Chapter 14 - Not that Bad

3.3K 418 9
                                    

𝗝𝗨𝗟𝗜𝗘

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

𝗝𝗨𝗟𝗜𝗘

Untuk pertama kalinya aku bersyukur akan kehadiran Keenan di sekitarku. Setidaknya dia sudah memberi pertolongan untuk pergelangan kaki sialan ini, terlepas dari tebar pesona dan keisengannya untuk membalas kalimat sinis yang kulemparkan. Berkat dirinya, sekarang bengkak di kakiku sudah lumayan mereda, tidak sebengkak saat tadi pagi. Kuakui dia orang yang well prepared, tidak seperti kelihatannya yang terkesan santai dan simple. Dia mengatakan selalu membawa perlengkapan obat-obatan yang dia berikan untuk kakiku tiap kali dia pergi jauh. Walau, yah, kurasa Bali tidak cukup jauh untuknya.

Malam ini, Natalie mengadakan rehearsal dinner sebelum besok dia resmi menikah dan menyandang gelar Mrs. Erwin Surja Chandra. Aku mengamati pantulan diriku di cermin besar yang menempel di tembok dekat pintu kamar mandi. Gaun hitam panjang, rambut yang kubiarkan tergerai, make-up glam dan bibir yang dipoles lipstik merah nyaris menyempurnakan tampilanku, jika saja kakiku tak terbalut perban.

Pilihannya hanya ada tiga.

1. Kulepas perban di kakiku dan memaksakan kakiku masuk ke dalam sepatu hak tinggi yang sudah membuatku terpeleset.

2. Menggunakan sandal jepit dengan karet berwarna emas.

3. Datang tanpa menggunakan alas kaki alias nyeker.

Semuanya ide buruk. Aku tak tahu hal seperti ini akan terjadi. Aku hanya membawa satu sepatu ketika berangkat ke sini, yang juga membawaku pada kesialan sampai kakiku bengkak.

Ponselku di atas ranjang mengeluarkan denting notifikasi. Pasti dari Nat yang menyuruhku untuk segera datang. Oke, masa bodoh dengan kakiku. Daripada tak menggunakan alas kaki sama sekali, kuputuskan untuk melepas perban.

"Hello, Juls!"

Suara beratnya diiringi suara ketukan pintu berulang kali membuat alisku berkerut.

Kubuka pintu kamar. Keenan menjulang di depanku. Dari pakaiannya yang santai hanya dengan jins dan kemeja lengan pendek, kurasa dia tak turut diundang Nat ke acara rehearsal dinner. Di tangan kirinya menenteng ... sandal? Tidak ingin GR duluan, tapi apa itu untukku?

"Dari tadi aku kirim chat, tapi nggak dibalas-balas," cetusnya.

"Sori," kataku, membuka pintunya lebih lebar. "Come."

"Padahal aku nggak minta untuk masuk."

Kupikir-pikir, iya juga. Untuk apa aku mengajaknya masuk?

"Hanya bersikap sopan." Aku beralasan.

Keenan tergelak. "Kayaknya aku harus bikin perayaan."

Keenan meletakkan sandal yang dibawanya ke lantai. Ia menarik sebuah kursi ke dekat ranjang, di mana aku mendudukkan diriku dengan canggung. Ia memandang sekeliling, mengamati tiap detail bangunan—sepertinya. Ekspresinya tampak serius, terlebih ketika dia memerhatikan ke arah jendela besar dekat ranjang. Jika anginnya sedang kencang, jendela itu memang mengeluarkan suara, seperti suara getaran antara kaca yang menempel di bingkai jendela. Dan, suara itu sepertinya mengganggu telinga Keenan, ia lantas bangkit dan berjalan ke arah jendela untuk memeriksanya.

Shitty SerendipityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang