berjalan lagi, membuat nyawa Kiyoomi seolah masih tertinggal di stasiun tadi. Pria itu masih cengo padahal cuman kecupan di pipi. Kenapa dengan jantungnya ini, berdebar tak karuan seperti detik-detik orang meluncur dari rollercoaster. Pemuda itu terus tersenyum bahkan setelah sampai rumah.

⋇⋆✦⋆⋇ 

"Hei, Omi Omi masih pagi sudah baca novel saja." Komori dan Sachi mendatangi kelas Sakusa. Si rambut coklat duduk di samping Kiyoomi sedang Sachiro di depan.

"Tobio belum datang?"

"Kau bisa lihat sendiri kan." jawab Sakusa datar tak melirik dua orang itu. Sachi dan Komori yang sudah biasa dengan sikap Sakusa pun hanya menghela napas dan memilih mabar game.

"Yoomi-kun, kemarin kemana saat jam mapel matematika dan pelajaran tambahan?"

Sekejap netra Sakusa menajam dan menatap seseorang yang baru memanggilnya. Perempuan tinggi dengan rambut abu-abu cantik tengah berdiri di samping kursi Motoya.

"Jangan memanggilku dengan sebutan itu."

Alisa tersenyum tengsin. "Ah iya maaf, Sakusa.. Sensei memanggilmu ke ruangannya karena kau membolos.. Ayo aku temani ke ruang guru sekarang.."

"Aku bisa ke sana sendiri nanti—"

Grep

Alisa yang tiba-tiba memegang lengan Sakusa membuat Komori dan Sachi menghentikan permainan dan saling menatap seolah saling bicara pakai bahasa batin.

Poetry Love (SakuKage) EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang